Perjuangan

Jejak Gerakan Kiri, Pelajaran untuk Perjuangan Kini: Memperkenalkan Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia (LSSI)

Indonesia memiliki sejarah panjang perjuangan rakyat tertindas melawan kolonialisme, feodalisme, militerisme dan kapitalisme. Dalam perjuangan tersebut, pemikiran kiri memainkan peran sentral sebagai salah satu arus utama dalam membentuk kesadaran politik, strategi perjuangan, hingga arah pembangunan bangsa. Namun, jejak sejarah ini telah dikubur dalam-dalam melalui pemberangusan sistematis terhadap literasi kiri, terutama sejak peristiwa 1965 dan konsolidasi rezim Orde Baru. Sejak kudeta militer yang melahirkan rezim Orde Baru pada 1965-1966, Indonesia memasuki babak kelam dalam sejarah intelektual dan kebudayaannya. Di bawah kepimpinan Soeharto, negara secara sistematis melakukan penghancuran terhadap segala bentuk ekspresi yang dianggap “kerakyatan”, “kiri”, “komunisme, ataupun berbau “Marxisme-Leninisme”. Bukan hanya pembunuhan masalah yang terjadi pada ratusan ribu orang yang dianggap sebagai PKI, akan tetapi pembersihan total terhadap warisan intelektual kiri—mulai dari buku, majalah, hingga aktivitas penerbitan dan diskusi.

Literasi kiri yang pernah tumbuh subur di era Sukarno, dengan tokoh-tokoh seperti Pramoedya Ananta Toer, D. N. Aidit, atau bahkan lembaga-lembaga seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), diberangus habis. Perdebatan soal pembangunan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan kelompok-kelompok atau bahkan tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjauhkan tradisi kiri dalam kesenian di Indonesia juga dibahas oleh Keith Foulcher dalam bukunya berjudul Komitmen Sosial dalam Seni dan Sastra: Sejarah Lekra 1950-1965. Pemberangusan buku-buku karya Marx, Engels, Lenin, hingga tulisan analitis mengenai sosialisme dan perjuangan kelas dilarang dan dikriminalisasi. Banyak pustaka dibakar, perpustakaan ditutup, dan siapa pun yang kedapatan menyimpan atau membaca bahan bacaan tersebut dapat dituduh subversif.

Proses ini melahirkan sebuah generasi yang terputus dari sejarah intelektual kritis bangsanya sendiri. Orde Baru secara efektif membentuk lanskap pengetahuan yang didominasi oleh narasi antikomunisme yang monolitik, sementara segala bentuk pemikiran alternatif dihilangkan dari ruang publik.  

Bahkan setelah tumbangnya Orde Baru pada 1998, jejak-jejak represi terhadap literasi kiri masih bertahan. Penghancuran ide-ide kiri atau bahkan tradisi kiri melalui media atau literasi-literasi yang berkaitan dengan itu menjadi hal yang dominan diupayakan oleh pemerintah Orde Baru, ini dituliskan juga oleh Wijaya Herlambang (2011) dalam buku berjudul Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film. Meskipun keran kebebasan terbuka lebih lebar, stigma terhadap Marxisme dan sosialisme tetap hidup. UU No. 27 Tahun 1999 yang merevisi KUHP pasal subversif, misalnya, masih mengkriminalisasi penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme, sehingga menjadi penghalang formal terhadap rehabilitasi literatur kiri. Kasus-kasus pembubaran diskusi buku, pelarangan pemutaran film bertema 1965, dan persekusi terhadap komunitas literasi menunjukkan bahwa luka lama belum sembuh.

Situasi yang terus berlanjut mengindikasi bahwa proyek depolitisasi rakyat yang dimulai sejak orde baru belum sepenuhnya berakhir. Dalam konteks ini, upaya menghidupkan kembali literasi kiri melalui pendokumentasiannya bukan semata tindakan akademik, melainkan langkah politis untuk merebut kembali hak rakyat atas sejarah dan pikirannya sendiri.

Upaya untuk menghapuskan jejak tradisi kiri yang meliputi kebudayaannya dan organisasinya kembali mencuat pasca statement  Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang mengatakan bahwa pemerintah sedang mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Ia mengatakan bahwa proyek ini akan rampung pada Agustus nanti bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025. Dilansir melalui tempodotco (publikasi melalui Intagram 4 Juni 2025), terdapat berbagai peristiwa yang akan diubah dalam penulisan ulang sejarah Indonesia–salah satunya ialah penambahan nama PKI dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Dituliskan secara eksplisit di dalam naskah sejarah Indonesia versi pemerintah bahwa keterlibatan PKI dalam peristiwa bersejarah tersebut, ini memunculkan perdebatan di kalangan sejarawan atau bahkan gerakan-gerakan kiri yang hari ini masih bertahan. Ditambah dengan statement dari Agus Mulyana sebagai Direktur Sejarah dan Kemuseuman Kementrian Kebudayaan yang menanggapi persoalan kritik dari berbagai kelompok masyarakat terhadap Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, dilansir dari Tempo.co (dipublikasi melalui website pada tanggal 27 Mei 2025)–ia menyatakan bahwa pihak-pihak yang menolak dan mengkritik proyek penulisan sejarah tersebut sebagai kelompok radikal dan sesat. 

Ini juga merupakan salah satu upaya terstruktur yang dilakukan oleh negara untuk kembali membelokkan fakta sejarah yang sebenarnya terjadi. Kondisi ini menciptakan ruang hampa dalam tradisi berpikir kritis. Kaum muda Indonesia, yang lahir pasca-Orde Baru, tumbuh dalam atmosfer anti-komunis yang diwariskan tanpa pengetahuan yang memadai. Ini juga dapat dinilai sebagai upaya untuk menghapuskan kompleksitas yang terjadi dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Sejarah adalah arena pertarungan tafsir antara kekuasaan dan rakyat. Dalam hal ini, penulisan ulang sejarah oleh negara adalah bentuk dominasi ideologis untuk mematikan kesadaran kelas dan mengaburkan jejak perlawanan.

Kami melihat bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang gerakan Kiri yang memiliki peran besar dalam pembangunan bangsa serta perjuangan pembebasan kelas buruh dan rakyat Indonesia maupun di tingkatan internasional. Peran yang demikian besar tersebut berulang kali coba dihancurkan, ditutupi ataupun dimanipulasi oleh kelas berkuasa, para elit politik. Selain PKI yang merupakan organisasi kiri yang tumbuh besar di Indonesia, organisasi lainnya juga seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), BTI (Barisan Tani Indonesia), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Front Demokrasi Rakyat, AKOMA maupun Partai Murba. Pada periode 1980an, terutama dari kalangan mahasiswa berkembanglah gerakan kiri yang baru. Di awali dari berbagai kelompok-kelompok diskusi, gerakan mahasiswa mengambil strategi “melingkar”, melakukan aksi-aksi advoksi terhadap kasus-kasus rakyat. Gerakan mahasiswa mencoba menyadarkan mayoritas  mahasiswa yang terkena trauma dan mengalami depolitisasi dengan menunjukkan realitas-realitas yang ada di masyarakat, bahwa penindasan, pelanggaran HAM, kesewenang-wenangan dilakukan oleh penguasa. Proses ini memuncak dengan berdirinya Partai Rakyat Demokratik (PRD). PRD menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah gerakan kiri di Indonesia dalam penggulingan Soeharto. Di luar itu terdapat berbagai gerakan Kiri lainnya dengan berbagai tendensi yang juga berharga untuk dipelajari.

Pada Kongres V Perserikatan Sosialis memutuskan pembangunan Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia (LSSI). Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia didirikan untuk menggali sejarah gerakan Kiri di Indonesia selain itu juga untuk menyelamatkan banyak diskursus kritis dan teori penting yang lahir baik dari penyerapan gerakan revolusioner internasional maupun pertumbuhan perjuangan berbasis akar rumputnya sendiri. Dengan begitu maka terdapat bahan yang dapat menjadi pelajaran berharga bagi gerakan Kiri, buruh dan rakyat Indonesia pada saat ini.

Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia (LSSI) mengumpulkan dokumen-dokumen, baik bersifat resmi dan non resmi; 1)Dokumen Resmi berupa surat kabar, jurnal organisasi, AD-ART, hasil kongres atau konferensi organisasi, hasil rapat, buletin, dan berbagai dokumen lain yang berkaitan dengan aktivitas formal organisasi. 2) Dokumen Non-Resmi berupa kliping koran, majalah, dokumentasi audio-visual, dokumentasi foto, ataupun buku dan berbagai sumber terkait perjuangan organisasi kiri di Indonesia.

Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia (LSSI) berkomitmen menjaga warisan sejarah gerakan kiri Indonesia agar tidak terlupakan. Selain mendokumentasikan LSSI juga mendorong pemahaman yang mendalam tentang dinamika perjuangan gerakan kiri di Indonesia yang dapat membantu memberikan ruang pembelajaran bagi gerakan kiri di Indonesia hari ini. 

Lembaga Sejarah Sosialis Indonesia

Loading