Teori

Kaum Tani dan Revolusi

Pergantian tatanan sosioekonomi adalah proses yang panjang dan kompleks. Perubahan tersebut tidak terjadi secara simultan dan tidak selalu dalam kecepatan yang sama. Banyak dari proses tersebut bukan berasal dari revolusi itu sendiri namun dari proses persiapannya. Seperti yang dikatakan Lenin bahwa revolusi adalah fase dalam perkembangan masyarakat ketika “begitu banyak kontradiksi yang pelan-pelan terakumulasi selama periode yang disebut perkembangan damai menjadi dipecahkan.”

Penyebab terdalam dari revolusi sosial ada pada kontradiksi antara tenaga produktif yang baru dengan hubungan produksi yang usang. Hubungan produksi baru yang sesuai dengan karakter dari tenaga produktif yang baru umumnya dikandung dalam rahim sistem yang lama. Perkembangan hubungan ekonomi baru menggerogoti sistem ekonomi lama dari dalam. Namun sistem ekonomi lama tidak hilang begitu saja karena dia didukung kelas berkuasa lama yang akan berusaha keras untuk mempertahankan posisinya.

Oleh karena itu konflik antara tenaga produktif dan hubungan produksi memanifestasikan dirinya dalam perjuangan antara kelas-kelas. Kelas-kelas tertentu mempertahankan hubungan produksi yang telah usang dan sistem sosio-politik yang berdiri di atasnya. Sementara kelas yang lainnya berusaha untuk menghancurkannya. Kelas yang revolusioner menghancurkan suprastruktur legal dan politik yang sudah ketinggalan jaman dan menciptakan yang baru.

Dalam negara kapitalis terbelakang seperti Indonesia tugas-tugas revolusi demokratik belumlah tuntas. Penuntasan tugas-tugas tersebut seharusnya merupakan tugas kelas borjuis. Namun kelas borjuis datang terlambat di panggung sejarah, modalnya kecil di hadapan modal internasional, terikat seribu benang pada imperialisme, juga banyak memiliki ikatan dengan sisa-sisa feodal, yang mengakibatkan mereka tidak mampu memainkan peran progresif dan tidak bisa diharapkan memainkan kepeloporan dalam mengobarkan serta menuntaskan tugas-tugas revolusi demokratis-nasional.

Tugas-tugas penuntasan revolusi demokratik ini harus diambil alih dan diemban oleh kelas buruh dengan menggandeng kaum tani, rakyat pekerja, dan semua kaum tertindas. Seperti yang diungkapkan oleh Lenin dalam The Attitude Towards Bourgeois Parties bahwa proletariat memiliki tugas untuk menuntaskan revolusi demokratik dan menjadi pemimpinnya. Ini hanya mungkin dilakukan jika proletariat mampu membawa bersamanya massa borjuis kecil demokratik, terutama sekali kaum tani, dalam perjuangan melawan otokrasi dan borjuasi liberal yang khianat.

Kaum tani, memang sanggup melakukan protes yang signifikan, mendorong reformasi dan bahkan pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan kaum tani antara lain Pemberontakan Wat Tyler di Inggris tahun 1381, pemberontakan berulang kali di sejarah Tionghoa, terdapat juga perjuangan Emiliano Zapata di Meksiko. Di Ekuador, Bolivia dan lebih luas lagi di Peru, kaum tani berperan sebagai pemimpin dalam perubahan rezim. Gerakan kaum tani, memimpin perjuangan melawan ALCA di Brazil, Amerika Tengah (khususnya Guatemala), Ekuador, Paraguay, Bolivia, Peru, Colombia dan Meksiko. Gerakan kaum tani juga menjadi bagian yang cukup penting dalam perjuangan menentang modifikasi genetik dan kimiawi berbasiskan pertanian yang dipromosikan oleh Monsanto. Sebagai tandingannya, mereka mempromosikan pertanian yang ramah bagi pengelolaan tanah. Kaum tani juga berhasil mendesak proses reformasi agrarian di Venezuela, dengan menduduki lahan-lahannya. Sementara di Indonesia, kita juga menyaksikan dalam sejarah, perlawanan hebat dilakukan oleh kaum tani terhadap “tujuh setan desa”. Kaum tani juga secara aktif ikut terlibat dalam melawan perampasan lahan oleh pemilik modal dan militer di Indonesia.

Pun begitu, kaum tani tidak dapat memimpin dan membawa kemenangan sosialisme. Ini terkait dengan posisi kaum tani secara umum sebagai borjuis kecil yang terkait dengan tanah. Di sisi yang lain kaum tani itu sendiri terisolasi dan fragmentatif. Ada baiknya kita menguraikan satu persatu dari masing-masing lapisan sosial yang ada di dalam kaum tani tersebut. Tuan-tuan tanah adalah mereka yang memiliki tanah besar dan disewakan kepada penggarap tanah. Dengan begitu, tanpa bekerja, dia bisa mendapatkah hasil dari jerih payah para pengggarap tanah. Sementara petani penggarap adalah mereka yang tidak memiliki tanah, sehingga menggarap tanah orang lain untuk di satu sisi memenuhi kebutuhannya serta di sisi lain memenuhi kebutuhan hidup tuan-tuan tanah. Kapitalis agraria adalah para pemodal, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta, yang memonopoli sumber-sumber agraria dan memanfaatkannya untuk operasi bisnis serta terintegrasi dengan pasar bebas. Sementara buruh tani adalah mereka yang hanya memiliki tenaganya untuk bekerja kepada para kapitalis agraria. Petani menengah pedesaan, adalah mereka yang memiliki tanah dan alat-alat produksi sendiri, dan menjual hasil produksinya ke pasar, namun sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah dan kapitalis agraria yang teritegrasi dengan pasar bebas dan memiliki akses untuk mempengaruhi harga. Di lain hal, mereka ini (baca : petani menengah) juga sangat rentan dengan penggusuran dan perampasan lahan. Selain itu terdapat juga petani gurem yaitu mereka yang hanya memiliki dan menggarap sejengkal tanah untuk mempertahankan hidup.

Marx menganalisa petani Prancis dalam tulisannya Brumaire XVIII Louis Bonaparte: “Petani dengan lahan kecil membentuk massa yang besar. Mereka hidup dalam kondisi yang serupa tanpa memiliki bermacam-macam hubungan satu sama lain. Corak produksi mereka mengisolasi mereka satu sama lain, tidak ada hubungan yang menguntungkan… Sepanjang jutaan keluarga hidup dalam syarat-syarat hidup ekonomis yang membedakan gaya hidup, kepentingan dan budaya mereka dari kelas-kelas lain dan meletakan mereka dalam pertentangan dengan kelas-kelas lain, maka mereka adalah kelas tesendiri. Namun, sepanjang hanya ada antar hubungan bersifat lokal diantara petani-petani lahan kecil ini, dan identitas kepentingan mereka tidak membentuk komunitas apapun, ikatan kebangsaan apapun dan organsasi politik apapun diantara mereka, maka mereka bukan suatu kelas. Akibatnya mereka tidak berkemampuan mendesakkan kepentingan kelas-nya sendiri… mereka tidak dapat mewakili dirinya sendiri, mereka harus diwakili. Wakil mereka pasti sekaligus menjadi tuan mereka sebagai yang berwenang atas mereka, sebagai kekuatan pemerintahan yang tak terbatas yang melindungi mereka dari kelas-kelas lain dan memberi mereka hujan dan sinar matahari diatas.”

Namun dengan revolusi, perjuangan politik kaum tani dapat berkembang. Ini dijelaskan oleh Lenin dalam The Aim of the Proletarian Struggle in Our Revolution bahwa sejarah revolusi Rusia 1905 menunjukan kemunculan organisasi politik kaum tani yang merupakan embrio dari partai kaum tani yang terpisah. “Dalam embrio dan dasar ini ada banyak hal yang tidak stabil, tidak jelas dan bimbang: itu tidak diragukan lagi. Tetapi jika kelompok politik seperti ini bisa muncul pada awal revolusi, tidak diragukan lagi bahwa sebuah revolusi yang membawa “kesimpulan” seperti itu, atau lebih tepatnya membawa ke tahap pembangunan kediktaktoran revolusioner yang lebih tinggi, akan menghasilkan partai petani revolusioner yang lebih pasti dan kuat.

Bagaimana hubungan antara kelas buruh dengan kaum tani serta penuntasan revolusi demokratik dengan revolusi sosialis?

Lenin dalam karyanya Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat menjelaskan bahwa “Peristiwa-peristiwa telah bergulir seperti yang telah kami katakan. Jalannya revolusi telah mengkonfirmasikan kebenaran dari nalar kami. Pertama, dengan “seluruh” kaum tani untuk melawan monarki, tuan tanah, dan feodalisme (dan pada tingkatan ini, revolusi masih merupakan revolusi borjuis, borjuis-demokratik). Kemudian, dengan kaum tani miskin, dengan kaum semi-proletar, dengan semua kaum tertindas, melawan kapitalisme, termasuk kaum kaya di pedesaan, kulak (tani kaya), lintah darah, dan pada tingkatan ini revolusi menjadi revolusi sosialis. Untuk mencoba membangun sebuah Tembok Cina yang artifisial antara revolusi yang pertama dan kedua, untuk memisahkan mereka dengan cara apapun selain tingkat kesiapan kaum proletariat dan tingkat persatuannya dengan kaum tani miskin, ini berarti mendistorsi Marxisme, membuatnya vulgar, menggantikannya dengan liberalisme.”

Sebelumnya dalam karyanya Sosialisme dan Kaum Tani, Lenin juga menjelaskan bahwa kelas buruh sosialis dalam zaman revolusi demokratis memiliki tugas: “menarik pada pihaknya massa kaum tani dan dengan melumpuhkan ketidakmantapan burjuasi, mamatahkan dan mengancurkan otokrasi. Kemenangan yang menentukan dari revolui demokratis hanyalah mungkin dalam bentuk diktatur revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum tani. Tetapi semakin cepat dan penuh terlaksana kemenangan itu, semakin cepat dan mendalam pula akan berkembang kontradiksi-kontradiksi baru dan perjuangan kelas yang baru…semakin sempurna kita melaksanakan revolusi demokratis, maka ternyata semakin dekat pula kita berhadap-hadapan dengan tugas-tugas revolusi Sosialis, akan semakin tajam dan runcing pula perjuangan proletariat menentang dasar-dasar masyarakat borjuis itu sendiri.”

Kaum sosialis, bagaimanapun juga, harus mengakui keinginan mendasar kaum tani tentang hak-hak kepemilikan pribadi atas tanah. Dengan begitu, kaum sosialis berkewajiban untuk mendukung perjuangan untuk reforma agraria sejati. Meskipun, kita mengetahui bahwa reforma agraria sejati bukan sebuah perjuangan revolusioner sosialis. Perjuangan kaum tani terhadap hak atas tanahnya, merupakan perjuangan dalam melawan sisa-sisa feodal serta bagian yang tak terpisahkan dari upaya untuk menuntaskan revolusi demokratik.

Terkait dengan tuntutan kaum tani mengenai kepemilikan atas tanah, Lenin dalam karyanya Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat menjelaskan bahwa: “kaum Bolshevik dengan terbuka dan jelas menyatakan bahwa ini bukanlah gagasan kami. Kami tidak setuju dengan slogan ini, tetapi kami merasa bahwa adalah tugas kami untuk mengimplementasikan undang-undang ini karena ini adalah tuntutan dari mayoritas besar kaum tani. Dan gagasan-gagasan dan tuntutan-tuntutan dari rakyat pekerja adalah hal-hal yang harus ditanggalkan oleh rakyat pekerja sendiri. Tuntutan-tuntutan ini tidak dapat “dihapus” atau “dilompati”. Kami, kaum Bolshevik, akan membantu kaum tani untuk menanggalkan slogan-slogan borjuis kecil, untuk bergerak dari slogan-slogan borjuis kecil ke slogan-slogan sosialis secepat mungkin dan semudah mungkin.”

Dalam karya yang sama, Lenin juga menekankan bahwa kaum tani miskin harus belajar dari pengalaman mereka sendiri. Termasuk juga bahwa tuntutan atas kepemilikan tanah tidak akan menyelesaikan persoalan kaum tani. Ini karena selama kapitalisme masih ada, maka satuan alat pertanian seperti cangkul, arit, bajak, traktor, bibit dan sebagainya masih akan dikuasai borjuasi yang juga menguasai pasar termasuk juga soal distribusinya. “…(G)agasan penggunaan tanah yang setara memiliki nilai yang progresif dan revolusioner dalam revolusi borjuis-demokratik. Revolusi seperti ini tidak dapat melampaui batas ini. Dengan mencapai batasnya, akan semakin jelas, cepat, dan mudah terungkap kepada rakyat bahwa solusi-solusi borjuis-demokratik tidaklah memadai, dan rakyat harus bergerak melampaui batas-batas borjuis demokratik ini, dan bergerak ke sosialisme.”

Sementara itu dalam karya Sosialisme dan Kaum Tani, Lenin menjelaskan: “Hanya ada satu cara supaya reforma agraria yang tak terelakkan di Rusia sekarang, memainkan peranan yang demokratisrevolusioner: ia mesti dilaksanakan dengan inisiatif revolusioner dari kaum tani sendiri, bertentangan dengan tuan tanah-tuan tanah yang birokrasi, bertentangan dengan negara, yaitu ia mesti dilaksanakan dengan cara-cara revolusioner. Pembagian tanah secara paling jelek setelah perombakan semacam itu akan lebih baik daripada yang ada sekarang ini, ditinjau dari segala segi. Dan jalan inilah yang kita tunjukkan, sambil mengajukan sebagai yang pokok tuntutan pembentukan Komite-Komite Revolusioner Kaum Tani…Akan tetapi di samping itu kita mengatakan kepada proletariat desa: “Kemenangan yang paling radikal dari kaum tani, yang kawan-kawan harus bantu sekarang dengan semua kekuatan, tidak akan membebaskan kawan-kawan dari kemelaratan. Untuk tujuan ini hanya ada satu cara: kemenangan seluruh proletariat pertanian – atas seluruh burjuasi, dan penyusunan masyarakat Sosialis”.”S

Pada akhirnya, Lenin menegaskan bahwa penuntasan revolusi demokratik dengan aliansi antara buruh dengan kaum tani, yang dipimpin oleh partai revolusioner akan memudahkan kelas buruh yang beraliansi dengan mayoritas kaum tani yang miskin dan semi-proletar untuk tanpa terinterupsi bergerak ke revolusi sosialis. Dalam karyanya Social Democracy’s Attitude Toward the Peasant Movement tahun 1905, Lenin mengatakan: “…dari revolusi demokratik kita akan segera dan tetap sesuai dengan ukuran kekuatan kita, kekuatan kesadaran kelas dan proletariat yang terorganisir, mulai bergerak ke revolusi sosialis. Kita berdiri untuk revolusi tidak terinterupsi. Kita tidak akan berhenti setengah jalan…Jika kita tidak sekarang dan tidak segera menjanjikan segala macam “sosialisasi”, itu karena kita mengetahui kondisi aktual untuk menuntaskan tugas-tugas tersebut dan kita tidak mengabaikan perjuangan kelas baru yang berkembang di dalam kaum tani, namun mengungkapkannya dalam perjuangan… Untuk mencoba memperhitungkan saat ini seperti apa kombinasi kekuatan yang akan ada di dalam kaum tani “sehari setelah” revolusi (revolusi demokratik) adalah utopianisme kosong… kita akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu seluruh kaum tani menuntaskan revolusi demokratik, dalam rangka untuk mempermudah bagi kita, partai proletariat, untuk bergerak secepat mungkin ke tugas baru dan lebih tinggi – revolusi sosialis.

Ditulis oleh Dipta Abimana | Kader KPO PRP

Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 27 III-IV Agustus 2017, dengan judul yang sama.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: