PerjuanganPernyataan Sikap

Rilis Pers Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi Sorong Raya

Bebaskan Empat Tapol Papua dan Kembalikan Mereka Ke Kota Sorong!

Sejak dikriminalisasi dan ditahan pada bulan April lalu, Empat orang aktvisis Papua dari Organisasi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), Bapak Abraham G Gamam, Nikson Mai, Maksi Sangkek, dan Piter Robaha masih terus menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Makasar hingga saat ini.  Dan proses sidang saat ini telah memasuki tahap akhir yaitu Sidang Pembacaan Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang kemudian akan dilanjutkan pada Sidang Pembelaan (pledoi) sebelum akhirnya Hakim memutuskan.

Namun begitu, hingga saat ini tidak ada satu pun bukti-bukti yang menguatkan sangkaan JPU terhadap Empat Orang Aktivis Papua. Bahwa Empat Orang Aktivis Papua sama sekali tidak melakukan makar seperti yang dituduhkan, dan hanya melakukan upaya-upaya damai yaitu mengajukan Surat Perundingan Damai kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk menyelesaikan persoalan Papua Barat. Sehingga sangkaan JPU terhadap Empat orang aktivis Papua adalah tidak mendasar sama sekali. Ini dibuktikan bukan hanya dengan ketiadaan bukti fisik yang mendukung, tetapi juga dari keterangan ahli.

Tanggal 16 Oktober 2025, saksi ahli yang dihadirkan di ruang sidang, yaitu Ahli Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Muhamad Fataliah Akbar, S.H., LL.M. menyatakan bahwa tindakkan makar harusnya merupakan Tindakan Melawan Hukum (PMH). Sementara mengundang pemerintah untuk berdialog, apalagi dengan cara damai seperti yang dilakukan oleh Empat Orang Aktivis Papua, bukanlah perbuatan makar.

Sebagai contoh, menurut ahli, bisa dilihat saat Reformasi 1998. Bahwa banyak orang berteriak soal Negara federasi, namun hal itu tidak dikategorikan makar, selama itu tidak diikuti dengan perbuatan melawan hukum. Kemudian saksi ahli menggarisbawahi bahwa penggunaan atribut saat mengajak dialog damai dengan pemerintah juga tidak serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Apalagi itu juga tidak diarahkan untuk melawan hukum. Dialog adalah cara paling damai dalam Negara demokrasi, maka sudah seharusnya tidak bisa dikategorikan sebagai makar.

Sebelumnya juga demikian, saat Kepolisian Resor Kota Sorong melakukan tindakkan penangkapan dan penggeledahan di rumah Bpk Abraham G Gamam tidak ditemukan bukti-bukti apapun kecuali satu helai baju bermotif Bintang Kejora dan juga dokumen ajakan perundingan damai. Hanya itu! Sehingga tidak bisa dikatakan sebagai tindakkan makar. Hal ini dibuktikan dengan penolakan dari Kejaksaan Negeri Kota Sorong atas berkas yang diajukan oleh Kapolres Kota Sorong dengan alasan bukti-bukti pendukung tidak kuat dan harus ditambahkan lagi sebelum Keempat Tapol disidangkan.

Ketiadaan bukti ini sejak awal sudah terbaca dengan ketakutan berlebihan dari Kepolisain Resor Kota Sorong dan Pengadilan Negeri Kota Sorong yang tidak berani menggelar sidang di Kota Sorong dan justru memindahkan sidang ke Kota Makasar. Bahkan alasan-alasan yang dilampirkan juga tidak tepat sama sekali dan mengandung unsur-unsur penipuan. Sebagai missal, alasan pemindahan ke Kota Makasar adalah karena Kota Sorong sedang dilanda bencana alam dan gangguan keamanan. Alasan ini sepenuhnya merupakan penipuan sebab Kota Sorong tidak pernah dilanda bencana alam apapun, dan juga tidak terjadi gangguan keamanan apapun. Sehingga alasan ini hanya sebagai upaya cuci tangan pihak kepolisian serta Pengadilan Negeri Kota Sorong karena telah menahan orang yang tidak bersalah.

Kami menilai bahwa karena ketiadaan bukti-bukti apapun yang bisa dikategorikan sebagai tindakkan makar, maka:

  1. Mendesak Yang Mulia Hakim untuk menolak semua tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Kota Makasar, Sulawesi Selatan.
  2. Mendesak Yang Mulia Hakim untuk memvonis bebas Keempat Aktivis Papua yang berjuang secara terhormat dan damai untuk menyelesaikan konflik Papua yang berlangsung lama yakni sejak tanggal 19 Desember 1961 hingga hari ini.
  3. Segera pulangkan kembali Empat aktivis Papua yang ditahan di Makasar ke Kota Sorong dan hentikan semua teror serta intimidasi terhadap keluarga aktivis baik yang berada di Makasar maupun di Kota Sorong.
  4. Penjarakan Pelaku Pelanggar HAM dan Bebaskan Seluruh Aktivis dan kawan-kawan kami di seluruh Indonesia.
  5. Hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebagai solusi demokratis.

Demikian peryataan sikap ini kami bacakan untuk menjadi perhatian kita bersama. Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih.

Sorong, 03 November 2025.

Koordinator Umum: Simon Nauw.

Loading

Comment here