Perempuan dan LGBT

Mengapa Seksisme Terus Ada

Ditulis oleh Louise O’Shea dan Grace Hill

Terlepas dari semua capaian gerakan pembebasan perempuan, seksisme tetap tersebar luas. Tindakan keparat baru-baru ini adalah pemberian medali Order of Australia kepada seorang terapis seks sayap kanan dan incel (involuntary celibate-pen) terhormat yaitu Bettina Arndt. Arndt meratapi “mitos” kekerasan gender dan mengacukan bahwa korban sesungguhnya adalah: laki-laki. Dia berpendapat bahwa itu adalah tanggung jawab dari perempuan muda untuk “berperilaku bijaksana dan tidak mengeksploitasi kekuatan menggoda mereka untuk merusak kehidupan laki-laki” dengan menyalahkan kekerasan seksual. Dia baru-baru ini mengklaim sebuah panduan kencan universitas, yang mendukung hak perempuan untuk mengatakan tidak kepada laki-laki, mengajar perempuan untuk menjadi “uncaring, demanding bitches“. Alih-alih dikecam oleh masyarakat modern kita yang konon tercerahkan, Arndt diberikan penghormatan atas “layanan signifikannya… terhadap kesetaraan gender”.

Pemujaan Arndt membuktikan fakta bahwa seksisme tidak perlahan-lahan hilang begitu saja ketika masyarakat maju dan menjadi lebih tercerahkan. Perlakuan seksis yang merendahkan martabat dan status sosial kelas dua terus meliputi setiap aspek kehidupan perempuan, dari lahir hingga mati. Ini bukan kecelakaan; ini adalah bagian dari sistem kapitalis.

Pada tingkat paling dasar, seksisme sangat menguntungkan. Ratusan juta dolar dihasilkan setiap tahun oleh industri dengan mengeksploitasi ketidakamanan perempuan. Industri kecantikan bernilai $6,5 miliar setiap tahun di Australia, dan penduduk Australia diperkirakan akan membelanjakan $452,5 juta untuk produk penurunan berat badan tahun ini. Bagi kapitalis, perempuan yang merasa sedih tentang penampilan mereka bukanlah masalah sosial, tetapi peluang bisnis yang menguntungkan.

Motif keuntungan lebih dalam daripada ini. Kapitalisme berfungsi karena kebanyakan dari kita pergi bekerja setiap hari dan membuat atau melakukan sesuatu untuk para bos. Buruh dibayar kurang dari nilai yang mereka hasilkan, dan bos merampas sisanya, beberapa diantaranya menjadi keuntungan. Tak pelak lagi, para kapitalis tertarik pada orang-orang yang bekerja semurah dan sekeras mungkin. Tenaga kerja yang patuh dan patuh adalah cikal bakal profitabilitas kapitalis, dan tenaga kerja di mana separuh buruh menerima upah yang lebih rendah dan dengan kondisi yang lebih buruk seperti yang diterima perempuan, lebih bagus lagi.

Upah rendah sistematis untuk perempuan telah memberikan keuntungan miliaran bagi kapitalis. Menurut Workplace Gender Equality Agency, perempuan yang bekerja penuh waktu berpenghasilan 14 persen lebih rendah dari rekan laki-laki mereka, atau $241,50 per minggu berdasarkan rata-rata penghasilan penuh waktu. Ini berarti, rata-rata, kapitalis menghasilkan $12.558 lebih banyak per tahun dari setiap pekerja perempuan penuh waktu daripada dari laki-laki.

Upah perempuan yang lebih rendah sebagian karena konsentrasi perempuan dalam industri berupah rendah, seperti kebersihan, perawatan anak, pendidikan, perawatan kesehatan, ritel dan hospitality. Tetapi bahkan di berbagai kualifikasi dan pada tahap kehidupan yang relatif sama, seperti akhir pendidikan formal, perempuan berakhir lebih buruk. Upah awal untuk perempuan lulusan universitas masih 4,8 persen lebih rendah daripada laki-laki, dan 14,6 persen lebih rendah untuk mereka yang memiliki kualifikasi pascasarjana (kursus).

Tanggung jawab perawatan yang secara tidak proporsional jatuh pada perempuan, termasuk perawatan anak dan perawatan lansia, berarti bahwa perempuan lebih mungkin daripada laki-laki untuk melakukan pekerjaan lepas atau paruh waktu. Ini berarti kesenjangan upah berdasarkan gender antara semua perempuan yang bekerja dan semua laki-laki yang bekerja jauh lebih besar daripada perbedaan antara pekerja penuh waktu.

Perempuan juga lebih cenderung mengambil cuti setelah melahirkan anak, yang memiliki implikasi signifikan bagi kapasitas penghasilan jangka panjang mereka. Perempuan mengakhiri kehidupan kerja mereka di Australia, misalnya, dengan rata-rata uang pensiun 42 persen lebih sedikit dibandingkan rekan pria mereka.  

