Internasional

Memotong Anggaran (Defund), Melucuti, Mengalahkan, dan Menghapuskan Kepolisian

ditulis oleh Daniel Taylor

Apakah menghapus sama dengan memotong anggaran? Apakah salah satunya berarti kepolisian telah dikalahkan? Apa artinya ketika kaum liberal mulai mengatakan menghapuskan kepolisian tidak terlalu menakutkan? Seorang sosialis mengambil serangkaian slogan yang menarik.

Ini adalah kekuatan gerakan anti-rasis kontemporer: media arus utama di AS secara serius membahas bagaimana dan mengapa kepolisian mungkin dihapuskan. Partai Demokrat sedang dicemooh dan dikejar dari demonstrasi jika mereka tidak setuju. Sebuah jajak pendapat YouGov dari pertengahan Juni menemukan 44 persen orang Amerika mendukung pemotongan anggaran polisi dan mengalokasikan ulang dana tersebut untuk kesejahteraan sosial, sementara 27 persen mendukung slogan “defund the police.”

Perdebatan luas telah terjadi tentang apa arti penghapusan kepolisian, apakah itu mungkin, dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Inti dari perdebatan adalah tiga kata kerja: reforma, memotong anggaran dan hapuskan. Apa yang seharusnya terjadi pada kepolisian? Apakah menghapuskan benar-benar berarti menghapus, atau apakah itu sama dengan memotong anggaran? Apakah pemotongan anggaran dan penghapusan hanyalah cara berbeda untuk mengatakan reformasi?

“Reforma” – tujuan yang biasa dilakukan ketika polisi ketahuan membunuh seseorang – untuk saat ini tampaknya terdiskreditkan. Seperti yang ditunjukkan oleh Alex S. Vitale dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 2017, The End of Policing, polisi pembunuh Amerika Serikat yang seperti militer (militarised – pent) adalah produk dari “reforma” selama beberapa dekade. “Pelatihan yang lebih baik”, “diversifikasi” dan “pemolisian masyarakat” yang cenderung merupakan upaya “reforma” ini telah menyebabkan sebagian besar divisi kepolisian memiliki lebih banyak uang, senjata yang lebih baik, hubungan masyarakat yang lebih efektif, dan cengkeraman yang lebih dalam di lingkungan dimana mereka berlaku kejam terhadap orang dan membunuh dengan impunitas.

Sekitar puncak inkarnasi pertama Black Lives Matter lima tahun yang lalu, “(K)epolisian Minneapolis menerapkan pelatihan tentang bias implisit, mindfulness, pengurangan eskalasi, dan intervensi krisis; diversifikasi kepemimpinan divisi; menciptakan standar penggunaan kekuatan yang lebih ketat; menerapkan penggunaan kamera tubuh; memprakarsai serangkaian dialog polisi-komunitas, ”tulis Vitale dalam Guardian. Tetapi tidak ada yang berhasil, dan sekarang institusi kepolisian di sana secara luas diakui begitu busuk secara institusional. Sehingga, menunjukan keputusasaan, dewan kota yang dipimpin Partai Demokrat baru-baru ini berjanji untuk “melucutinya” itu.

Konsensus yang berkembang dalam pendapat progresif – termasuk tidak hanya kiri jauh, tetapi banyak reformis dan bahkan banyak kaum intelektual liberal sentris – adalah bahwa “reforma” tidak cukup. “Reforma” tidak lebih berarti daripada menjadikan polisi instrumen yang lebih efektif dan dapat diterima dari kekuatan negara represif. Semakin, kekuatan represif itu sendiri yang dilihat sebagai masalah. Itulah signifikansi meningkatnya dukungan untuk penghapusan kepolisian.

Konsep penghapusan tidak ditemukan pada tahun 2020. Penggunaan istilah ini dalam kaitannya dengan sistem peradilan pidana – kebanyakan menyangkut penjara – dipelopori oleh aktivis seperti Ruth Wilson Gilmore (penulis Golden Gulag), Mariame Kaba, dan Angela Davis. “Yang saya sukai tentang penghapusan … adalah gagasan bahwa anda membayangkan dunia tanpa penjara, dan kemudian anda bekerja untuk mencoba membangun dunia itu,” James Foreman Jr., penulis Locking Up Our Own, mengatakan kepada New York Times di 2019. Tetapi gerakan massa yang muncul tahun ini telah menjadikan slogan tersebut arus utama, dan sekarang diterapkan pada kepolisian dan juga penjara.

Ini merupakan perkembangan penting. Selama beberapa dekade, polisi telah mendapatkan gengsi dan persenjataan di AS. Jajak pendapat menunjukkan kepercayaan dan rasa hormat yang melekat pada polisi (dengan variasi yang tidak mengejutkan tergantung pada ras) pada saat yang sama ketika kepercayaan terhadap politisi, media, bisnis besar dan serikat pekerja telah menurun. Polisi telah diberi senjata tingkat militer dan mobil lapis baja dan sudah biasa bagi mereka untuk menyemprotkan semprotan merica dan menembakan gas air mata pada protes damai. Pemerintah dan parlemen di mana-mana ingin memberi polisi lebih banyak kekuasaan untuk memata-matai. Gerakan besar di AS, dalam dua minggu yang singkat, mulai membalik proses itu.

Konsep penghapusan kepolisian tidak terbatas pada penghapusan departemen kepolisian. Ini juga berarti mengurangi kriminalisasi kemiskinan dan penyakit mental yang mengakibatkan begitu banyak rakyat miskin, dan begitu banyak orang kulit hitam, dipaksa melakukan kontak dengan polisi – kontak yang mengarah ke denda, hukuman penjara, kekerasan dan, seringkali, kematian. Anda bisa mengatakan ini tentang menghapus policeability (pengawasan polisi) terhadap ketidaksetaraan yang berlaku di masyarakat kapitalis. Ini adalah argumen bahwa perluasan kekuatan polisi telah berjalan seiring dengan stagnasi upah, hilangnya jaminan kerja dan perumahan layak bagi para pekerja, dan runtuhnya kesejahteraan sosial. “Kami tidak ingin hanya menutup departemen kepolisian,” tulis Mariame Kaba di New York Times. “Kami ingin membuat mereka usang. Kita harus mengarahkan miliaran yang sekarang pergi ke departemen kepolisian untuk memberikan perawatan kesehatan, perumahan, pendidikan dan pekerjaan yang baik. Jika kita melakukan ini, pertama-tama kebutuhan akan adanya kepolisian menjadi lebih sedikit.”

Debat yang muncul ini karenanya bukan hanya tentang penindasan negara yang brutal, tetapi juga kondisi yang menciptakannya: diskriminasi rasial sistematis dan meningkatnya ketidaksetaraan ekonomi. Dalam arti tertentu, gerakan ini mengambil perjuangan yang tidak dibawa oleh gerakan anti-rasis pada 1960-an: dengan pengakuan bahwa ketidaksetaraan ekonomi ekstrem kapitalisme AS terkait erat dengan rasisme dan kekerasan yang meresap ke dalam kehidupan sosialnya. Gerakan ini telah menciptakan pergolakan ideologis yang mendalam di setiap tingkatan.

Sasaran pertama adalah kekerasan rasis dari polisi dan birokrasi negara yang membela mereka ketika mereka membunuh. Sekarang, kejadian-kejadian kebrutalan polisi – terhadap orang kulit hitam, tetapi tidak hanya itu – dengan cepat dijawab dengan merumahkan serta dakwaan yang cepat terhadap para pelaku, sementara para babi (polisi – pent) yang mengalami demoralisasi mengundurkan diri secara massal. Tim SWAT Florida dan pasukan anti huru-hara Buffalo, New York, pada dasarnya telah menghapuskan diri mereka sendiri, dengan para perwira mereka berhenti karena tidak dapat menangani pertanggungjawaban bahkan secara parsial atas perilaku premanisme mereka.

Tetapi gerakan ini juga menantang warisan perbudakan, segregasi, kolonialisme, dan imperialisme yang tidak dianggap, sebuah warisan yang merasuki hampir setiap institusi sosial. Hal ini secara simbolis diekspresikan dalam patung supremasi kulit putih yang terkenal jahat, banyak diantaranya didirikan pada masa Jim Crow (praktek formal pemisahan rasial terhadap kulit hitam pada akhir abad 19 dan awal abad 20 di Amerika Serikat-pent) untuk menunjukkan kebencian kapitalis lokal pada akhir perbudakan dan niat untuk terus melakukan apa yang mereka bisa untuk mencabut hak suara orang kulit hitam. Cakrawala luas gerakan ini ditampilkan dalam keputusan awal para pengunjuk rasa untuk menargetkan Gedung Putih – sebuah bangunan yang biasanya tidak terkait dengan konsep pemolisian, tetapi lebih merupakan lambang dari seluruh sistem politik dan sosial AS.

Dan sekarang kampanye untuk memotong anggaran atau menghapuskan kepolisian, meskipun pada awalnya tampak berfokus secara sempit pada masalah kekuasaan negara yang represif, sebenarnya menimbulkan pertanyaan ekonomi dan sosial yang jauh lebih luas. Bagi mereka yang khawatir bahwa gerakan melawan rasisme akan terkooptasi ke dalam sikap liberal dan virtue signalling (Tindakan atau praktik pengungkapan pendapat atau sentimen publik yang dimaksudkan untuk menunjukkan karakter baik seseorang atau kebenaran moral dari posisi seseorang pada masalah tertentu-pent), ini adalah tanda dinamika yang sangat sehat menuju konfrontasi dengan struktur yang mendalam dari ketimpangan ekonomi dan sosial.

Tetapi slogan-slogan “defunding” dan “penghapusan” sendiri mengandung nuansa dan kompleksitas yang rumit. Sekarang ada industri rumahan artikel di surat kabar arus utama dengan judul seperti: “Apa sebenarnya arti dari upaya untuk memotong anggaran atau membubarkan departemen kepolisian?”

Tidak selalu ada perbedaan yang jelas antara pengertian “defunding” dan “penghapusan”. Pertimbangkan dialog pada kegagalan yang dirayakan saat walikota Minneapolis Jacob Frey berupaya mengambil hati para pengunjuk rasa:

Pemimpin protes: “Ya atau tidak, apakah anda akan memotong anggaran Departemen Kepolisian Minneapolis? Diam dulu kalian semua, penting bahwa kita benar-benar mendengar ini, karena jika kalian tidak tahu, dia akan terpilih kembali tahun depan … dan jika dia bilang tidak, tebak apa yang akan kita lakukan tahun depan?”

Frey: “Saya tidak mendukung penghapusan sepenuhnya departemen kepolisian.”

Pengunjuk rasa: “Baiklah, minggat sana.”

Pada pengakuan dari Frey, kerumunan meledak menjadi raungan ketidaksetujuan, meneriakkan “Pulanglah, Jacob, pulanglah”. Jelas, baik Frey dan para pengunjuk rasa menganggap memotong anggaran (defund) dan menghapuskan adalah hal yang hampir sama.

Suara-suara liberal arus utama telah menerbitkan artikel-artikel yang meyakinkan yang menyatakan penghapusan kepolisian sebenarnya hanya cara yang berbeda untuk mengatakan reforma. “Sebuah gerakan lama yang mendidih untuk penghapusan kepolisian telah menjadi bagian dari percakapan nasional, sedikit disusun kembali sebagai seruan untuk ‘defund kepolisian,’ ” tulis Christy Lopez, direktur “Program Pemolisian Inovatif” Fakultas Hukum Georgetown, di Washington Post, “Jangan takut. ‘Defunding polisi tidak seseram itu (atau bahkan seradikal) kedengarannya. ”

Di sisi lain, ada artikel Mariame Kaba di New York Times: “Ya, Maksud Kami Menghapus Polisi Secara Harfiah“. Kaba adalah aktivis kulit hitam penghapusan penjara. Artikelnya adalah salah satu artikulasi sayap kiri dari posisi abolisionis (pendukung penghapusan-pent). Ini memberikan tekanan besar pada perjuangan melawan ketimpangan ekonomi dan sosial. Tetapi bahkan kutipan itu mengutip, dengan persetujuan yang jelas, Tracy Meares, dari penulis Pasukan Ferguson pasca-Ferguson pada Pemolisian Abad 21: “pemolisian seperti yang kita ketahui harus dihapus sebelum dapat diubah” (penekanan ditambahkan). Di tempat lain, Kaba, dalam kata-katanya sendiri, menggambarkan arti penghapusan penjara: “pembongkaran penjara dan kepolisian yang lengkap dan sepenuhnya sebagaimana yang ada saat ini” (sekali lagi, penekanan ditambahkan).

Frasa seperti “seperti yang kita ketahui” atau “sebagaimana yang ada saat ini” cenderung masuk ke dalam banyak artikel tentang penghapusan. Saat itulah garis konseptual antara menghapus, defund dan mereformasi kepolisian bisa sedikit kabur.

Ambiguitas tentang istilah “penghapusan” kadang-kadang memungkinkan bagi kaum liberal mapan Partai Demokrat untuk mendukung konsep itu. Ukuran kesuksesan jauh lebih samar daripada tuntutan yang lebih jelas seperti melucuti polisi atau memotong anggaran mereka. Anda tahu kapan polisi sudah dipotong anggarannya dan anda tahu kapan mereka dilucuti. Tapi mengejutkannya sangat sulit untuk mengatakan kapan mereka dihapuskan. “Seluruh dunia menyaksikan. Kami dapat mendeklarasikan pemolisian sebagaimana yang kita ketahui adalah masa lalu, ”tulis Steve Fletcher, salah satu anggota Partai Demokrat yang mendominasi dewan kota Minneapolis. “Pembongkaran” terhadap kepolisian di Minneapolis dipuja-puja serta telah disetujui dewan. Namun dalam praktik ternyata merupakan studi kelayakan selama setahun ke berbagai jenis reformasi kepolisian.

Camden, New Jersey, telah dianggap sebagai model sebuah kota yang konon “membongkar” departemen kepolisiannya. Namun kepala polisi berbaris di depan protes baru-baru ini. Bagaimana mungkin sebuah kota yang membubarkan departemen kepolisiannya masih memiliki kepala polisi? Karena setelah membongkar kepolisian kota – sebagai bagian dari program penghematan seluruh negara bagian, bukan perubahan tiba-tiba walikota menjadi anarkisme – Camden merekonstruksi pasukan polisi baru yang didanai dengan sangat baik di bawah wewenang pemerintah daerah, dengan banyak reformasi polisi masyarakat standar. Para perwira yang baru direkrut diperintahkan untuk mendatangi rumah satu persatu dan berpatroli di jalan-jalan, mengenal komunitas, menyelenggarakan pertandingan bola basket dan pesta barbeku. Hal ini bukan penghapusan dalam arti yang bermakna: ini adalah panoptikon lingkungan, yang melibatkan banyak upaya rebranding mahal yang sekarang dicemooh sebagai sekadar “reforma”. Namun Camden dijunjung sebagai model abolisionis: “kota yang benar-benar menghapuskan kepolisiannya“.

Di balik ambiguitas beberapa slogan, kenyataannya relatif jelas. Polisi adalah seperti polisi di mana-mana: klik gangster yang brutal dan rasis yang dapat mengintimidasi sesuka hati dan menjadi sandaran pihak berwenang untuk menjaga tatanan kapitalis dan melindungi kekuasaan mereka. Selama kapitalisme ada, polisi tidak akan dihapuskan. Masyarakat yang didasarkan pada ketidakadilan dan eksploitasi membutuhkan kekerasan dan represi untuk menjaga agar kaum tertindas sejalan. Kota-kota seperti Camden mungkin menghapuskan polisi “seperti yang kita tahu”, tetapi mereka hanya akan kembali dalam bentuk yang diberi nama baru (rebranded-pent) – mungkin dengan lebih sedikit kesadisan yang terang-terangan, tetapi tetap kekuatan kekerasan, diskriminatif, dan represif yang menampilkan dirinya sebagai pembela. keamanan dan ketertiban.

Untuk benar-benar “menghapuskan” kepolisian berarti mengizinkan para pekerja untuk menangani masalah-masalah di komunitas kita sebagaimana yang kita inginkan, tanpa agen bersenjata yang mewakili campur tangan para penguasa kita. Itu akan membutuhkan lebih daripada memotong anggaran polisi dan redistribusi kekayaan. Kelas pekerja harus diatur dan diberdayakan untuk menyelesaikan perselisihan secara kolektif. Situasi seperti itu akan sepenuhnya tidak sesuai dengan kapitalisme, di mana tatanan kapitalis yang tidak tertandingi di tempat kerja dan polisi di jalanan mengharuskan pekerja untuk eksis sebagai individu yang pasif dan terisolasi. Kota-kota di mana kelas pekerja menjalankan urusan mereka sendiri, dan negara kapitalis tidak berdaya untuk menengahi, adalah kota-kota di mana aturan politik kelas kapitalis telah digulingkan.

Mencoba membuat simulasi tentang hal itu sementara kapitalisme masih ada berarti jatuh ke dalam fatamorgana “pemolisian masyarakat”. Akhir sebenarnya dari kepolisian akan datang ketika kelas pekerja secara kolektif dapat mengatur masyarakat untuk kebutuhan manusia, bukan untuk melindungi kekuatan kelas yang mengeksploitasi dan dominasi negara birokrasi.

Kepolisian harus dipotong anggarannya, dengan pemotongan sedalam dan sejauh mungkin. Mereka harus dilucuti – tidak hanya senjata setingkat militer mereka, tetapi senjata cadangan yang mereka gunakan untuk menyelesaikan perselisihan. Mereka harus dicemooh dan dilihat sebagai musuh. Kemiskinan tidak boleh dikriminalkan, dan rakyat miskin harus memiliki akses ke kesejahteraan dan pekerjaan yang layak: yang harus didanai tidak hanya dengan merampas uang dari anggaran departemen kepolisian, tetapi dengan menyerang akumulasi kekayaan kapitalis yang sistemnya dipertahankan oleh kepolisian. Ini akan menjadi perkembangan positif dalam dalam konteksnya sendiri, dan itu mungkin, jika anda menyempitkan pandangan anda, terlihat seperti “penghapusan” kepolisian seperti yang kita ketahui. Tetapi kepolisian akan tetap ada di sana, untuk sementara waktu melemah dan dengan sikap defensif, tetapi siap untuk melangkah ke tempat yang diperlukan untuk melindungi status quo.

Karena itu, gerakan harus terus berjuang untuk membuat penjara dan kepolisian semakin tidak relevan sementara juga berjuang untuk martabat dan kesejahteraan kaum tertindas.

Tetapi untuk benar-benar menciptakan dunia tanpa polisi dan penjara – tanpa kekuatan yang didedikasikan untuk menegakkan ketidaksetaraan mendasar dalam masyarakat yang dibangun berdasarkan eksploitasi – tidak akan cukup hanya memotong anggaran mereka atau mengambil senjata mereka yang paling kuat. Kita harus menciptakan masyarakat yang tidak terbagi menjadi kelas penguasa, yang memiliki properti dan memberikan perintah, dan kelas pekerja, yang harus diawasi (policed-pent) dan diintimidasi sehingga lebih baik tunduk pada kondisi eksploitasi.

Militerisasi dan rasisme polisi adalah gejala dari masyarakat yang didasarkan pada prinsip-prinsip dasar ketidakadilan dan penindasan. Kita tidak dapat memotong anggaran negara kapitalis sampai mati: kita harus menggulingkannya dalam revolusi dan merekonstruksi masyarakat yang didasarkan pada kerja sama kolektif, untuk membuat kekerasan geng yang tidak perlu yang sekarang kita sebut penegakan hukum.

Naskah diambil dari website Red Flag. Dapat diakses melalui Defunding, disarming, defeating and abolishing the police dimuat pada 17 Juni 2020. Diterjemahkan oleh Arjuna S.R, anggota Lingkar Studi Sosialis

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: