Perspektif

Membangun Ruang Dialektika Gerakan Kiri Indonesia

Pada 23 Maret 2025, diselenggarakan acara Buka Bersama dan Diskusi membahas “Situasi Internasional dan Nasional.” Agenda ini diinisiasi oleh Perserikatan Sosialis (PS) dan Partai Pembebasan Rakyat (PPR). PS dan PPR melihat bahwa dibutuhkan ruang dimana berbagai organisasi ataupun kelompok Kiri dapat bertemu, berdiskusi dan berdebat mengenai berbagai macam isu. Forum diskusi ini tidak dimaknai untuk menandingi konsolidasi ataupun aliansi yang sudah terbentuk oleh berbagai organisasi ataupun kelompok. Acara ini dihadiri kurang lebih 60 orang dari belasan organisasi politik, serikat buruh, organisasi mahasiswa, organisasi perempuan, dsb.

Acara ini dibuka dengan sambutan dari PS serta PPR. Kawan Surya dari PPR membuka acara dengan memberi salam hangat sembari menerangkan maksud dari acara ini. “Walau sudah banyak aksi-aksi dan intervensi politik yang dilakukan oleh kelompok kiri”, jelas Surya, “belum banyak yang mengedepankan ide-ide serta gagasan kiri sebagai pemacu dari gerakan rakyat itu sendiri”. “Maka dari itu…”, lanjutnya, “diharapkan agar organisasi-organisasi Kiri yang hadir dapat mengkonsolidasikan tujuan dan arah kerja organisasi ke arah penegakkan sosialisme di Indonesia”.

Sementara itu kawan Mahe dari Perserikatan Sosialis, juga memberi beberapa patah kata untuk menyambut para sejawat Kiri. Ia menyambut kedatangan kawan-kawan semua pada acara buka bersama ini. Mahe juga berharap agar diskusi yang dilaksanakan pada acara bukber ini dapat berlangsung secara berkelanjutan, dan juga untuk membangun diskusi dan perdebatan di antara kelompok Kiri di Indonesia. Selain itu juga dapat membuka ruang kerjasama antar kelompok Kiri.

Sebelum dimulainya sesi diskusi, seluruh peserta yang telah hadir bersama-sama menyanyikan “Internationale”, yang dipimpin oleh kawan Surya dan Mahe dan diiringi aransemen piano kawan dari Partai Hijau Indonesia. 

Diskusi juga dimoderatori oleh dua orang kawan dari PS dan PPR. Kawan moderator dari PS memulai forum diskusi dengan pembukaan singkat. Dimulainya forum diawali dengan diskusi seputar isu politik, sosial, dan budaya. Dapat dilihat bahwa adanya regresi demokrasi di Indonesia pada 10 tahun terakhir, dan pasca pemilu 2024 kemarin kubu Prabowo langsung melakukan konsolidasi politik dengan hampir seluruh partai yang ada di Indonesia. Tidak terlepas dari itu, banyak polemik mengenai produksi yang terjadi di Indonesia seperti badai PHK, industrialisasi yang terbelakang, korupsi merajalela, dsb.

Diskusi dimulai dengan tanggapan dari kawan-kawan SEBUMI, FGBK, dan KASBI, yang berpendapat bahwa disahkannya RUU TNI yang sekarang sudah menjadi UU TNI ini merupakan masalah yang besar bagi kedaulatan politik masyarakat sipil, terutama bagi para pejuang hak-hak buruh di Indonesia. Disamping itu, masalah dari neo-liberalisasi industri Indonesia membuat menurunnya upah-upah buruh. Hal ini diperburuk dengan hadirnya Omnibus Law/UU Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020 kemarin. Ditambah lagi badai PHK dan efisiensi anggaran yang terjadi dari awal tahun 2025 kemarin yang merupakan hasil konsolidasi politik-ekonomi kelas borjuasi dengan kelas pemerintah. Dari masalah-masalah ini maka timbullah pertanyaan, apa yang dapat kaum Kiri lakukan? Apa gagasan yang ingin ditawarkan kepada masyarakat agar kita dapat melawan?

Perwakilan dari SPRI yang hadir mengedepankan sebuah pernyataan tentang bagaimana cara kita (kaum progresif)  untuk tetap ada sebagai sebuah gerakan, dan cara kita “berselancar” di publik untuk mengedepankan paham-paham progresif sosialis. Setelah itu, kawan-kawan dari PPR dan PS memberi sedikit tambahan pembacaan. Mereka berpendapat bahwa maraknya krisis ekonomi yang dirasakan dunia ini berhubungan erat dengan naiknya gerakan politik ultra-kanan yang menaikan isu-isu berbasis ras dan etnonasionalisme sebagai solusi utama gerakan mereka. Gerakan-gerakan ini tidak ingin menyelesaikan akar dari masalah krisis tersebut, yaitu kapitalisme, melainkan mereka cenderung menyalahkan kaum-kaum rentan dan tertindas yang tidak memiliki kedaulatan ekonomi sebagai akar dari masalah mereka. Lanjut mereka, bagaimanakah kita dapat mengkonsolidasikan kekuatan progresif? Karena perlawanan akan kapitalisme tidaklah disiplin, maka tidak akan muncul gerakan yang serius.

Pernyataan yang penting untuk kita ketahui juga datang dari salah satu kawan dari AMP. Di Papua Barat, ekspansi kapitalisme membuat maraknya perusakan terhadap hutan lindung dan hutan adat penduduk. Para penguasa tidak menanggapi secara serius, masalah ekonomi dan sosial yang terjadi di tanah Papua. Selain itu, naiknya Prabowo sebagai presiden semakin memperparah dampak militerisme yang terjadi di Papua. Kawan tersebut melanjutkan, bahwa gerakan yang terjadi di Indonesia khususnya untuk Papua masih tersegmentasi. Maka dari itu dibutuhkan front aliansi demi memperjuangkan pembebasan Papua Barat.

Masih banyak lagi pembukaan bacaan yang situasi politik yang diterangkan oleh masing-masing perwakilan organisasi. Seperti PHI yang berpendapat bahwa kelas borjuasi dan kelas pemerintah sudah mengambil alih wacana seputar lingkungan agar lebih pro-kapitalisme. FNKSDA sebagai organisasi Islam pro lingkungan juga berpendapat, bahwa ormas-ormas keagamaan di Indonesia sudah disandera oleh rezim, begitu juga dengan pengikutnya. Jadi untuk menggerakkan isu yang dinaikan oleh ormas Islam ke arah isu lingkungan sudah semakin susah, karena sudah berlawanan dengan kepentingan pemerintahan.

Beberapa hal yang sudah dijelaskan oleh masing-masing organisasi tersebut adalah pokok dari diskusi yang dilaksanakan pada sesi kedua setelah berbuka puasa. Kawan-kawan seperjuangan yang hadir di Beranda Rakyat Garuda sembari bersilaturahmi dengan satu sama lain, sembari juga menikmati santapan yang dihidangkan untuk berbuka puasa.

Setelah selesai berbuka puasa, forum bersepakat untuk memulai sesi ke-duanya yang dimoderatori oleh kawan dari PPR. Ia menjelaskan bahwa tujuan dari sesi kedua ini adalah untuk menanggapi masing-masing pembacaan situasi politik yang dilakukan oleh masing-masing kawan di sesi pertama.

Tanggapan pertama dimulai dari kawan dari ARC dan perwakilan dari warga Padang Halaban yang sekarang kampungnya di Sumatera Utara, terancam terkena penggusuran untuk pembangunan perkebunan oleh PT. SMART. Mereka (warga Padang Halaban) merupakan keturunan dari para korban pembantaian yang dilaksanakan TNI dan milisi sipil reaksioner pada 1965. Di tahun 2025 ini mereka kembali dihadapkan pada ancaman pengeluaran dari tanah di tempat mereka hidup oleh TNI. Mereka bekerja sama dengan ARC menanggulangi dan berharap untuk dapat menolak keputusan pemerintah untuk melakukan penggusuran tempat tinggal mereka.

Berlanjut mengenai pembahasan gerakan politik Indonesia, sudah gentingnya kebutuhan untuk melakukan perlawanan yang lebih berbobot ucap perwakilan-perwakilan dari SekBer, FMN, dan FPBI. Hal yang sudah harus diformulasikan adalah yang pertama, adanya penyatuan isu politik dengan isu masyarakat agar lebih tergerak lagi masyarakat dalam proses demokrasi. Kedua, bagaimana kita bisa mempertahankan kekuatan politik kita di bawah gempuran represi politik rezim. Ketiga, harus dipikirkan cara kita untuk menggabungkan gerakan mahasiswa, gerakan buruh, dan gerakan masyarakat.

Selain itu ada juga perwakilan dari KPR yang berpendapat bahwa, perdebatan dan pembicaraan tentang politik sudahlah tidak asing bagi kita kaum Kiri. Tetapi ucap kawan tersebut, masih belum ada pertemuan yang dilakukan untuk membahas apa yang harus dilakukan. Dalam artian, belum ada kerja organisasi gabungan untuk membentuk suatu gerakan perlawanan yang terstruktur dan konkrit. Lalu lanjutnya, sebetulnya sudah jelas masalah yang kita hadapi sekarang ini, tetapi yang seharusnya menjadi poin utama kita yaitu adalah gerakan baku dengan tujuan memajukan kekuasaan kelas pekerja.

Dan terakhir kawan-kawan dari SMI, SPRI, dan SEMPRO mengangkat gagasan bahwa untuk menuju kepada perjuangan sejati, masih harus ditempuh kerja-kerja idelogisasi ke basis masyarakat secara lebih luas. Setelah itu kita juga butuh tampil kepada masyarakat, untuk membuktikan bahwa komitmen kita terhadap gerakan ini bukanlah untuk mengelabui maupun untuk memperalat masyarakat sebagai pion-pion kekuasaan belaka. Demi memperjuangkan itu semua, harus adanya gerakan untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat di seluruh pelosok Indonesia untuk betul-betul membangun gerakan pembebasan rakyat atas penindasan kapitalisme.

Di ujung acara tanggal 23 ini kata-kata penutup diberikan oleh pengelola Beranda Rakyat Garuda. Mereka menyampaikan bahwa agar bisa menegakkan sosialisme di Indonesia, kita harus saling berkawan satu sama lain. Berkawanlah meski kita memiliki pendapat yang berbeda. Berkawanlah meski kita memiliki paham ideologi yang sedikit berbeda. Karena gerakan yang sejati hanya muncul dari persaudaraan yang didasari oleh penindasan yang satu, penindasan dibawah kapitalisme.

Acara ini diakhiri dengan pembuatan video solidaritas untuk perjuangan kaum tani di Padang Halabang. Yel-yel yang diserukan adalah: Rakyat Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan! Padang Halaban! Tolak Penggusuran!

Selain itu juga video ucapan solidaritas untuk Kongres VI Perserikatan Sosialis yang akan diselenggarakan dengan tema: Bangun Kader Revolusioner Profesional Guna Mewujudkan Partai Revolusioner! Untuk Penuntasan Revolusi Demokratis dan Kemenangan Sosialisme!

Loading

Comment here