Posisi perempuan yang tidak setara di tempat kerja memiliki keuntungan lain untuk kelas kapitalis: yaitu menciptakan pembelahan di dalam kelas buruh. Secara historis, gagasan bahwa perempuan tidak termasuk dalam kerja upahan, bahwa mereka mengambil pekerjaan laki-laki, bahwa mereka kurang dapat diandalkan atau kompeten daripada laki-laki atau bahwa mereka bersedia menerima upah rendah dan kondisi buruk, telah menimbulkan permusuhan terhadap buruh perempuan dan menyebabkan banyak perempuan menjauh daria kerja upahan. Hal ini telah berubah, tetapi gagasan bahwa perempuan bertanggung jawab baik atas kerja yang diupah maupun pengasuhan anak atau tuntutan domestik lainnya dengan cara dimana laki-laki tidak diperlakukan seperti itu, masih tetap ada.

Bagiamanapun itu dibenarkan, adanya ketidaksetaraan antara kelompok buruh mana pun merongrong potensi buruh untuk bersatu dan menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk menantang bos mereka dan memenangkan kondisi yang lebih baik. Ketika ketidaksetaraan tidak mendorong permusuhan langsung, maka itu dapat menciptakan realitas sosial yang mengaburkan posisi kelas dan identifikasi pada aspek-aspek lain dari status sosial dan ekonomi.

Inilah mengapa adu domba dan kuasai menjadi alat bagi mereka yang berkuasa sepanjang sejarah kapitalisme. Seksisme merongrong kekuatan kelas buruh secara keseluruhan serta membuat buruh perempuan kurang percaya diri untuk menuntut kenaikan gaji atau sebaliknya menentang bos, keduanya menguntungkan kelas kapitalis.

Seksisme di tempat kerja terhubung dengan dan memperkuat institusi kapitalis utama lainnya yang bertanggung jawab atas penindasan perempuan yaitu: keluarga. Keluarga memiliki fungsi ekonomi yang penting, yaitu untuk memastikan pasokan tenaga kerja yang sehat dan patuh ke pabrik-pabrik, tambang dan berbagai call center kapitalisme. Kaum kapitalis ingin buruh dididik, dilatih untuk menghormati otoritas dan menerima kekuasaan yang dimiliki bos dan negara atas kehidupan buruh. Mereka juga ingin para buruh mencapai kedewasaan tanpa terluka parah sehingga mencegah mereka untuk bekerja. Struktur keluarga, dengan tanggung jawab terkait dari berbagai anggotanya, adalah mekanisme yang andal untuk hal ini.

Keluarga juga mengambil sebagian besar tanggung jawab untuk merawat lansia, anggota keluarga yang sangat muda atau difabel, yang mengambil tekanan dari pemerintah untuk menyediakan layanan perawatan yang tepat bagi mereka yang membutuhkannya. Sebuah studi tahun 2017 oleh PricewaterhouseCoopers menemukan bahwa perempuan melakukan 72 persen dari kerja yang tidak dibayar di Australia, sebagian besar adalah perawatan anak. Diukur berdasarkan waktu, studi ini menemukan bahwa perawatan anak yang tidak dibayar adalah industri terbesar di Australia, tiga kali ukuran industri jasa keuangan dan asuransi. Bagian besar dan penting dari ekonomi kapitalis beroperasi sepenuhnya secara informal dan tanpa biaya bagi mereka yang mendapatkan manfaatnya, yaitu kelas kapitalis. Kerja yang tidak dibayar di rumah setara dengan sekitar 50 persen dari PDB, menurut ekonom Selandia Baru Marilyn Waring.

Layanan berkualitas rendah atau rusak membuat tekanan pada orang untuk merawat secara pribadi anak-anaknya atau kerabat lainnya, atau membayar biaya tinggi kepada penyedia jasa. Ini baik secara langsung menghasilkan uang untuk kelas kapitalis atau memungkinkan lebih banyak pendapatan pajak diarahkan menjauh dari layanan sosial dan menuju subsidi untuk bisnis, yang keduanya merupakan kemenangan untuk bisnis. Tanpa perempuan merasakan kewajiban tersebut, situasi tidak akan dapat dipertahankan atau menyebabkan kerusakan sosial yang dapat mengancam stabilitas dan keuntungan. 

