Opini Pembaca

Daftar Kejahatan TNI/ POLRI di Papua Bulan Mei 2025

Ini adalah daftar kejahatan TNI/POLRI di Papua. Berkedok menumpas gerakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan menjaga ketertiban; Polisi dan TNI melancarkan serangkaian pembunuhan, penahanan, pemerkosaan, dan kriminalisasi terhadap warga sipil. Ini bukan hanya terhadap orang dewasa, tapi juga anak-anak dan balita.

Setelah melancarkan kekejian tersebut, mereka lalu menebar bergunung-gunung hoaks untuk menutupinya. Maka tugas kita adalah menampik fakta tersebut dan menjejerkan semua kejahatan ini secara terang kepada semua orang.

Tanggal 05 Mei 2025, TNI menembak seorang warga sipil atas nama Yulianus Kalakmabin di Kampung Wanbakon, Kecamatan Serambakon, Kabupaten Peggunungan Bintang. Yulianus adalah tukang kayu yang bekerja sehari-hari sebagai tukang sensor kayu. Ia ditembak tanpa mempunyai kesalahan apapun. Kejahatan ini dilakukan oleh Pasukan Kasuari Yonif 752.

Sementara itu di ibukota Kabupaten Oksibil, pasukan gabungan dari Brimob Polda Papua, Pasukan Damai Cartenz, Perwakilan Kodim Yahukimo, dan Pasukan Maleo diterjunkan. Jumlahnya diperkirakan mencapai 3.000 personil. Kondisi ini mengakibatkan ribuan warga mengungsi ke hutan. (Media Papua 13/5/25).

Pada 13 Mei 2025, TNI melancarkan serangan brutal di Kampung Ndugusiga dan Sugapa Lama Kabupaten Intan Jaya. TNI menembak mati Ruben Wandagau (Kepala Kampung), Ev. Elisa Wandagau (Pendeta), dan Mono Tapamina (perempuan). Sementara di Kampung Sugapa Lama, TNI menembak seorang ibu rumah tangga atas nama Junite Zanambani di lengan kiri, dan anaknya Minus Jegeseni usia 5 tahun di telinga kiri.

Selanjutnya, 15 Mei TNI menculik ibu rumah tangga atas Hetina Mirip di Kampung Jiandipa, Distrik Sugapa, dan menembaknya. Untuk menghilangkan jejak, TNI menggali kubur dan jasad Hetina Mirip dibuang. Jasadnya membusuk dan baru ditemukan pada 21 Mei oleh Tim Kemanusiaan Intan Jaya (Arnold Belau, 24/05/25).

Kejahatan ini dilakukan oleh Koops Habema di bawah kendali Komando Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III. Lalu di Jakarta Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi mengatakan bahwa korban yang ditembak adalah 18 anggota TPNPB. Sungguh kebohongan paling besar!

Pada 23 Mei 2025 TNI menembak mati seorang pemuda atas nama Ariu Wayau di Kampung Tanah Merah, Kecamatan Gome, Kabupaten Puncak Jaya. Kejahatan ini dilakukan di tengah perkampungan dan disaksikan oleh semua orang termasuk orang tua korban. Satuan yang melakukan kejahatan ini adalah satuan Tim Maleo yang beroperasi di Intan Jaya. (Suara Papua, 24/05/25).

Pada 23 Mei 2025 TNI menembak seorang warga sipil atas nama Agus Murib di Kampung Toanggi II, Distrik Gome Utara, Puncak Jaya. Sejak subuh, Agus dan istrinya hendak masuk hutan untuk mencari rotan dan sayur ntuk keperluan kebun dan rumah. Namun ketika tiba di hutan, TNI sudah siap disana, dan langsung melakukan penembakan terhadap Agus. Saat ini jasad korban sudah dievakuasi oleh warga dibantu para pekerja kemanusiaan. (Suara Papua, 23/05/25).

Pada 28 Mei 2025, TNI Angkatan Udara menjatuhkan bom di pemukiman warga sipil di Kampung Walenggaru, Distrik Gome Utara, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Satu warga sipil atas nama Sole Mosip (52) tahun meninggal di tempat, persis karena bom jatuh di rumahnya. (KNPB News 28/05/25).

Hingga hari ini, TNI menolak mengakui fakta tersebut, dan tidak ada satupun anggota mereka yang dihukum. Impunitas terus berlanjut.

Pada 23 Mei 2025 Pukul 10:00 WIT Polisi dan TNI melancarkan serangan brutal di Kampung Kimupugi, Distrik Kamu, Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah. Dalam serangan brutal ini TNI/POLRI menembak lima orang remaja atas nama Marthen Tebai (12 tahun) Pies Waine (15 tahun), Nopentus Tebai (13 tahun), Deserius Tebai (12 tahun), dan Feri Tibakoto (16 tahun).

Di antara lima korban tersebut, korban atas nama Pios Waine menderita luka berat karena ditembak persis di bagian dada. Akibat serangan brutal ini, ratusan masyarakat tengah mengungsi ke kampung-kampung tetangga. Aktor kejahatan ini adalah Kepolisian Resort (Polres) Dogiyai dan Aparat Gabungan TNI yang ditempatkan di Kabupaten Dogiyai. (Tadah News, 24/05/25).

09 Mei 2025 sejumlah anggota polisi melakukan penyerangan terhadap tiga orang pemuda atas nama Yampit Kondororik, Eren Skoviai, dan Lukas Kombado di Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel). Ketiga pemuda tersebut adalah juru parkir yang sedang melakukan pekerjaannya di salah satu Indomaret di Ibu Kota Kabupaten Sorsel, Teminabuan.

Tanpa sebab, sejumlah anggota polisi langsung melakukan penyerangan terhadap ketiga pemuda tersebut. Ketiganya mengalami luka berat, dan sobekan serius di wajah mereka. Pelakunya adalah Satuan Polisi dari Polres Sorong Selatan. (Jubi, 09/05/25).

14 Mei 2025 Polisi membubarkan secara paksa aksi damai dari Komunitas Suara Kaum Awam Katolik Region Papua di Gereja Katedral, Timika. Selain menyita sejumlah peralatan aksi seperti spidol, spanduk, dll, polisi juga menangkap Melvin Yobe, koordinator aksi tersebut tanpa sebab.

Kejahatan ini dilancarkan persis di hadapan ribuan orang pada siang hari bolong, saat Ibadah Penthabisan Uskup Timika, MGR Bernardus Bofitwos Baru, OSA. Padahal Melvin Yobe, dkk hanya melakukan aksi damai dengan menyebarkan petisi dan membentangkan spanduk, namun mereka langsung diserang oleh polisi.

Pelakunya kejahatan ini adalah Anggota Polres Timika, Papua Tengah.

05 Mei 2024 Polisi menangkap seorang siswa SMA atas nama Ivan Kabak hanya karena merayakan kelulusan dengan baju bercoretkan Bintang Kejora di Dekai, Kabupaten Yahukimo. Saat korban hendak keluar di depan pintu pagar SMA, polisi langsung menculiknya menggunakan mobil Avansa berwarna hitam.

Hingga tanggal 16 Mei, polisi masih menahannya dan belum ada kejelasan apapun. Karena penahanan ini, Ivan Kabak terancam tidak dapat melanjutnkan pendidikan ke perguran tinggi. Ini adalah kejahatan yang tidak boleh diampuni oleh siapapun.

Kejatahatan ini dilakukan oleh anggota Polres Yahukimo. (Yally Strckq, 16/05/25).

Jumat 23 Mei 2025, Polisi membubarkan secara paksa dan menyerang secara brutal Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura yang melakukan aksi protes menentang kenaikan uang kuliah yang naik secara drastis pada tahun 2025.

Aksi dilakukan di halaman area kampus, namun polisi secara brutal langsung membubarkan massa aksi. Polisi menggunakan katapel dan water canon untuk menembak massa. Polisi juga merusak puluhan motor milik mahasiswa. Karena ini, sejumlah mahasiswa mengalami luka berat dan alat transportasi mereka juga rusak-rusak.

Kapolres Jayapura mengatakan bahwa aksi mahasiswa tidak memiliki izin. Namun ini adalah sebuah ketololan. Aksi mahasiswa di lingkungan kampus adalah wilayah akademik yang bebas intervensi termasuk kepolisian. Polisi tidak berhak masuk kampus, apalagi membubarkan kegiatan mahasiswa. Ini diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

—-

Sementara itu, 16 Mei 2025, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan oleh DPR Provinsi Papua bersama TNI/POLRI dan Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Papua, dilaporkan dan terbukti bahwa pelaku teror bom di Kantor Media Jubi bulan Oktober tahun 2024 adalah anggota militer aktif.

Pelaku adalah anggota Danintel bernama Sertu Devrat dan Praka Wisnu. Mereka adalah pelaku pelemparan bom ke Kantor Media Jubi, Waena, Jayapura Papua. Tapi pelakunya bukan diadili di Pengadilan Sipil, namun di Pengadilan Militer. Ini tentunya menambah daftar panjang impunitas TNI/POLRI di Indonesia.

Penutup

Daftar kejahatan yang diuraikan di atas adalah kejahatan yang dilakukan selama satu bulan saja, yakni Mei 2025. Ini belum menghitung yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya, apalagi tahun-tahun sebelumnya sejak 1961 hingga hari ini. Ini akan membutuhkan ribuan lembar halaman untuk menguraikannya.

Sehingga jelas, kejahatan-kejahatan ini bukan hanya persoalan individual atau oknum, tetapi merupakan pola strutural yang terpatri dalam jantung institusi TNI/POLRI. Wajah mereka di Papua adalah wajah kekerasan dan darah, pencurian, dan perampokkan demi ekspansi kapitalisme-kolonialisme di Papua.

Selain itu, mitos bahwa TNI/POLRI hadir untuk memberi rasa nyaman adalah omong kosong. Daftar di atas, dan semua kejahatan lain yang belum terdokumentasikan, menunjukkan bahwa mereka adalah aktor kejahatan dan pencipta semua kekacauan di atas tanah Papua.

Kejahatan-kejahatan ini juga bukan persoalan “oknum”, tapi merupakan persoalan struktural. Apa yang disebut oknum adalah sesuatu yang kebetulan, dilakukan secara perorangan, dan tidak terjadi secara sering. Namun fakta menunjukkan bahwa yang terjadi justru sebaliknya. Kejahatan dilakukan secara serentak, terpola, dan menunjukkan secara jelas adannya jaringan komando.

Intitusi TNI ataupun Polri adalah institusi yang bekerja sesuai garis komando. Bukan bergerak secara acak. Siapa yang memerintahkan operasi militer di Papua? Siapa mengatur operasi militer di Intan Jaya, Dogiyai, Maybrat, dan lain sebagainya? Jawabannya jelas: sang komando!

Maka disini jelas, tidak ada yang kebetulan. Oleh sebab itu semua kebohongan tentang “rasa nyaman” dan “oknum” adalah penipuan paling menjijikan yang harus dienyahkan dari kepala kita semua.

ditulis oleh Sharon Muller/ Kader Perserikatan Sosialis dan anggota Sosialis Muda Papua

Loading

Comment here