Internasional

‘Pemilu Terpenting dalam Sejarah’ Justru Menyodorkan Amerika yang Terburuk

Jika aksi massa dan perlawanan besar-besaran Black Lives Matter oleh para demonstran lintas ras melawan rasisme dan kekerasan polisi awal tahun ini adalah bagian terbaik Amerika, maka pemilihan presiden (pilpres) jelas bagian yang terburuk.

Satu sisi ada seorang suprematis kulit putih dan tukang tipu yang bertanggung jawab atas kematian hampir seperempat juta jiwa selama pandemi ini, sekaligus mencap jutaan rakyat sebagai musuh negara hanya karena menuntut keadilan ras dan sosial. Sedangkan di sisi lain, ada laki-laki yang menentang desegregasi alias menentang penghapusan terhadap pemisahan berdasarkan perbedaan ras dan warna kulit, bahkan menolak reformasi yang paling kecil sekalipun untuk menyejahterakan kelas buruh dalam negeri, sekaligus berjanji untuk memulihkan imperium AS di luar negeri–imperium yang tidak lebih dari mesin pembunuh yang saking kejam dan brutalnya membuat departemen kepolisian kota terlihat seperti pekerja sosial. Sekitar 150 juta orang pencoblos digerakkan untuk mencoblos pilihan ini.

Hal ini menunjukkan betapa parahnya polarisasi politik dan betapa tingginya pertumbuhan kaum Kanan di AS sehingga Trump bisa mengerahkan bahkan tingkat dukungan yang jauh lebih hebat daripada pilpres sebelumnya. Terdapat jumlah suara pencoblos kulit putih rasis yang berkumpul di pedesaan terbelakang Amerika. Meskipun masih terlalu awal untuk memaparkan susunannya, koalisi Trump tampak cukup mirip koalisinya di tahun 2016 dengan perbedaan khusus kali ini tampak lebih terbelakang dan reaksioner.

Cuplikan informasi awal dari Reuter adalah performa presiden Trump justru melampaui hasil Pilpres 2016nya di kabupaten-kabupaten dengan tingkat kematian tertinggi akibat Covid-19, yang menyiratkan sejumlah sifat mengenai basis massa pendukung Trump: kurangnya solidaritas sosial ataupun pengabaian terhadap nyawa manusia, kepercayaan buta mereka atas teorikonspirasi, lebih memilih mati daripada menerima kesetaraan rasial maupun sosial, sikap mengikut Trump secara membabibuta, sekaligus rasa frustasi dan kenekadan mereka di tengah becana ekonomi yang absen dukungan negara. Siapa yang tahu kombinasi apa yang bermain, tapi jelas dari hasil tersebut bahwa sentimen kulit putih reaksioner masih merajalela di AS. Partai Republiken bahkan mungkin masih menjadi partainya Trump, meskipun Trump tidak lagi jadi petahana.

Meskipun di sisi Trump sudah jelas betapa hina dan buruk kubu mereka bukan berarti kubu Joe Biden bersih. Seperti semua calon presiden dari Partai Demokrat, dia menerima dukungan luar biasa dari orang kulit berwarna dan dari serikat buruh serta dari kota-kota basis pendukung Demokrat dimana Republikanisme reaksioner dan sentimen supermasi kulit putih hanya kecil. Tapi kemenenangan Biden yang terlihat mungkin terjadi karena tidak adanya ligitasi yang berhasil dari pihak Republik, tidak akan menjadi kemenangan bagi kaum buruh maupun bagi jayn tertindas.

Baik Biden maupun Calon Wakilnya Kamala Harris mendapatkan dukungan lebih karena banyaknya kecemasan akibat dan kebencian terhadap Presiden Trump, alih-alih didukung karena menawarkan program perubahan untuk menangani kemisikinan besar, ketidaksetaraan pendapatan, dan rasisme struktural di AS. Terlepas dari semua semangat dan kemeriahan di seputar kampanye utama mendukung Bernie Sanders, legasi atau warisan dari hal itu sama sekali tidak terlihat di kampanye Partai Demokrat. Bahkan baik Biden maupun Haris berulang kali mengatakan tidak akan ada kebijakan pemerintahan mereka yang bisa dibilang ‘sosialis’. Malahan Biden menjanjikan rujuk dengan kaum Republiken reaksioner berdalih “persatuan nasional.” Harris, seorang bekas jaksa penuntut negeri, menurut Lara Bazelon, professor hukum Univeristas San Fransisco,  “mempersenjatai urusan-urusan teknis agar bisa membuat orang-orang tak bersalah yang dipenjara agar tetap dibui daripada membolehkan mereka mengajukan sidang baru” justru bermaksud untuk membantu Biden mewujudkan rujuk nasional itu.

Jangan salah, kemenangan Demokrat adalah kemenangan bagi yang kaya dan berkuasa, yang berbondong-bondong mendukung Biden. Di seluruh negeri, daerah dengan pendapatan rumah tangga rata-rata $ 100.000 atau lebih (sepertiga terkaya dari populasi) menyumbang kampanye Biden tiga kali lipat lebih besar jumlahnya dibandingkan sumbangan yang diterima kampanye Trump, menurut analis New York Times bulan lalu. Di antara kalangan itu. “Biden mengalahkan Trump dalam penggalangan dana, dengan selisih antara $ 486 juta sampai hanya $ 167 juta — terhitung hampir seluruh keuntungan finansialnya,” tulis penulis dalam artikel itu. Hasil pemilu menunjukkan bahwa pola pemungutan suara mengikuti jejak uang, Demokrat menyapu bersih dukungan dari kawasan-kawasan terkaya di negara itu. Ini seharusnya tidak mengejutkan — sebelum pemilu ini, 27 dari 30 distrik kongres terkaya di AS dikuasai oleh Partai Demokrat, yang, seperti Partai Liberal di Australia adalah sebuah partai yang diciptakan dan dijalankan oleh kaum borjuasi.

Kemenangan Biden akan menjadi kemenangan bagi korporat Amerika, yang sebagian besar masuk barisan pendukung kampanyenya. Misalnya, survei Yale School of Management terhadap peserta CEO Caucus pada bulan September menemukan bahwa 77 persen mengatakan mereka akan memilih Biden. Meskipun beberapa industri, seperti agribisnis dan energi, jelas lebih condong ke Trump, keuntungan besar ada pada kandidat Demokrat. Sektor keuangan, asuransi, dan real estat, misalnya, mereka menyumbang dua setengah kali lebih banyak kepada Biden daripada kepada Trump, $ 200 juta hingga $ 84 juta — sedemikian besar sampai membuat kucuran dana dari industri lain terlihat receh.

Parasit yang membawa kita pada krisis keuangan global, menghancurkan kehidupan puluhan juta orang kelas pekerja di seluruh AS dan di seluruh dunia, membantu meletakkan dasar ekonomi bagi kebangkitan Kanan Jauh di Barat — parasit tersebut sangat mendukung Kepresidenan Biden. Lagipula kenapa tidak? Seperti yang ditunjukkan oleh Adam Tooze di Guardian, sebagai senator untuk Delaware antara 1973 dan 2009, Biden “mewakili salah satu surga pajak terbesar di dunia barat selama puncak finansialisasi”.

Kemenangan Biden akan menjadi kemenangan bagi imperialisme AS – kekuatan pembunuh yang paling merusak yang pernah diketahui planet ini, yang bertanggung jawab atas lebih dari satu juta kematian secara internasional pada abad ini saja. Departemen Luar Negeri, yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri, tentu ingin melihatnya menang. Melihat prospek masa jabatan kedua Trump dengan kengerian, Eliot Cohen, mantan pejabat Departemen Luar Negeri di bawah pemerintahan George W. Bush, memperingatkan bulan lalu bahwa kemenangan Partai Republik akan mengantarkan “penurunan permanen” kekuatan Amerika. “Kemenangan Trump … akan memberi sinyal kepada orang lain bahwa Washington telah menyerahkan aspirasinya untuk kepemimpinan global dan … akan memastikan apa yang mulai ditakuti banyak orang: bahwa kota yang bersinar di atas bukit telah menjadi redup dan bahwa kekuatan Amerika hanyalah sesuatu dari masa lalu ”, tulisnya di Foreign Affairs.

Meskipun itu adalah pernyataan yang terlalu berlebihan – karena ketahanan imperialisme AS dipengaruhi berbagai macam faktor selain faktor siapa panglima tertingginya – namun hal ini menunjukkan sentimen yang lebih luas dalam pembentukan keamanan nasional. Jurnal terkemuka imperialisme AS, Foreign Affairs and Foreign Policy, telah bertahun-tahun memuat artikel yang membahas tentang masa depan kekuatan Amerika di bawah Trump. Mereka menginginkan seorang panglima tertinggi yang bisa memulihkan imperium imperialis AS di tatanan dunia.

Apalagi, puluhan bekas pejabat tinggi secara terbuka mendesak mencoblos Biden. “Para pemimpin keamanan nasional pro-Biden”, sekelompok 780 pensiunan perwira militer, duta besar dan bekas penasihat dan pejabat cabang eksekutif, menulis surat terbuka yang mendesak warga AS untuk “dengan penuh semangat mendukung” Biden. Hal yang lebih jelas mungkin adalah 130 bekas pejabat keamanan nasional Republik yang mengecam Trump dan juga mendesak mencoblos Biden untuk “menegaskan kembali peran Amerika sebagai pemimpin global”. Pada dasarnya, orang-orang yang terlibat atau terkait dengan setiap tindakan agresi AS sejak 1980-an – mulai dari mendanai paramiliter teroris di Amerika Latin dan mendukung diktator pro-AS di setiap benua, hingga membumihanguskan Irak dan Afghanistan, serta menggoyahkan atau merongrong pemerintah mana pun yang terlibat dalam redistribusi ekonomi yang serius— sedang mengincar kemenangan Demokrat agar merehabilitasi kekuatan maupun peran imperialis AS di tatanan global. Dan hasilnya terlihat jelas di pinggiran Maryland dan Virginia, tempat berdirinya CIA, NSA, dan FBI.

Sementara sebagian besar pembicaraan hari ini adalah bagaimana seorang reaksioner seperti Trump dapat memperluas basisnya di Bumi (ini pertanyaan yang bagus), mari kita jujur: apa yang disebut sebagai para Republiken moderat di pusat perkoncoan terdekat dengan kaum Demokrat, tidaklah lebih dari sampah bahkan dalam banyak hal jauh lebih buruk dibandingkan para pendukung Trump dari kalangan kaum miskin pedesaan. Jadi ada pertanyaan retoris yang sama pentingnya untuk ditanyakan terkait partai Demokrat: seberapa buruknya Biden sampai dia bisa menarik siapapun dari kelas penguasa, orang-orang yang mungkin tidak berbicara seperti pendukung Trump, tetapi yang berada di puncak kekuasaan yang menegakkan setiap kesenjangan struktural yang menghancurkan kehidupan ratusan juta orang Amerika dan ratusan juta rakyat lainnya di seluruh dunia?

Benar-benar memuakkan untuk menyaksikan partai Demokrat terus mengoceh dan membual soal wibawa serta peran “progresif”nya, setelah mereka bersatu untuk menghancurkan Sanders dan kemudian menyatakan Biden satu-satunya harapan bagi rakyat pekerja. Mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk mengubah Black Lives Matter menjadi kendaraan untuk kepentingan sempit mereka sendiri demi mendapatkan kembali kekuatan politik dan, melihat jumlah pemilih, mereka memobilisasi jutaan orang yang bermaksud baik di belakang seorang laki laki yang merupakan perwujudan dari pembusukan institusional dan kebangkrutan kapitalisme AS yang memberi jalan kepada bangkitnya kelompok sayap kanan sejak awal.

Jadi, sesuai dengan tradisi politik borjuis, kehilangan satu kandidat reaksioner tidak akan menjadi keuntungan besar bagi mayoritas orang, baik di AS atau mereka yang hidup dalam bayang-bayang tentara imperialisnya di tempat lain di dunia. Namun harapan besar rakyat Amerika tidak pernah berada dalam demokrasi palsu, yang sekali lagi menyediakan bagi mereka yang sudah memegang kekuasaan. Harapan besar rakyat Amerika tetap menghidupkan kembali perjuangan tahun lalu, yang memberikan mercusuar cahaya bagi semua orang di seluruh dunia – ketika orang-orang kulit berwarna dan kulit putih bersama-sama berbaris dalam jumlah jutaan menuntut perubahan mendasar dari sistem yang hanya menghasilkan kekerasan dan kemiskinan.

Naskah diambil dari website Red Flag. Dapat diakses melalui The ‘election of our lifetime’ delivered the worst of America dimuat pada 4 November 2020. Diterjemahkan oleh Ezra Nolan.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: