Aksi

Trans Jogja Tidak Mematuhi Mahkamah Agung

Trans JogjaRima Satria Pamungkas adalah seorang buruh PT. Jogja Tugu Trans (Trans Jogja) sejak awal berdirinya perusahaan tersebut (Februari 2008). Tidak tahu kenapa pada tanggal 1 Juli 2013 dia di PHK tanpa alasan yang jelas.

Rima S.P. hanyalah salah satu buruh dari beberapa buruh yang senasib dengannya. Kami selaku pengurus Serikat Buruh waktu itu melakukan advokasi agar dapat bekerja lagi. Saat itu Serikat Buruh yang ada masih solid dan 90% buruhnya adalah anggota, sehingga kekuatan kami cukup diperhitungkan pengusaha. Hal itu disadari oleh pengusaha (management), dipecahlah internal kepengurusan Serikat Buruh. Dengan cara iming-iming yang disampaikan pengusaha ternyata berhasil memisahkan kami yang konsisten dengan yang berkepentingan pribadi. Sang Ketua Totok dan Sekjen Widarto beserta pengikutnya membelot ke management.

Wakil Ketua Zainul dan Wakil Sekjen Arsiko beserta pengikutnya tetap konsisten memperjuangkan penolakan PHK sepihak dan juga hak-hak normatif lainnya seperti perempuan hamil diPHK, status kontrak, gaji tidak sesuai anggaran, union busting dan lain-lain. Pada awalnya lebih banyak buruh yang ikut kami (Arsiko ‘CS) dibanding Totok ‘CS, namun karena begitu gencarnya intimidasi management lambat laun semakin menyusut yang diikuti dengan PHK massal terhadap Arsiko ‘CS. Kami menyadari secara jumlah massa kami banyak berkurang, karena banyak yang mencari amannya sendiri. Akhirnya kita galang massa di luar perusahaan bersama organisasi mahasiswa dan buruh lainnya.

Aksi-aksi hingga pemogokan dilakukan bahkan kami juga menempuh jalur litigasi dari bipartit dengan PT. JTT, mediasi di Disnakertrans Bantul, PHI DIY hingga sampai Mahkamah Agung. Akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2014 kami atas nama Rima S.P. menang dengan Putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) MA RI No. 309 K/Pdt.Sus. PHI/2014 jo. 10/G/2013/PHI.YK.

Walaupun demikian hingga saat ini pengusaha PT. JTT masih belum mau melaksanakan putusan inkracht tersebut… Padahal kita juga sering gunakan cara non-litigasi baik berupa aksi-aksi aliansi rakyat se-jogja termasuk juga dalam tuntutan May Day 2015 kemarin. Sampai detik ini management PT. JTT masih bebal, masih dalam pendiriannya. Meskipun Pemerintah DIY mengetahui hal itu, mereka pura-pura tidak tahu dan cenderung membiarkan. Perlu diketahui pula, bahwa setiap ketidak-adilan yang terjadi apalagi menyangkut hajat hidup adalah kejahatan. Serta sikap diam Pemerintah terhadap kejahatan yang terjadi adalah Pelanggaran HAM.

Apabila Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap saja tidak bisa dilaksanakan, meskipun putusan tersebut juga jauh dari normatif (masih banyak hak-hak normatif yang justru dirampas oleh peradilan itu sendiri) apakah itu namanya bukan Pelanggaran HAM? Mau dibawa kemana negara ini bila tempat kita mencari keadilan saja tunduk oleh para Penguasa-Penguasa… Artinya kami sudah mengalami sendiri, bahwa memang benar “PHI adalah Kuburan bagi buruh”.

Oleh : Arsiko.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: