Perjuangan

Teror Berulang Terhadap Mahasiswa Papua di Indonesia

Teror terhadap mahasiswa Papua kembali dilancarkan di beberapa kota di Indonesia. Melalui pengiriman paket yang berisi bangkai hewan busuk, surat ancaman, penyebaran poster dan video, serta ancaman-ancaman lainnya. Ini bukan pola baru, hanya saja kali ini, di bawah pimpinan Prabowo-Gibran—jumlahnya semakin meningkat drastis.

Jumat 06 Juni 2025, dua orang mahasiswa Papua di Denpasar Bali, Yubertinus Gobay dan Wemison Enembe, mendapat teror dari orang tak dikenal. Keduanya secara terpisah dikirimi paket berisikan bangkai kepala babi busuk dan tanah yang dibungkus dengan kardus air mineral. Saat diperiksa, pengirimnya tak dikenal sama sekali.

Yubertinus dan Wemison adalah anggota Aliansasi Mahasiswa Papua (AMP), sebuah organisasi gerakan mahasiswa yang menuntut kemerdekaan bagi Papua. Keduanya secara aktif menggelar diskusi dan aksi, juga aktif dalam mengadvokasi persoalan hak asasi manusia dan lingkungan di tanah Papua.

Pasca teror tersebut, pada hari Minggu 08 Juni 2025, Asrama Papua di Denpasar didatangi dua orang tak dikenal. Mereka menanyakan identitas mereka tanpa tujuan yang jelas. Selain itu, juga ditanyakan tempat tinggal Wemison serta menanyakan siapa yang mempublikasi teror tersebut di berbagai media sosial AMP. Akibat dari teror ini, mahasiswa menjadi ketakutan dan tidak berani berpergian secara bebas.

Selanjutnya, pada tanggal 19 Juni 2025 teror yang sama juga terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Kali ini sasarannya kepada anggota AMP atas nama Paul. Paket berisi makanan dan minuman dari alamat yang tidak jelas serta berisi amplop surat dengan kata-kata provokasi dan ancaman kepada mahasiswa.

Keesokan harinya pada tanggal 20 Juni, teror kembali dilancarkan. Kali ini adalah paket kardus berisi ayam mati yang sudah busuk. Kemudian diikuti dengan pesan berantai dari empat nomor yang berbeda kepada mahasiswa pada malam hari bahwa “kami sudah ada di sekitarmu, pasti kamu akan terancam.”

Selain itu, ada juga pengiriman biawak hidup di dalam karung kepada mahasiswa. Tidak ada keterangan lebih lanjut, selain dikirim oleh orang tak dikenal. Bersamaan dengan itu pula, terjadi serangan lain dalam bentuk penyebaran spanduk-spanduk berisi larangan demonstrasi dan pesan intimidasi lainnya terhadap mahasiswa Papua.

Di Yogyakarta, teror yang sama juga dilancarkan terhadap mahasiswa Papua di Asrama Kamasan I Kusumanegara pada tanggal 19 Juni 2025. Awalnya seorang kurir Grab mengantar dua paket pada pukul 12:00 WIB, dan kemudian pada pukul 13:00 WIB juga ada dua buah paket yang diantar lagi oleh kurir Grab yang berbeda.

Saat dibuka, paket tersebut masing-masing berisi ayam busuk dan kotorannya, sampah plastik yang sudah bau, kertas bertuliskan ancaman-ancaman, dan yang terakhir mie instan yang sudah rusak dan penuh dengan kotoran. Tidak dikenal nama pengirimnya siapa, tetapi ancamannya diarahkan kepada mahasiswa yang tergabung dalam AMP dan juga Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP).

Sementara di Makasar, ancaman yang sama juga terjadi terhadap mahasiswa Papua yang berkuliah disana. Sebuah surat berisi ancaman kepada mahasiswa dikirim tanggal 14 Juni 2025. Kali ini alamat pengirim tertulis: Forum Rakyat Makassar Bersatu. Isi surat adalah ancaman pengusiran mahasiswa Papua dari asrama apabila memperjuangkan nasib dan hak rakyat Papua.

Surat ini tidak berisi alamat kantor yang jelas dan nomor penghubung. Akibat dari adanya surat ancaman ini membuat mahasiswa menjadi kuatir untuk beraktivitas dengan aman dan damai sebagaimana mestinya.

Kita bertanya: siapa dalang di balik semua ini? Kenyataan menunjukkan bahwa ini tidak terjadi secara acak dan kebetulan, tetapi sangat teorganisir dan terarah. Melibatkan kekuatan yang terlatih dan professional serta didukung oleh sumber daya yang mumpuni. Dalam kasus teror Media Jubi Papua tahun lalu, sudah terungkap bahwa pelakunya adalah anggota TNI.

Sementara untuk kasus teror kepada Media Tempo dan Penulis Buku “Papua Bergerak”, hingga hari ini belum terungkap. Mengapa sasarannya adalah orang-orang dan media-media kritis? Tujuannya apa? Jelas bahwa suara kritis di negeri ini harus dibungkam. Tetapi bukan hanya itu, ini adalah bukti bahwa ruang demokrasi rakyat sedang dikebiri hingga dasar yang paling akhir.

Oleh sebab itu, dibutuhkan kekuatan rakyat untuk melawan serangan tersistematis ini. Kekuatan rakyat yang terorganisiir dan bersatu di dalam kekuatan alternatifnya sendiri. Hanya dengan demikian, represi dan pembungkaman ruang demokrasi ini bisa dilawan, mulai dari Papua hingga Indonesia.

ditulis oleh: Sharon Muller, Kader Perserikatan Sosialis dan Anggota Sosialis Muda Papua

Loading

Comment here