Keluarga juga merupakan kunci untuk menginisiasi orang-orang ke dalam peran gender yang diharapkan sesuai dengan mereka sepanjang hidup mereka, baik dalam kehidupan pribadi mereka maupun di tempat kerja. Anak-anak disosialisasikan untuk menerima pembagian kerja yang tidak merata antara laki-laki dan perempuan sebagai hal yang alami dan ekspresi dari kecenderungan bawaan. Mereka diharapkan untuk memenuhi peran-peran ini dan mendapatkan rasa kepuasan dari melakukannya. Bagi perempuan, ini berarti menjadi menarik bagi laki-laki, tidak terlalu memaksa atau ambisius, dan bersedia melakukan pekerjaan merawat tanpa pamrih, tanpa upah di rumah dan menanggung kerugian ekonomi dan ketergantungan yang menyertainya. Harapan gender perempuan, bahwa mereka tidak akan mengancam, menghormati dan objek dari hasrat seksual di atas segalanya, berarti perempuan memiliki kesulitan ekstrim untuk menyatakan diri dan mencapai apa yang bagi laki-laki relatif mudah. Ini menjadi kerugian dalam setiap bidang kehidupan, dari pendidikan hingga jaminan pekerjaan hingga pada negosiasi hubungan.

Kuncinya adalah mempertahankan penindasan perempuan, keluarga adalah institusi yang saling bertentangan. Dalam masyarakat yang tidak manusiawi, yang digerakkan oleh keuntungan, keluarga menawarkan peluang terbaik untuk pemenuhan pribadi yang bermakna bagi laki-laki dan perempuan. Ini adalah kasus bahkan dalam situasi pelecehan dan kekerasan, yang biasa terjadi di lingkungan pribadi, yang sebagian besar tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tekanan besar dalam keluarga. Ini adalah bagian penting dari umur panjang keluarga sebagai institusi sosial.

Keluarga memastikan tingkat stabilitas sosial yang tinggi dan menanamkan rasa tanggung jawab pada orang-orang, yang dari sudut pandang kelas kapitalis sangat diinginkan, karena mereka tergantung pada tenaga kerja yang patuh dan dapat diandalkan. Inilah sebabnya mengapa politisi dari semua kalangan sangat tertarik untuk mempromosikannya.

Yang penting, ketidaksetaraan di rumah dan tempat kerja saling berinteraksi dan saling memperkuat satu dengan lainnya. Upah rendah berarti perempuan lebih mungkin tinggal di rumah dengan anak-anak daripada laki-laki. Perempuan di rumah membentuk pemahaman anak-anak mengenai peran dan ekspektasi perempuan tentang masa depan mereka sendiri. Dan itu membuat lebih sulit bagi perempuan untuk kembali memasuki dunia kerja, mengutuk diri mereka untuk bekerja paruh waktu atau kasual, yang pada gilirannya memperkuat posisi subordinasi mereka di rumah.

Karena begitu sentral dalam proses menghasilkan keuntungan, seksisme terwujud melalui hampir setiap lembaga sosial dan praktik budaya kapitalisme. Ini berarti sudah mendarah daging, dan oleh karena itu sulit untuk dilawan atau ditentang pada tingkat individu.

Tidak ada pilihan hidup yang dapat anda buat yang memungkinkan anda melepaskan diri dari seksisme. Apakah perempuan punya anak atau tidak, menikah atau tidak, hidup tanpa hubungan dengan laki-laki, berpakaian minim, bergender netral, atau berpakaian abad 18 – tidak ada yang bisa menghindari kenyataan seksisme. Lebih buruk lagi, seksisme sering menyebabkan perempuan menyalahkan diri sendiri atas kenyataan ini, termasuk merasa sangat tidak percaya diri, berfikir negatif tentang tubuh mereka dan merasa malu atas kekerasan yang dilakukan pada mereka oleh orang lain.

Jadi, walaupun penting untuk sadar akan seksisme dan waspada dengan banyak perwujudannya yang halus dan/atau yang tidak begitu halus, untuk memiliki masyarakat tanpa seksisme memerlukan lebih dari sekadar kesadaran. Basis material ketidaksetaraan gender perlu dihancurkan, dan mereka yang memiliki kepentingan sosial dan ekonomi dalam subordinasi perempuan perlu digulingkan.

Pandangan yang paling umum tentang bagaimana seksisme harus diperangi – adalah menempatkan wajah perempuan di posisi-posisi tinggi – sama sekali tidak cukup. Semakin banyak perempuan pemimpin dunia dan juga CEO perempuan, tidak serta merta akan mengarah ke dunia tanpa seksisme. Perempuan harus memegang jabatan tinggi setara dengan laki-laki, tetapi itu bukanlah strategi untuk pembebasan. Untuk itu, penyebab penindasan perempuan harus dihilangkan. Ini berarti sistem profit yang lebih luas harus diakhiri, bersama dengan semua instrumen kontrol sosial dan penindasannya.

Naskah diambil dari website Red Flag. Dapat diakses melalui Why Sexism Persists dimuat pada 24 Februari 2020. Diterjemahkan oleh Arjuna S.R, anggota Lingkar Studi Sosialis

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: