Pernyataan Sikap

Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua Menuntut Pembebasan 7 Tapol Papua

JAYAPURA- Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua (SMRP) hari Jumat (12/06) mendatangi Kejaksaan Tinggi Papua (Kejati Papua) di Jayapura dengan membawa sebuah peti jenazah.

Peti tersebut diarak arakan menuju Kejati Papua Indonesia dengan disertai beberapa Pamflet yang dihiasi mirip karangan bunga dengan salah satu tulisan: “Turut Berdukacita Hukum Indonesia” serta sebuah salib bertuliskan: “R.I.P Hukum NKRI”.

Solidaritas juga menyatakan bahwa jika 7 TAPOL di Kalimantan tidak dibebaskan maka Papua kembali akan terjadi Demo Jilid III dan tanggungjawabnya sepenuhnya akan aksi tersebut adalah Kejati Papua.

Berikut Pernyataan Sikap SMRP :

“PERNYATAAN SIKAP”

Ujaran rasis, “Monyet dan usir Papua” kepada Mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 lalu, telah menjadi awal persoalan dan telah membangkitkan amarah Rakyat Papua di berbagai Kota Provinsi Papua dan Papua Barat.

Di kota Jayapura, aksi penolakan rasisme telah dimotori oleh mahasiswa dan berlangsung dua kali, yakni aksi rasisme jilid I pada 19 Agustus 2019 dan aksi rasisme jilid II pada 29 Agustus 2019, selain itu juga aksi penolakan rasisme juga dilakukan rakyat Papua di Sorong, Wamena, Manokwari, Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Yahukimo, Timika dan beberapa daerah lainnya di Papua sampai luar Papua.

Aksi Demonstrasi Rakyat Papua itu kemudian berakhir dengan penangkapan dan penahanan terhadap Alexander Gobai Sebagai Presiden Mahasiswa Universitas Sains Dan Teknologi Jayapura, Ferry Kombo Sebagai Presiden Mahasiswa Universitas Cendrawasih, Irwanus Uropmabin Dan Hengki Hilapok Sebagai Mahasiswa Aktif Universitas Sains Dan Teknologi Jayapura Serta Tuan Buchtar Tabuni Sebagai Pimpinan United Liberation Movement For West Papua (ULMWP), Tuan Agus Kosay Dan Steven Itlay Sebagai Pimpinan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Semua penangkapan ini telah berjalan di tempat dan menurut laporan penangkapan yang beredar di publik bahwa mereka adalah dalang atas tindakan anarkisme massa aksi saat demonstrasi penolakan rasisme di jayapura.

Hal ini yang kemudian sangat mengagetkan, membingungkan dan membuat Rakyat Papua bertanya-tanya sampai saat ini terkait proses hukum yang dilakukan terhadap tujuh orang tahanan politik papua yang di tahan hingga ke Kalimantan Timur ini. Jadi, mulai dari penangkapan, pemindahan dan proses persidangan sampai pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebagaimana yang telah dikeluarkan pada 05 Juni 2020 itu dinilai sangat tidak adil dan masih terjadi diskriminasi rasial terhadap orang papua, sehingga memberatkan hukuman terhadap tujuh tahanan politik papua tersebut dengan ancaman, 17 tahun penjara untuk Tn. Buchtar Tabuni, 15 tahun penjara untuk Tn. Agus Kosay dan Steven Itlay, kemudian 10 tahun penjara untuk Alexander Gobay dan Ferry Kombo serta 5 tahun penjara untuk Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin.

Semua tuntutan hukum ini dinilai sangat tidak adil bagi rakyat papua, jika dibandingkan dengan pelaku ujaran rasis di Surabaya atas nama Andria Adiansyah, terdakwa ujaran kebencian hanya di vonis 10 bulan penjara, kemudian penyebar informasi hoax dan provokasi atas nama Tri Susanti hanya di vonis 07 bulan penjara,

Selanjutnya, Syamsul Arifin, Seorang PNS dan seorang anggota TNI atas nama Unang Rohana yang meneriakkan kata “Monyet” kepada para mahasiswa papua hanya divonis masing-masing 03 bulan dan 01 bulan penjara.

Sangat ironis hukum di negara ini terhadap Orang Papua karena hingga saat ini, masih banyak tahanan politik papua yang ditahan dimana-mana usai memuncaknya isu rasisme di publik beberapa waktu lalu, termasuk Kepala Biro Politik ULMWP Tuan Bazoka Logo masih ditahan sejak tanggal 15 Agustus 2019 yang sampai saat ini telah terjangkit virus corona dalam rumah tahanan.

Semua hal ini telah menjadi tontonan publik baik secara lokal, nasional maupun internasional, bahwa hukum di indonesia selalu tidak adil terhadap orang papua dimana saja mereka berada dalam wilayah hukum Indonesia.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini, kami yang bersolidaritas dalam Solidaritas Mahasiswa Dan Rakyat Papua (SMRP), atas nama semua makhluk yang hidup di atas Tanah Papua, hari ini datang kepada Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengantarkan JENAZAH HUKUM Negara Republik Indonesia dan MENYATAKAN SIKAP,

Turut berduka yang sebesar-besarnya atas matinya Norma Hukum, Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta Keadilan bagi Rakyat Papua.

Segera bebaskan 7 Tahanan Politik Papua di Kalimantan Timur, termasuk Tuan Bazooka Logo di Jayapura dan seluruh Tahanan Politik Papua di Indonesia tanpa syarat.

Rakyat Papua hari ini sedang gelisah melihat segala bentuk ketidakadilan hukum yang sedang berlangsung terhadap orang papua di Indonesia, maka jangan salahkan siapapun ketika Rakyat Papua sendiri kembali memobilisasi massa untuk mengadakan Aksi Penolakan Rasisme Jilid III dalam waktu dekat.

Demikian pernyataan sikap ini, kami sampaikan kepada semua pihak yang bertanggungjawab atas keadilan dan kebenaran di Bumi Papua ini, atas kerelaan waktunya kami sampaikan terimakasih, Tuhan Semesta Alam Memberkati.

Kronologis Aksis Antar Jenasah Hukum Indonesia ke Kejaksaan Tinggi Papua :

Pukul 9.30 WP
Massa berkumpul di halaman kampus USTJ

Pukul 10.10 WP
Massa bergerak menggunakan angkutan umum menuju Kantor Kejati Papua

Pukul 11.20 WP
Massa tiba dan berkumpul serta memulai aksi bersama
Mengantar peti jenazah hukum Indonesia kepada Kejaksaan Tinggi Papua

Pukul 11.30 WP
Pembacaan Pernyataan sikap oleh
Koordinator aksi, Iche Murib dan di terima oleh Pegawai Kejaksaan Tinggi Papua didampingi Kapolsek Jayapura Utara

Pukul 11.40 WP
Massa aksi bubar dan pulang kembali kerumah masing-masing. (ay, rb)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: