AksiReportase

Aksi Memperingati Peristiwa Kudatuli 1996: Lawan Pemberangusan Demokrasi dan Bangun Persatuan Rakyat Tertindas

Senin (27/7), SOLIDER (Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi) yang terdiri dari LSS, Pembebasan, LMND-DN, AMP dan individu pro demokrasi melancarkan aksi memperingati peristiwa Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996) yang merupakan manifestasi dari konflik antara rakyat dan rezim Soeharto. Banyak yang menganggap bahwa perjuangan reformasi sudahlah tuntas karena Rezim Militer Soeharto telah ditumbangkan, namun ada begitu banyak tuntutan-tuntutan demokratik lainnya yang belum dapat dimenangkan ditambah dengan negara yang terus gencar memberangus ruang demokrasi rakyat. Merespon hal tersebut dalam aksi ini SOLIDER menuntut :

  1. Adili dan Penjarakan Pelanggar HAM Era Orde Baru dan Pasca Reformasi
  2. Hentikan DO terhadap Mahasiswa UNAS dan UNKHAIR
  3. Hentikan Kriminalisasi Aktivis Buruh, Aktivis Lingkungan, Pers, dan Gerakan Rakyat
  4. Bebaskan Tahanan Politik Papua dan Hentikan Proses Penyidikan terhadap Arbi, Mahasiswa UNKHAIR yang Dijerat Pasal Makar Tanpa Syarat
  5. Cabut Undang-Undang yang Memberangus Demokrasi; TAP MPRS No 25 Tahun 1996, UU No 27 Tahun 1996, UU Keamanan Nasional, UU Ormas, dan Hentikan Pembahasan RKUHP
  6. Lawan Militerisme, Kembalikan Militer ke Barak, Tarik Militer Organik dan Non Organik dari Tanah Papua
  7. Gagalkan Omnibuslaw, Cabut UU Minerba dan PP 78
  8. Sahkan RUU P-KS, RUU PRT dan Gagalkan RUU Ketahanan Keluarga
  9. Tolak OTSUS jilid 2 dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri untuk Rakyat West Papua
  10. Lawan Pemberangusan Serikat Buruh
  11. Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis, dan Bervisi Kerakyatan

Aksi dimulai pukul 11.45, bertempat di Tugu Pal Putih Yogyakarta. Semua peserta aksi mengangkat poster yang berisikan tuntutan dan melakukan orasi politiknya, isian orasi-orasi yang disampaikan peserta aksi, antara lain: Perlawanan terhadap pemberangusan kebebasan akademik, perlawanan terhadap tindak represif negara kepada gerakan rakyat, praktik militerisme yang dilakukan negara Indonesia, tuntutan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua, tuntutan untuk mengadili pelanggar HAM, dan pentingnya membangun persatuan rakyat tertindas dengan politik alternatifnya sendiri.

Aksi diakhiri pukul 13.00 dengan pembacaan sikap, walaupun aksi telah berakhir namun perjuangan melawan pemberangusan ruang demokrasi harus terus dilakukan dan seruan untuk membangun persatuan rakyat tertindas harus terus digencarkan. (mg)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: