Perspektif

16 Tahun Reformasi Dan Masa Depan Gerakan Kiri Indonesia Bagian III

Partai Revolusioner

Gegap gempita reformasi 1998 telah membuka ruang demokrasi. Bukan hanya mahasiswa, bahkan prajurit polisi dan tentara, melancarkan aksi massa menyuarakan keresahannya. Demikian pula puluhan ribu organisasi bermunculan, bahkan setidak-tidaknya terdapat 12 ribu serikat buruh terdaftar pasca diterbitkannya UU mengenai serikat buruh. Perkembangan seperti itu sah-sah saja dalam perjuangan membuka ruang demokratik. Sentimen-sentimen anti kediktaktoran, keinginan berorganisasi, menuntut hak-haknya yang dirampas yang dahulu direpresi berkembang dimana-mana. Karakteristiknya adalah kemunculan berbagai macam organisasi dan campur aduk antara bentuk-bentuk perjuangan. Demikian pula mobilisasi massa menjadi senjata yang umum digunakan oleh rakyat untuk menuntut hak-haknya.

Namun pasca 1998 aksi massa demikian terfragmentasi secara nasional. Aksi massa berangkat dari lokalitas-lokalitas keresahan rakyat yang ada. Setiap keresahan menghasilkan aksi massa yang berbeda-beda. Aksipun menjadi semacam bentuk organisasi namun berkarakter fluktuatif, sementara ataupun ad hoc. Persoalan muncul ketika gegap gempitanya perjuangan membuka ruang demokrasi tersebut menjadi dilebih-lebihkan, bentuk-bentuk ataupun metode-metode organisasi yang muncul diidealisir mendesak kebelakang atau bercampur aduk dengan perjuangan sosialisme itu sendiri, dengan partai revolusioner.

Tentang Ideologi Partai Revolusioner

Politik moblisasi massa an sich memiliki keterbatasannya. Salah satu keterbatasannya adalah pada persoalan memunculkan kekuasaan alternatif, pada tahun 1998 adalah mengenai Komite Rakyat atau Dewan-dewan Rakyat untuk menggantikan Rejim Militer Soeharto. Persoalan kekuasaan alternatif tersebut, persoalan tujuan utama dari perjuangan politik klas buruh yang artinya juga tujuan utama dari sebuah Partai Revolusioner terkait erat dengan persoalan kesadaran revolusioner.

Revolusi bukan hanya persoalan mobilisasi ataupun tindakan kolektif dari ratusan ribu hingga jutaan orang namun Revolusi terkait erat dengan: kesadaran revolusioner massa, kesiapan mereka, keteguhan mereka untuk membawa perjuangan hingga tujuan akhirnya (perebutan kekuasaan politik dan penghancuran kekuasaan dari klas yang berkuasa). Demikian membangun ekonomi terencana secara sosial dibawah kontrol kaum buruh dan rakyat menggantikan tatanan ekonomi kapitalisme tidak bisa tanpa tindakan sadar untuk merencanakan pengunaan seluruh potensi yang ada demi kesejahteraan kaum buruh dan rakyat dengan mempertimbangkan keseimbangan ekologi.

Keresahan-keresahan yang menjadi basis bagi munculnya aksi-aksi massa terus dicari-cari. Kaum revolusioner menganggap bahwa hanya dari keresahan-keresahan tersebut maka ideologi dan politik sosialisme bisa dijelaskan. Kader-kader dikirim dimana-mana untuk melakukan advokasi atas keresahan-keresahan rakyat. Namun apakah keresahan itu? Buruh yang di PHK, serikat yang diberangus, petani yang dirampas tanahnya hingga pedagang yang digusur merasa resah dan kemudian bergerak menggunakan aksi massa untuk mempertahankan kepentingannya. Keresahan-keresahan muncul dari pengalaman langsung sehari-hari rakyat atas ketertindasan.

Keresahan sejatinya adalah kesadaran biasa yaitu kesadaran yang menggunakan konsep-konsep dan membentuk mereka kedalam pertimbangan yang sesuai dengan hukum dan bentuk logika, tetapi pada tingkatan ini dia berpikir pada konsep-konsep yang lebih dasar, yang tidak membawa seseorang melebihi batasan pengalaman personal dan lingkungan dekatnya. Kesadaran biasa mengambil bentuk dengan kehendak sendiri, secara spontan, dalam proses aktivitas kehidupan manusia dan interaksinya, dan adalah produk persepsi segera dia atas dunia sekitarnya.

Lalu bagaimana dengan program dan ideologi partai revolusioner? Program dan ideologi partai revolusioner berdasarkan atas kesadaran ideologi sosialis. Kesadaran yang menyangkut konsep yang lebih kompleks. Kesadaran yang muncul dari proses mempelajari pengalaman perjuangan sendiri maupun pengalaman perjuangan klas buruh secara menyeluruh, baik historis maupun kontemporer. Kesadaran ideologis ini adalah produk aktivitas sadar, menuntut usaha khusus pada bagian ideologi. Sehingga kesadaran ideology tidak dapat muncul secara spontan dari pengalaman langsung sehari-hari seperti keresahan. Perkembangan kesadaran ideologi menuntut peran dari Partai Revolusioner untuk menjelaskannya secara sistematis, terutama melalui koran partai.

Itulah kenapa Lenin dalam tulisannya What Is To Be Done? menggambarkan ide sentral bahwa :

“Kelas buruh tidak dapat mencapai pemahaman yang jelas mengenai sistem kapitalisme, mengenai posisinya sendiri didalam sistem tersebut dan langkah-langkah yang harus mereka ambil untuk menghancurkan sistem tersebut dan untuk membangun masa depan komunis kecuali kaum Marxist membantunya. Pengalaman perjuangan ekonomi melawan individu majikan, yang mereka lakukan sendiri tidak membuat kaum Marxist lepas dari tanggung jawab tersebut. Tanpa intervensi sadar dari kaum Marxist, perjuangan kelas sendiri hanya dapat menciptakan sebuah gerakan massa yang mampu melancarkan “perjuangan serikat buruh”, perjuangan “untuk memastikan”…langkah-langkah untuk mengurangi kesulitan yang dimunculkan oleh kondisi mereka, namun tidak menghilangkan kondisi tersebut, yaitu tidak menyingkirkan penindasan kerja oleh kapital”.

Program dan ideologi dari partai revolusioner semakin terdorong mundur. Karena persoalan program dan ideologi dinilai sebagai sesuatu yang sulit dipahami oleh rakyat, sosialisme itu jauh diatas langit. Yang penting adalah bergerak, perlawanan dari keresahan-keresahan. Itulah yang kongkrit, mereka katakan. Kongkrit adalah segala sesuatu yang dapat dimengerti secara langsung oleh rakyat. Bagi buruh yang di PHK yang kongkrit tentunya adalah dipekerjakan kembali atau pesangon. Petani yang tanahnya dirampas bisa mendapatkannya kembali. Pedagang yang digusur bisa berjualan kembali.

Politik yang dikembangkan dibatasi pada politik yang memiliki kaitan langsung dengan persoalan ekonomi. Politik upah murah dijelaskan pada buruh-buruh yang upahnya rendah, kongkalikong pengusaha perkebunan dan pemerintah dijelaskan pada petani yang tanahnya dirampas, privatisasi dunia pendidikan kita jelaskan pada mahasiswa yang biaya kuliahnya mahal. Namun tidak menjelaskan hak menentukan nasib sendiri bagi sebuah bangsa kepada buruh, tidak menjelaskan kebebasan beragama kepada petani. Kita tidak dapat menjelaskan kapitalisme dan penindasan yang terjadi dalam berbagai bentuk secara utuh. Artinya kita tidak dapat membangun pemahaman bahwa kapitalisme itu tidak menindas satu klas atau satu sektor dari rakyat saja. Bahwa kapitalisme menindas seluruh klas buruh dan rakyat dimanapun juga. Dan bahwa jalan keluar satu-satunya adalah dengan menghancurkan kapitalisme.

Menyandera Partai Revolusioner

Dalam persoalan kerja-kerja revolusioner dan partai revolusioner, kecenderungan diatas juga memunculkan pandangan bahwa perjuangan politik sosialisme belumlah bisa dilakukan oleh karena kita harus memfokuskan diri pada perjuangan-perjuangan berbasiskan keresahan-keresahan tersebut untuk melancarkan perlawanan. Dengan demikian maka kerja yang dilakukan dan bentuk organisasi yang didorong adalah organisasi yang dapat mewadahi keresahan-keresahan tersebut. Organisasi yang dapat dengan mudah diakses dan diikuti oleh sebanyak-banyaknya rakyat yang resah. Partai revolusioner terdorong kebelakang digantikan oleh organisasi-organisasi massa atau komite-komite aksi. Kaum revolusioner menyandang status sebagai anggota sebuah partai revolusioner namun yang dikerjakan adalah kerja-kerja ke-organisasi massa-an atau gerakan-isme.

Hal ini bisa berujung pada menegasikan Partai Revolusioner itu sendiri, menunda pembangunannya dalam jangka waktu tak tertentu hingga (dalam hal perjuangan buruh) ada Serikat Buruh yang dirasa kuat, serikat buruh Merah buatan sendiri. Pada tataran ekstrim terdapat kecenderungan hingga menegasikan sebuah Partai Revolusioner. Menganggap bahwa untuk melancarkan revolusi dan membangun sosialisme yang dibutuhkan hanyalah sebuah Serikat Buruh.

Tentang Koran Partai Revolusioner

Jika program dan ideologi partai revolusioner terdesak kebelakang maka demikian pula dengan alat untuk menjelaskannya, alat propaganda dari partai revolusioner yaitu koran partai. Propaganda menjadi bersifat sementara seperti keresahan-keresahan yang muncul. Yang dibuat sebatas selebaran-selebaran, karena sederhana dan cukup untuk menjelaskan keresahan. Ataupun muncul koran namun hanya dalam moment-moment tertentu saat dirasa persoalan politik menjadi keresahan banyak rakyat. Seperti pada saat kenaikan harga BBM, mogok nasional ataupun pemilihan umum.

Tidak ada upaya untuk menjelaskan penindasan kapitalisme dalam setiap seginya serta perlawanan terhadapnya seperti yang bisa dilakukan oleh koran. Dengan memblejeti kapitalisme dan belajar dari perjuangan melawan kapitalisme secara sistematis dan reguler, bahkan dapat setiap hari dilakukan jika koran tersebut mampu menjadi koran harian. Itu juga berarti tidak ada upaya untuk membangun kesadaran ideologis secara sistematis dan terus menerus diantara kaum buruh dan rakyat. Serta membangun sebuah partai revolusioner yang solid, beranggotakan mereka yang perspektifnya paling berkomitmen, sebuah partai revolusioner yang terus menerus memperluas pengaruh dan kepemimpinannya diantara kaum buruh dan rakyat.

Penutup

Perjuangan kaum radikal bersama rakyat dibawah Rejim Militer Soeharto telah berhasil menjatuhkan Soeharto. Mengembalikan mobilisasi massa sebagai senjata rakyat untuk memperjuangkan kepentingannya. Perjuangan, semangat serta militansi mereka pada saat itu harus kita maknai dengan baik. Demikian kita juga harus belajar dari kekurangan mereka untuk membangun tradisi yang revolusioner.

Sejarah telah mengajarkan kita bahwa borjuasi tidak bisa diandalkan bahkan untuk memperjuangkan demokrasi dan kesejahteraan. Selain karena fakta bahwa mereka begitu lemah dan terikat dengan kekuatan imperialis, menjadi boneka untuk menjalankan kepentingan Imperialisme. Juga karena mereka selalu mencari cara untuk membatasi perkembangan gerakan rakyat dan selalu mengakomodir sisa-sisa kekuatan Rejim Militer Soeharto, yaitu Golkar dan Militer. Kepercayaan terhadap kemampuan borjuis untuk menuntaskan persoalan demokrasi dan kesejahteraan juga dapat mendorong kita untuk meremehkan perjuangan klas dan partai revolusioner.

Hanya klas buruh lah yang mampu menuntaskan perjuangan demokrasi dan tentunya perjuangan untuk Sosialisme. Namun ini bukan berarti bahwa semua buruh menyadari bahwa kepentingan mendasarnya adalah untuk menghancurkan kapitalisme. Tidak seperti borjuasi yang melancarkan penghancuran feodalisme disaat mereka telah mengembangkan relatif cukup kekuatan ekonomi, ideologi serta pengalaman, klas buruh adalah klas yang paling rendah didalam kapitalisme. Disisi yang lain sosialisme tidak mungkin dibangun tanpa sebuah tindakan sadar dari klas buruh dan rakyat. Karena Sosialisme akan menggantikan sistem kapitalisme yang menindas dengan sebuah ekonomi yang terencana. Dan membutuhkan restrukturisasi secara sadar dari hubungan sosial untuk menghilangkan pembagian masyarakat kedalam klas-klas. Maka perjuangan klas buruh untuk sosialisme memiliki karakter kesadaran.

Disinilah letak arti penting dari Partai Revolusioner, untuk memasok kesadaran sosialis sehingga kaum buruh dan rakyat siap dan teguh dalam menuntaskan perjuangan menghancurkan kapitalisme. Sebuah partai yang terdiri dari individu-individu terbaik, paling berkomitmen, militant dan sadar akan perjuangan sosialisme. Dimana kepemimpinannya dalam perjuangan diterima oleh klas buruh dan rakyat bukan saja karena dukungan terus menerusnya terhadap perjuangan rakyat. Namun yang pertama dan terutama karena ketepatan perspektifnya yang dijelaskan secara sistematis dan terus menerus.

Dalam Partai Revolusioner jugalah terletak perbedaan antara kerja-kerja propaganda dari Partai Revolusioner dengan intelektual yang mengklaim dirinya kiri atau Marxis. Kaum intelektual menjauhkan dirinya dari perjuangan klas dengan terang-terangan ataupun malu-malu menegasikan Partai Revolusioner. Propaganda yang mereka lakukan bukanlah dalam rangka meyakinkan dan menghimpun kekuatan revolusioner. Propaganda bagi mereka tidak jauh berbeda dari karir akademis yang mereka geluti ; “percaya silahkan tidak percaya silahkan. Masalah perjuangan kembali kepada diri masing-masing, jika ada waktu luang berjuanglah, jika tidak ada ya sudah“.

Bagi kaum revolusioner. Partai Revolusioner tidak bisa dinegasikan. Partai Revolusioner adalah bentuk paling tinggi dari organisasi poliitik klas buruh dalam perjuangan klas. Oleh karena itu propaganda kaum revolusioner terkait erat dengan bagaimana mendukung gerakan buruh dan rakyat, meyakinkan mereka akan ketepatan perspektif kita, memenangkan keyakinan mereka terhadap tujuan-tujuan sosialisme dan menghimpun serta mengorganisasikan kaum buruh dan rakyat yang paling maju dalam satu Partai Revolusioner.

Mengecilkan peran dari Partai Revolusioner tidak bisa tidak hanya berarti menguatkan pengaruh borjuasi diantara klas buruh dan rakyat. Terlepas bahwa mungkin kita tidak berniat melakukan hal itu dan memiliki niat baik untuk membangun partai revolusioner. Karena didalam masyarakat kapitalis, ideologi yang dominan adalah ideologi dari klas borjuasi. Ideologi tersebut terus menerus dicekoki kedalam pikiran klas buruh setiap hari, setiap saat. Melalui media massa, agama, pendidikan dan juga norma-norma keseharian. Dengan demikian maka politik yang berkembang adalah politik dalam kerangka borjuasi, atau politik untuk memperbaiki kondisi yang diakibatkan oleh kapitalisme tanpa menghilangkan kapitalismenya itu sendiri.

Terbitan partai revolusioner, terutama koran, adalah alat yang paling penting dalam propaganda, dalam meyakinkan kaum buruh dan rakyat akan kepemimpinan partai. Pertama, koran akan menguatkan terbangunnya sebuah partai revolusioner yang solid dan menasional. Membangun sebuah organisasi revolusioner atas “advokasi” terhadap keresahan-keresahan, justru mendorong berkembangnya kelompok-kelompok lokalis. Kelompok-kelompok tersebut sibuk mengurusi keresahan-keresahan yang muncul di daerah-daerah yang bisa mereka jangkau. Dengan begitu mengabaikan perlawanan terhadap sistem kapitalisme yang bahkan bukan saja men-nasional namun juga internasional. Di sisi yang lain koran partai revolusioner akan secara sistematis dan terus menerus menyatukan kekuatan revolusioner di berbagai daerah. Menghubungkan kekuatan-kekuatan revolusioner serta melatihnya dalam satu kerja mendasar partai.

Kedua, koran akan menjadi alat intervensi partai revolusioner di tengah-tengah massa. Bertentangan dengan banyak prasangka terhadap kerja-kerja propaganda, koran partai revolusioner justru terkait erat dengan massa. Perbedaannya adalah bahwa kita berada di tengah-tengah massa bukan untuk membuntut, melakukan kerja-kerja normatif/ administratif atau sekedar nimbrung. Kita berada ditengah-tengah massa untuk menjelaskan perspektif kita dalam setiap perjuangan massa.

Ketiga, koran akan terus menerus meningkatkan kesadaran revolusioner. Dengan adanya koran maka partai revolusioner akan dapat secara sistematis dan terus menerus menjelaskan perspektifnya. Kita akan memblejeti penindasan kapitalisme diseluruh seginya. Demikian kita akan dapat mengambil pelajaran-pelajaran umum dari berbagai perlawanan rakyat untuk kemudian disebarluaskan bukan saja ditingkatan lokal namun secara nasional.

Pada saat ini untuk membangun tradisi partai revolusioner kita tidak bisa menutup mata terhadap tradisi aktivisme yang ada. Ataupun terhadap besarnya prasangka (sadar atau tidak sadar) untuk menyisihkan propaganda, partai revolusioner ataupun sosialisme. Tidak bisa tidak kita harus banyak mengkritik serta banyak menjelaskan apa tradisi revolusioner yang mau kita bangun. Akhir kata, ide-ide besar jalan pembebasan sejati dari klas buruh dan rakyat Indonesia, Sosialisme, harus dinaikan ke tempat seharusnya. Dengan alat untuk memperjuangkannya sebuah partai revolusioner. Apapun yang kurang dari itu tidak akan membawa kita kepada Sosialisme.

(Selesai).

Oleh : Ignatius Mehendra Kusumawardhana, Kontributor Arah Juang dan Anggota KPO-PRP.

Referensi :
Lane, Max. 2007. Bangsa Yang Belum Selesai. Jakarta: Reform Institute.
Lorimer, Doug. 2013. Pokok-pokok Materialisme Historis. Tanpa kota: Bintang Nusantara.
Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda: PRD Melawan Tirani, Desantara, 2004
Zinoviev, Grigorii. 1973. The History of Bolshevik Party. London: New Park Publication.
Lenin, Vladimir. 1902. What Is to Be Done? (Online), (Marxist.org, diakses Agustus 2014)
Lenin, N. 1905. Socialist Party and Non Party Revolution. (Online), (Marxist.org, diakses Agustus 2014)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: