Teori

Marxisme vs Anarkisme: Bagaimana Kita Dapat Menyelamatkan Lingkungan?

Oleh Grace Hill

Skala dari krisis iklim mendorong munculnya minat baru terhadap politik anti-kapitalis, terutama di antara kalangan kaum muda. Dengan sendirinya terbukti bahwa tindakan radikal dibutuhkan untuk menghentikan industri bahan bakar fosil dan memulihkan pemanasan global, serta tanpanya, masa depan umat manusia menjadi suram.

Namun, tak semua politik anti-kapitalis berwujud sama. Terlepas dari lapisannya yang meyakinkan, anarkisme gagal menawarkan alternatif radikal atas perusakan lingkungan yang diciptakan kapitalis. Ia tak memberikan panduan untuk mengalahkan kekuatan kapitalis, atau strategi yang efektif untuk mengatur kembali masyarakat secara berkelanjutan.

Terdapat banyak varian dari anarkisme. Dua di antaranya yang paling utama memperhatikan persoalan lingkungan adalah “anarkisme hijau” dan gagasan-gagasan Murray Bookchin.

Anarkisme hijau terkenal dengan perspektif nihilisme, primitivisme, dan anti-peradabannya. John Zerzan, salah satu penulis anarko-primitivis paling terkemuka, berpendapat bahwa peradaban, teknologi, dan tenaga kerja yang terspesialisasi merupakan akar dari kecenderungan masyarakat terhadap perusakan lingkungan. Zerzan menulis bahwa dominasi manusia terhadap alam “dimulai 10.000 tahun yang lalu, ketika nenek moyang kita mulai menjinakkan hewan dan tumbuhan. Dalam 400 generasi keberadaan manusia sejak saat itu, semua kehidupan alam telah dimasuki dan dijajah pada tingkat yang paling dalam”. Peradaban, tulisnya, “selalu dipaksakan, dan membutuhkan penaklukan dan penindasan yang berkelanjutan”. Solusinya? “Teknologi dan kaki tangannya, budaya, harus dipenuhi oleh sebuah otonomi dan penolakan tegas yang melihat seluruh rentang keberadaan manusia dan menolak semua dimensi penahanan dan perusakan.”

Zerzan berpendapat bahwa peradaban harus diakhiri, dan manusia harus melihat ke belakang pada masyarakat pengumpul-pemburu untuk mengembalikan keseimbangan dengan alam dan untuk mengakhiri keterasingan manusia dari alam. Bukan kapitalisme pada khususnya, melainkan peradaban manusia yang tak terdiferensiasi lah yang harus disalahkan, dan karena itu kita semua berbagi kesalahan kolektif atas krisis lingkungan. Pengobatan modern, komputer, dan produksi apa pun dalam skala besar: semuanya harus dihancurkan atau ditentang untuk menyelamatkan spesies kita.

Penggali gagasan ekologi sosial anarkis, Murray Bookchin, memberikan perspektif anarkis yang tak begitu absurd. Teori ekologi sosialnya berpusat pada ketegangan dalam masyarakat modern sebagai penyebab perusakan lingkungan tapi ketegangan yang muncul sebagai akibat dari karakteristik khusus masyarakat, bukannya struktur dasar dominasi kelasnya. Ini termasuk hierarki kelas yang menindas, seksisme atau ageisme, atau kecenderungan kapitalisme untuk mengonsentrasikan dan memusatkan produksi. Dalam Post-Scarcity Anarchism, misalnya, Bookchin menulis:

“Satu abad lalu, adalah hal yang tepat menganggap pencemaran udara dan pencemaran air sebagai hasil dari kegiatan yang mementingkan diri sendiri yang dilakukan para baron dan birokrat industri. Kini, penjelasan moral ini akan menjadi penyederhanaan yang berlebihan … masalah yang lebih serius dibandingkan sikap para pemilik adalah ukuran perusahaan itu sendiri — proporsi mereka yang sangat besar, lokasi mereka di wilayah tertentu, kepadatan mereka yang bersinggungan dengan masyarakat setempat atau saluran air, kebutuhan mereka untuk bahan baku dan air, dan peran mereka dalam menciptakan divisi tenaga kerja skala nasional.” Jadi, bagi Bookchin masalah utamanya terletak pada skala produksi kapitalis, bukan subordinasi mereka atas keuntungan.

Hal ini mencerminkan kecenderungan anarkisme ke arah liberalisme. Teori Bookchin dibangun di atas karya anarkis Rusia abad ke-19 Peter Kropotkin, teorinya tentang koperasi dan gotong royong (mutual aid) mengajukan sebuah alternatif, pandangan liberal akan sejarah yang bertentangan dengan materialisme historis Marx. Alih-alih mengajukan sejarah yang dibentuk oleh perjuangan kelas, Kropotkin berpendapat, itu merupakan perjuangan antara hierarki, otoritas dan sentralisasi di satu sisi, dan institusi gotong rotong yang mewakili kebebasan di sisi lain. Kropotkin adalah seorang pendukung perjuangan kelas pekerja tetapi dia melihat akar dominasi tak harus berupa eksploitasi dan kekuasaan kelas penguasa, tetapi penerimaan masyarakat atas otoritas dan mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhadap diri sendiri. Kropotkin mengangkat komune tani sebagai alternatif kooperasi, dalam posisi yang berlawanan dengan kekuatan pekerja.

Marxisme memiliki pandangan yang sama sekali berbeda mengenai penyebab perusakan lingkungan dan tindakan yang diperlukan untuk mengakhirinya. Dalam Kapital, Marx menyatakan bahwa hubungan antara manusia dan alam dimediasi oleh kerja: kerja manusia adalah, “pertama-tama, suatu proses antara manusia dan alam, suatu proses yang manusia mediasi, atur, dan mereka mengontrol metabolisme antara dirinya sendiri dan alam melalui tindakan-tindakannya sendiri. Ia berhadapan dengan bahan-bahan alam sebagai kekuatan alam. Ia menggerakkan kekuatan-kekuatan alam yang termasuk tubuhnya sendiri, lengan, kaki, kepala, dan tangannya, untuk menguasai bahan-bahan alam dalam bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhannya sendiri. Melalui gerakan ini, ia mengikuti sifat eksternal dan mengubahnya, dan dengan cara ini, ia sekaligus mengubah sifatnnya sendiri”.

Dalam masyarakat komunal primitif, kerja manusia berbentuk kolektif dan sukarela. Munculnya kelas-kelas sosial beberapa ribu tahun lalu, yang menciptakan perpecahan antara para pekerja dan kelas non-pekerja yang mengontrol proses dan produk kerja, mengubah hubungan manusia dengan kerja mereka, dan karena itu juga mengubah hubungan manusia dengan alam. Membuat keduanya menjadi teralienasi.

Dengan demikian, umat manusia menjadi kekuatan yang semakin merusak, dan dengan munculnya kapitalisme, hal ini menjadi bencana yang amat besar. Kekuatan produktif yang tak terbayangkan sebelumnya telah dilepaskan, menciptakan potensi kebebasan yang sangat besar bagi manusia. Tetapi subordinasi kekuatan ini terhadap motif keuntungan menyebabkan bahaya yang mengerikan, baik bagi orang-orang maupun lingkungan tempat mereka bergantung untuk bertahan hidup. Hari ini, perusakan lingkungan mengancam kehidupan jutaan orang.

Marxisme mengidentifikasi para pelaku yang menyebabkan perubahan iklim karena kelas kapitalis, minoritas yang sangat kuat secara ekonomi dan politik yang mengatur masyarakat sesuai dengan logika akumulasi modal dan cara memperkaya mereka sendiri. Kapitalis mengendalikan tambang batu bara, pabrik, dan sistem transportasi, mengoperasikannya dengan cara yang paling menguntungkan, tanpa peduli kerusakan yang terjadi pada planet ini. Persaingan menentukan bahwa mereka mengutamakan keuntungan di atas segalanya, yang bisa diprediksi, membawa bencana kepada manusia dan lingkungsn.

Perbedaan pemahaman kaum Marxis dan Anarkis mengenai penyebab perusakan lingkungan mengarah pada strategi yang berbeda untuk mengakhirinya. Bagi kaum Marxis, kelas pekerja adalah satu-satunya kekuatan sosial yang memiliki kekuatan dan kepentingan untuk menantang kekuatan kelas kapitalis dan mengalahkannya. Kapitalisme telah membawa mereka ke dalam jaringan global yang sangat besar, di mana kerja buruh dihubungkan bersama dalam sebuah rantai yang kompleks. Supaya berhasil, perjuangan pekerja pada akhirnya harus bersifat kolektif dan internasional.

Kelas buruh tidak bisa membangun sebuah masyarakat eksploitatif baru, karena untuk memenangkan kekuatan, mereka harus mengambil kendali kolektif atas produksi. Pabrik, laboratorium, dan pembangkit listrik yang menjaga kehidupan masyarakat berjalan tak dapat dioperasikan oleh beberapa individu saja, tetapi membutuhkan kerja sama massa agar mereka bisa berfungsi. Oleh karenanya, perjuangan kelas buruh memiliki kecenderungan akan demokrasi — kontrol kolektif menjamin partisipasi kolektif, yang tanpa hal itu gerakan buruh akan melemah.

Kemenangan kelas buruh mensyaratkan naiknya mereka ke kekuasaan politik, melalui penggulingan negara kapitalis dan menggantinya dengan negara yang berdasarkan pada institusi demokrasi kelas buruh itu sendiri. Hal ini diperlukan baik untuk memerangi kontra-revolusi yang tak terhindarkan dan untuk melakukan tugas yang dianggap mustahil oleh kaum anarkis — demokratisasi semua kerja manusia. Tak seperti negara kapitalis, yang memperkuat otoritas palsu dari segelintir orang atas mayoritas, negara ini didasarkan pada lembaga-lembaga demokrasi pekerja dan ada untuk memaksakan otoritas rakyat — sebuah otoritas yang sah.

Berlawanan dengan solusi yang diajukan oleh para anarkis hijau: “tak beradab”. Untuk mengubah dunia, tanam makanan kalian sendiri, hentikan kepatuhan pada norma-norma sosial dan tinggalkan pengaruh “beradab” dalam hidup kalian. Strategi demikian sebenarnya tak menantang negara atau kekuatan kapitalis.

Bookchin terkenal mengkritik individualisme gaya hidup ini, tetapi gagal mengemukakan strategi alternatif yang tepat. Ia menganggap revolusi buruh sebagai hal yang mustahil karena, menurutnya, buruh berperan dalam mempertahankan kapitalisme. “Proletariat,” tulisnya, “sebagaimana rekan mereka dari golongan rakyat jelata di zaman kuno, berbagi secara aktif dalam sistem yang melihat ancaman terbesarnya dari populasi intelektual, penduduk kota, feminis, gay, pemerhati lingkungan — singkatnya, sebuah “masyarakat” lintas-kelas yang masih mengekspresikan cita-cita utopis revolusi demokratis yang telah lama berlalu”.

Dia berargumen bahwa pengalamannya dalam gerakan buruh membawanya untuk menyimpulkan bahwa apa yang dilihat Marx sebagai kemungkinan bagi kekuatan pekerja sebenarnya mencerminkan ketidakmampuan mereka untuk menggulingkan sistem: “Gerakan kelas buruh tak pernah benar-benar memiliki potensi revolusioner. Pabrik, yang seharusnya mengorganisir para pekerja…, memobilisasi mereka, dan menanamkan kesadaran kelas kepada mereka untuk keluar dari konflik antara kerja upahan dan kapital sebenarnya telah membangun kebiasaan kehendak kaum pekerja … yang pada kenyataannya digunakan untuk mengasimilasi pekerja dengan etos kerja, dengan rutinitas industri, dengan bentuk-bentuk organisasi hierarkis, dan betapa memaksanya Marx berargumen bahwa gerakan semacam itu dapat memiliki konsekuensi revolusioner, pada kenyataannya, gerakan semacam itu tak dapat memiliki apa-apa selain fungsi adaptif murni, tambahan bagi sistem kapitalis itu sendiri”.

Bookchin menolak peran revolusioner kelas pekerja, sebuah posisi umum bagi tradisi anarkis. Visinya tentang masyarakat alternatif dengan demikian tak lebih dari serangkaian kota madya kecil dan terdesentralisasi, bukannya demokratisasi tenaga kerja dan produksi global. Alternatif “populasi yang tersebar” yang dia pandang tidak memiliki kekuatan sosial yang sebanding dengan proletariat dan tidak memiliki karakteristik untuk menjadikannya kelas kolektif secara inheren. Sementara itu Bookchin dengan tepat mengkritik anarkisme gaya hidup, yang fokus pada “populasi yang tersebar” itu sendiri merupakan sebuah versi individualisme, yakni masalah yang mendasari gaya hidup-isme.

Penolakan terhadap peran revolusioner kelas pekerja juga mendasari karakteristik umum lain dari anarkisme: sebuah fiksasi pada aksi langsung, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang relatif kecil. Bagi kaum Marxis, aksi langsung adalah salah satu dari banyak taktik yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan, terutama kekuasaan pekerja. Bagi kaum anarkis, ini adalah taktik dan tujuan. Dengan menolak mengakui otoritas, dan mengungkapkannya melalui aksi langsung, kalian menyangkal legitimasinya dan membangun kekuatan kalian sendiri.

Salah satu kelompok anarkis hijau yang paling aktif, Earth First, membuat namanya muncul di atas pohon untuk mencegah penebangan, bahkan terkadang menancapkan paku logam ke batangnya, melukai pekerja yang memotong dan memproses kayu. Massa mendapatkan hak istimewa untuk menonton pertunjukan besar ini dan mungkin teradikalisasi olehnya — jika mereka tidak terjebak dalam baku tembak. Aksi ini sama pentingnya dengan aksi massa oleh kaum buruh, menurut pandangan sebagian besar kaum anarkis. Bahkan kaum anarkis yang mendukung serikat pekerja dan pemogokan, tak memiliki orientasi untuk mencapai kekuasaan kaum pekerja, sering mengalienasi sekutu potensial dan memprovokasi represi negara tanpa alat pertahanan apa pun. Orientasi mereka mendorong kecenderungan untuk mengabaikan massa pekerja sebagai kelompok konservatif yang putus asa atau membutuhkan pencerahan dari atas. Tokoh anarkis Emma Goldman mengungkapkannya dengan sangat baik: “Selalu, pada setiap periode, beberapa orang adalah pembawa panji dari ide yang hebat, mengenai upaya pembebasan. Tak demikian dengan massa, yang beban beratnya tak membiarkannya bergerak … mayoritas tak terlalu peduli pada cita-cita atau integritas. Apa yang sangat dibutuhkannya adalah pertunjukkan”

Ciri-ciri krisis iklim termasuk deforestasi besar-besaran, ketergantungan semua produksi penting pada industri bahan bakar fosil dan naiknya permukaan air laut yang mengancam ratusan juta orang. Keuntungan setiap kapitalis, bahkan mereka yang bergerak pada kapitalisme “hijau”, dalam beberapa hal bergantung pada energi bahan bakar fosil, angkutan bertenaga bahan bakar fosil, dan setiap bagian dari alam diperlakukan sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi.

Setelah kelas kapitalis dikalahkan, kerja sama yang sangat besar dari seluruh dunia akan diperlukan agar kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi secara berkelanjutan. Kita perlu mendistribusikan kembali sumber daya yang ada kepada mereka yang paling miskin di dunia, serta mengatur ulang dan membangun kembali pertanian, transportasi, energi, dan konstruksi dengan basis yang sama sekali baru. Ini berarti menggunakan kemampuan produksi global yang ada, tetapi untuk tujuan yang berbeda. Kerja sama proletar dunia yang sejati, dan menempatkan seluruh dunia di bawah kendali proletar, akan cukup untuk membuat hal ini menjadi kenyataan. Marxisme adalah politik kekuatan kelas pekerja yang menyediakan peta jalan untuk tujuan tersebut. Anarkisme tidak dapat menawarkan solusi apapun selain lokalisme, tindakan minoritas elitis, penolakan kemungkinan demokratisasi hubungan manusia dengan alam dalam skala massal dan, yang paling parah, berlawanan dengan kekuasaan demokratis kelas pekerja.

Naskah diambil dari website redflag.org.au. Dapat diakses melalui Marxism vs anarchism: how can we save the environment? dimuat pada 23 Mei 2021. Diterjemahkan oleh Nawara Saleh, anggota Liga Pemuda Sosialis.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: