AksiPernyataan Sikap

Hentikan Pelanggaran HAM di Papua

kamisan-18-3Rilis Pers Aksi Kamisan ke18 Malang Raya (5 Januari 2016)

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” (Pembukaan UUD 45).

Hari-hari pergantian tahun baru 2016 ke 2017 baru saja berlalu namun telah dinodai dengan pelanggaran HAM terhadap rakyat di Papua. Opni Yeimo, pemuda Papua dari Enarotali jadi korban pemukulan oknum aparat dalam perayaan Natal dan tahun baru tanggal 30 Desember 2016.

Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak pelanggaran HAM oleh militerisme terkait Papua (baik di dalam ataupun di luarnya). Dimana bukan hanya masih banyak yang belum dituntaskan melainkan juga terus banyak bermunculan. Tahun 2016 lalu saja terdapat pembubaran doa di makam Theys Eluay, penyerbuan rasis aparat bersama ormas lumpen-loyalis premanisme Paksi Katon, ke Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta, serta penangkapan terhadap puluhan aktivis Forum Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua). Ini belum termasuk tahun-tahun sebelumnya seperti kasus Penembakan Paniai di Desember 2014, penembakan terhadap dua warga sipil di Kampung Popome pada Januari 2015, penembakan warga sipil di Distrik Edera Bade Kabupaten Mappi pada Februari 2015, penembakan terhadap dua warga sipil di Kampung Ugapuga Kabupaten Dogiyai pada Juni 2015. Dalam banyak kasus ini para pelaku bebas dan tidak diadili apalagi dihukum.

Hingga kini total, menurut Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, terdapat 8.000 orang Papua yang ditangkap, dianiaya, ditahan, dan diproses secara hukum karena menyampaikan pandangan politik berbeda meskipun secara damai. Penangkapan ini merentang tidak hanya di Papua seperti di Biak, Fak-fak, Jayapura, Manokwari, Merauke, Nabire, Serui, Sorong, Timika, dan Wamena. Namun juga terjadi di Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, dan Manado.

Kebebasan pers juga tidak sepenuhnya dinikmati Papua. Selama ini bukan hanya tidak ada akses bebas bagi wartawan internasional ke Papua namun juga di tahun 2016 lalu terjadi pembreidelan bahkan sempat ada pemblokiran media-media Papua seperti Tabloid Jubi dan Suara Papua. Penindasan demikian menunjukkan belum adanya penegakan HAM dan demokrasi yang sejati bagi rakyat Papua. kamisan-18-2Kebebasan pers maupun kebebasan berpendapat, berorganisasi, berkumpul, masih belum sepenuhnya dinikmati rakyat Papua akibat dominasi militerisme. Terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Indonesia via Pilpres 2014 tidak mengubah hal itu. Terutama karena Jokowi juga bersekutu dengan banyak tokoh militerisme seperti Hendropriyono, Ryamizard Ryacudu, Wiranto, Sutiyoso, Luhut Binsar Pandjaitan, dan sebagainya.

Bahkan di masa rezim Jokowi-JK terdapat peningkatan militerisme. Mulai dari pengerahan 100 personel aparat Brimob Polda Sumbar ke Papua untuk mengamankan PT Freeport Indonesia. Sampai keputusan Jokowi-JK berupa penambahan Komando Daerah Militer Ekstra Teritorial yaitu Komando Daerah Militer (KODAM) XII/Merdeka dan Kodam XVIII/Kasuari Padahal selama ini militerisme justru menjadi aktor pelanggaran HAM di Papua. Lebih parahnya lagi hari ini militerisme bahkan juga mengulangi cara-cara Kediktatoran Militer Orde Baru (Orba) sebagaimana yang dilakukan di Timor Timur, lewat membentuk, melatih, mendanai, dan mengerahkan premanisme untuk dibenturkan dengan rakyat Papua. Misalnya preman-preman dan pekerja seks diorganisir ke dalam aksi Milisi Merah Putih untuk mengadakan demo tandingan, merepresi, serta membakari bendera Bintang Kejora. Ini berisiko memperlebar konflik di Papua.

Oleh karena itu kami, dari Komite Kamisan Malang Raya menuntut:

  1. Hentikan pelanggaran HAM di Papua
  2. Hapuskan militerisme, rasisme, kapitalisme, dan imperialisme yang menjadi biang penindasan di Papua
  3. Beri perlindungan HAM dan demokrasi di Papua serta kebebasan pers maupun kebebasan berpendapat, berorganisasi, berideologi, beragama, berserikat, dan berkumpul seluas-luasnya.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: