Sejarah

Perempuan Dalam Revolusi Februari 1917

Sejarah Revolusi Rusia 1917 mengandung banyak pelajaran tentang bagaimana perjuangan kelas memberi jawaban akhir atas pertanyaan seputar pembebasan perempuan. Selama sembilan belas bulan antara Februari dan Oktober, terdapat peran kaum perempuan yang tak dapat diabaikan berpartisipasi dalam kerja revolusioner, juga memainkan peran penting dalam revolusi.

Tahun 1917 diawali dengan pemogokan sekitar 150 ribu buruh di Petrograd pada 9 Januari. Kemudian Kemudian pada Hari Perempuan Sedunia tanggal 23 Februari, buruh perempuan dari pabrik tekstil di distrik Vyborg, Petrograd, melancarkan pemogokan. Mereka bergerak dari pabrik ke pabrik mengajak para buruh untuk mogok. Mereka meminta solidaritas dan keterlibatan dari para buruh laki-laki, terutama buruh terampil di pabrik-pabrik metal dan mesin yang dianggap sebagai buruh perkotaan yang paling memiliki kesadaran politik dan kekuatan sosial. Para perempuan tersebut melemparkan kayu, batu dan bola salju ke jendela-jendela pabrik dan menggruduk pabrik satu persatu. Sekitar 80 ribu buruh bergerak dari pabrik-pabrik mereka ke Petrograd. Mereka meneriakan “Roti”, “Perdamaian”, “Kebebasan” dan “Gulingkan Otokrasi” sambil menyanyikan lagu-lagu revolusioner.

Para perempuan buruh juga berhasil meyakinkan sebagian prajurit untuk mendukung pemogokan buruh. Barikade tentara didatangi sementara para prajurit yang menjaga depot trem berhasil diyakinkan oleh perempuan buruh trem. Trem-trem tersebut kemudian digulingkan menjadi barikade untuk menahan laju polisi. Bahkan Kazaki ragu-ragu untuk melakukan represi terhadap aksi buruh.

Keesokan harinya jumlah buruh yang mogok meningkat dua kali lipat menjadi 158 ribu orang. Ini adalah pemogokan politik terbesar dalam masa perang. Terjadi rapat-rapat akbar dan demonstrasi di pabrik-pabrik. Demonstrasi diikuti dengan pemogokan menyebar ke seluruh kawasan industri. Pemogokan terus berlangsung dan semakin membesar serta semakin radikal. Pada tanggal 25 Februari, sekitar 35 pemimpin buruh bertemu di Petrograd Union of Workers Co-operative dan mendirikan soviet.

Tsar Nicholas II memerintahkan jenderalnya untuk melakukan represi. Para aktivis ditangkapi dan demonstrasi dilarang namun massa tidak mundur. Lima hari setelah demonstrasi Hari Perempuan Sedunia, Petrograd berada di tangan para buruh. Tiga hari setelahnya, tentara yang loyal kepada Tsar menyerah demikian juga para menteri dan Tsar sendiri.

Demikianlah, keberanian yang ditunjukkan oleh kaum perempuan dalam revolusi Februari telah menaruh pondasi awal bagi keberlanjutan revolusi untuk menghabisi seluruh kelas penguasa Rusia hingga Revolusi Oktober mendatang dan memberi jawaban yang nyata dan paling maju dari pembebasan perempuan di negeri-negeri manapun.

Sebelum revolusi meletus di Rusia, penindasan terhadap perempuan tersebar luas di pedesaan yang terbelakang secara budaya, di mana Gereja dan tradisi masyarakat masih memegang teguh sebuah ajaran yang diskriminatif terhadap perempuan. Di bawah rezim Tsar, kaum perempuan diperlakukan layaknya properti. Perempuan tidak lebih dari sekedar budaknya laki-laki, sebagai akibatnya segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dilegalkan. Pendidikan terhadap perempuan juga sangat terbatas. Anak-anak, terutama anak perempuan, hanya diharapkan dapat membantu kerja-kerja domestik maupun kerja di pabrik. Banyak anak perempuan ditarik keluar dari sekolah setelah satu tahun bersekolah, itu pun jika mereka beruntung dapat bersekolah. Pekerja perempuan mulai dipekerjakan di pabrik pada usia 12-14 tahun, bahkan banyak di antaranya lebih muda. Hari kerja pun berlangsung sangat panjang hingga 18 jam untuk upah yang sangat sedikit, yaitu hanya separuh dari upah laki-laki. Tidak adanya cuti haid dan cuti hamil serta tunjangan untuk biaya melahirkan juga memperparah kondisi perempuan pada saat itu.

Semenjak pecahnya perang dunia pertama 1914, pertumbuhan pekerja perempuan di bidang industri semakin cepat, terutama industri tekstil dan industri logam. Di bawah kondisi perang, kesejahteraan rakyat dikorbankan untuk membiayai perang. Dengan kondisi seperti itu, kaum perempuanlah yang paling menanggung beban. Mereka kehilangan anggota keluarganya, kelaparan dan harus menjalani kerja yang berat untuk menyokong produksi di Rusia sekaligus melakukan kerja domestik. Tidak jarang mereka harus menahan rasa sakit akibat kelelahan yang parah, beberapa bahkan tumbang tak sadarkan diri di dalam pabrik-pabrik. Ketika musim dingin tiba, penderitaan mereka semakin berat dan korban yang berjatuhan meningkat jumlahnya.

Kaum perempuan telah terlibat dalam kerusuhan roti (bread riots) sejak pertengahan tahun 1915. Ekspresi dari kemarahan dan frustasi akibat kekurangan makanan untuk keluarganya yang kelaparan. Menjelang Revolusi Februari, keresahan di kalangan perempuan semakin menguat. Demikian juga jumlah pemogokan terus meningkat yang 75 persennya adalah pemogokan politik. Sebelum Revolusi Februari kaum perempuan telah menimbang-nimbang pengalaman mereka, pengetahuan mereka, aksi yang sudah mereka lakukan dan pilihan-pilihan yang ada.

Revolusi ini telah membawa suatu kemajuan besar bagi demokrasi. Suatu proses demokratisasi terjadi di pabrik-pabrik dan ranah kehidupan yang lain termasuk di dalam keluarga. Hukum-hukum lama rezim Tsar dihapuskan dan diganti dengan hukum yang lebih demokratis. Revolusi juga telah meletakkan dasar bagi emansipasi sosial kaum perempuan.

Kaum perempuan memiliki hak yang setara untuk menjadi kepala rumah tangga dan mendapat upah yang setara dengan laki-laki. Perhatian juga diberikan pada peran Ibu yang melahirkan dan undang-undang persalinan khusus diperkenalkan dengan memberi hak cuti untuk mereka yang hamil, memberi tunjangan biaya persalinan maupun memberi kebebasan untuk melakukan aborsi dengan aman.

Tidak ada lagi kerja berjam-jam yang melelahkan, waktu kerja telah dikurangi hingga tidak lebih dari 8 jam. Pembatasan usia kerja diberlakukan dan anak-anak dijamin mendapat perawatan yang baik dalam pusat perawatan anak, sekolah-sekolah publik dengan guru-guru yang memiliki panggilan nyata untuk pekerjaan itu. Tempat-tempat pencucian umum dan restoran-restoran umum juga didirikan, dengan demikian pekerjaan domestik menjadi sangat ringan dan membebaskan perempuan sebagai pekerja domestik semata.

Soviet-soviet yang kemudian berdiri setelah revolusi telah membebaskan perempuan dari institusi keluarga yang sempit, usang, jenuh dan stagnan. Keluarga sebagai sebuah unit ekonomi kecil yang terisolasi digantikan oleh sebuah sistem perawatan dan akomodasi sosial. Penyerapan total atas fungsi-fungsi rumah tangga di dalam keluarga oleh lembaga-lembaga masyarakat sosialis, menyatukan semua generasi dalam solidaritas dan gotong-royong, membawa pembebasan sejati bagi kaum perempuan dari belenggu yang telah berusia ribuan tahun.

Ditulis oleh Miswanto, Anggota Lingkar Studi Sosialis
Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 37, I-II Februari 2018, dengan judul yang sama.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: