Perjuangan

Hoax dan Motif Ekonomi Dibalik Operasi Militer TNI/ POLRI di Intan Jaya, Papua

Operasi militer Indonesia kembali diluncurkan di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Ini adalah operasi kesekian kalinya yang dilancarkan oleh TNI dengan dalil mengejar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM.

Kompas.com (16/5/25) melaporkan bahwa operasi TNI kali ini adalah operasi penindakkan yang dilancarkan oleh Gabungan TNI Koops Habema dibawah kendali Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III. Operasi dilancarkan pada tanggal 13 Mei 2025 di Distrik Sugapa dan Hitadipa, Intan Jaya.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi melaporkan bahwa TNI berhasil menembak mati 18 orang anggota TPNB-OPM. Selanjutnya ditambahkan bahwa tujuan TNI adalah bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, tapi semata-mata untuk mengawal pembangunan dan dilakukan dengan terukur.

Tapi ini adalah pembohongan publik!

Kepala Biro Papua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Ronald Richad, melaporkan bahwa tiga orang warga sipil ditembak mati oleh TNI. Ketiga orang itu diataranya adalah Ev. Elia Wandagau (pendeta), Mono Tapamina (warga Hitadipa), dan Ruben Wandagau (Kepala Desa Hitadipa). Ketiga korban ini ditembak persis saat TNI memasuki Desa Hitadipa.

Selanjutnya TNI juga menembak seorang ibu rumah tangga bernama Junite Zanambani (di lengan kiri) dan anaknya, Minus Yegeseni usia 5 tahun (di telinga kiri) dan saat ini sedang dilarikan ke rumah sakit.

Sementara laporan lain dari Pemerintah Daerah Intan Jaya menyebut korban sebenarnya adalah 5 orang. Satu diantaranya adalah perempuan tunarunggu dan tunawicara atas nama Mono dan Agus Mirip (Warga dari Ndugusiga). Hingga kamis petang, dua warga lain yang hilang belum ditemukan. (Harian Kompas 16/5/25).

Selanjutnya Bupati Intan Jaya dalam Surat Edaran 14 Mei 2025 melaporkan bahwa akibat operasi militer Indonesia “telah mengakibatkan jatuh korban jiwa dan korban luka-luka yang cukup banyak.” Tentu yang dimaksud adalah masyarakat sipil. Hingga 18 Mei 2025, jumlah korban yang tewas belum bisa dipastikan.

Klaim TNI bahwa mereka menembak 18 orang anggota TPNPB-OPM juga adalah penipuan. Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyatakan bahwa anggotanya yang tewas hanya tiga orang. Satu ditembak langsung oleh TNI, dan dua lainnya terkena ledakan ranjau bom yang dipasang di jasad korban saat hendak dievakuasi. Dua orang anggota lainnya selamat dan hanya mengalami luka-luka. (Komnas TPNPB-OPM 17/5/25).

Saat ini kondisi di Intan Jaya mencekam dan TNI membatasi semua aktivitas warga masyarakat termasuk akses jurnalis dan pekerja HAM. Sementara itu dua ratusan warga masyarakat di Hitadipa dan Sugapa telah meninggalkan kampung halaman dan mengunsi ke daerah sekitar termasuk bertahan di hutan belantara. Operasi TNI menambah daftar panjang pengunsi di Papua.

Anggota Komnas HAM RI, Anis Hidayah, mempertanyakan operasi TNI di Intan Jaya sebab hingga detik ini tidak ada satu pun urgensi ataupun landasan kebijakan sehingga mengharuskan TNI melakukan operasi militer itu. (Harian Kompas 16/5/25).

Namun Kepala Satgas Media Operasi Habema Letnan Kolonel (Inf) Iwan Dwi Prahartono mengatakan bahwa operasi tersebut semata-mata untuk misi damai berupa pelayanan kesehatan dan edukasi kepada masyarakat. Selain itu juga untuk mengamankan pembangunan jalan ke Hitadipa. (Ibid).

Tapi sekali lagi, ini adalah pembohongan publik. TNI masuk ke Hitadipa sejak pukul 05:00 subuh dan langsung melakukan penyerangan. Warga lari berhamburan dan TNI menembak mati Kepala Desa dan seorang pendeta. Tidak ada pembangunan yang dilakukan di jam 05 subuh, kecuali perampok dan penjahat yang melancarkan serangan.

Pembangunan jalan ke Hitadipa dan Intan Jaya juga bukan untuk pelayanan masyarakat, melainkan untuk memuluskan akses ke Blok Wabu—tambang emas raksasa yang dipegang oleh West Wits Mining asal Australia dan PT Tobacom Del Mandiri milik Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam dokumen Minutes of Meeting yang ditandatangani 5 Oktober 2016 oleh PT Tobacom dan West Wits Mining, disepakati bahwa Tobacom akan dijatah 30% saham asalkan membantu memuluskan izin Kementrian ESDM dan pembangunan jalan menuju Blok Wabu. (Narasi Newsroom 2023).

Hasilnya, Luhut Panjaitan yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo, langsung gerak cepat. Hingga April 2017 salah satu dokumen penting yaitu izin clean and clear (CNC) diselesaikan di Kementrian ESDM, dan Blok Wabu siap dikeruk.

Laporan lain yang lebih rinci adalah “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya)” yang diterbitkan oleh 10 LSM tahun 2021. Ditegaskan bahwa tidak jelas dan tidak ada urgensi apapun dalam penempatan dan operasi militer di Intan Jaya. Namun semata-mata mengandung motif ekonomi.

Operasi Militer digunakan sebagai upaya pengusiran masyarakat agar rencana perusahan ekstratif untuk menduduki Intan Jaya dapat berjalan mulus. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian operasi brutal yang tidak tepat sasaran, dan mobilisasi militer secara gila-gilaan menduduki Intan Jaya.

Bulan April 2020, TNI menculik Zanambani bersaudara di Hitadipa dan menyiksanya hingga meninggal dunia. Kemudian 19 September 2020 TNI menembak mati Pdt Yeremia Zanambani lalu menuduh TPNPB sebagai pelaku. Investigasi selanjutnya menunjukkan bahwa ini adalah tuduhan palsu dan anggota TNI sebagai pelaku pembunuhan.

Selanjutnya TNI membakar 2 unit rumah Dinas Kesehatan yang ditempati warga sipil di Hitadipa. Beberapa hari selanjutnya (26 Oktober 2020) TNI menembak mati Pendeta Rufinus Tigau di Kampung Jalai. Kemudian TNI membunuh seorang anak 12 tahun bernama Megianus Kobogau.

Tahun 2021 TNI kembali menggelar operasi militer dan menembak mati tiga orang warga sipil (Jubi.co.id 16/02/21). Selanjutnya seorang anak bernama Janius Bagau ditembak di lengan kiri dan tulangnya hancur. Ia dievakuasi ke Puskemas Bilogai Yokatapa oleh dua orang kakaknya, Justinus Bagau dan Soni Bagau. Malam harinya mereka didatangi TNI dan disiksa hingga ketiganya merenggang nyawa malam itu juga. (Jatam, 2021)

Sejak 2019 TNI secara aktif menggelar operasi di Intan Jaya, dan diikuti oleh pembangunan pos-pos militer di Sugapa. Dari pantauan citra satelit tercatat bahwa di Sugapa TNI secara saksama mendirikan Komando Distrik Militer (Kodim) dan Komando Rayon Militer (Koramil). Juga terdapat Polres Intan Jaya dan Polsek Sugapa. Dari peta yang diperlihatkan 9 LSM, jelas menunjukkan bahwa pembagunan pos-pos ini berada persis di sekitaran area tambang Blok Wabu.

Dari laporan 10 LSM yang sama juga dibuktikan bahwa mayoritas petinggi-petiinggi perusahaan yang memegang konsensi atas Blok Wabu diisi oleh para Jenderal TNI dan Purnawirawan. Nama-nama seperti Agus Surya Bakti, Bambang Sunarwibowo, Paulus Prananto, hingga Luhut Binsar Panjaitan terlibat langsung dalam proyek ini.

Keterlibatan mereka adalah untuk memberi jasa pengamanan. Hal ini diklarifikasi langsung oleh Menteri ESDM era Jokowi, Eric Thohir bahwa “di pertambangan kadang ada konflik baik namanya soal tanah. Baik namanya soal perizinan yang tumpang tindih ada juga isu sosial pada masyarakat kita.” (Ibid).

Ini adalah pola umum yang dilakukan bukan hanya di Papua, tapi seluruh Indonesia. Operasi militer diluncurkan secara masif, menciptakan huru-hara dan ketakutan, lalu investor masuk mengeruk emas. Ini yang dilakukan Frepoort tahun 1967, dan hari ini diterapkan kembali di Intan Jaya.

ditulis oleh Sharon Muller / Kader Perserikatan Sosialis

Loading

Comment here