Perjuangan

Kartu Prakerja: Remah bagi Tunakarya, Jatah Raksasa Konglomerat

Dalam kampanye Pilpresnya, Minggu (10/3/2019) Jokowi menjanjikan Kartu Prakerja, suatu program pemberian insentif bagi tuna karya. Bersama dengan promosi Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Kartu Sembako Murah, Jokowi berjanji akan meluncurkannya bila dipilih dan dilantik lagi jadi Presiden 2019-2024. Sebagai kebijakan yang meniru Unemployment Benefits atau Tunjangan Tunakarya, Kartu Prakerja awalnya dikritik oposisi borjuis karena mendorong kemalasan dan kecemburuan sosial akibat menggaji penganggur. Namun dalam perkembangannya Kartu Prakerja ketahuan sarat permasalahan.

Pertama, ini bukan kebijakan yang dikonsep jelas dan direncanakan matang melainkan lebih merupakan janji untuk menggaet suara pemilih. Sebagaimana diakui Sri Mulyani pada Kamis (31/1/2020), “Salah satu yang dijanjikan Presiden kala itu kartu Prakerja RP 10 triliun. Ini saya tanya ‘Pak ini gimana caranya?’ kemudian Pak Presiden bilang ‘Udah dipikirin nanti saja. Pokoknya kampanye dulu’”.

Kedua, banyak pelatihan yang difasilitasi Kartu Prakerja dengan besaran tarif mahal tidak sebanding dengan kualitasnya dan bahkan bisa diakses secara gratis melalui media sosial lain seperti YouTube. Misalnya mempelajari resep jajanan rumahan dipatok Rp 150.000,-. Berikutnya cara install atau pasang Windows di komputer dengan biaya Rp 260.000,- Lalu membuat kroket ayam keju ditarifi Rp 400.000,-. Kemudian cara mudah bisnis kue dan roti dari rumah Rp 600.000.-. Hingga berjualan dengan WhatsApp Business yang dipatok Rp 1.000.000,-. Transaksi itu kemudian difasilitasi aplikasi digital seperti GoPay, OVO, dan sebagainya. Ini dikritik sebagai pemborosan, bahkan Andri W. Kusuma dan Brahmantya Sakti  membuat situs tandingan bernama Prakerja.org. Situs itu memberikan alternatif dari program Kartu Prakerja yang dapat diakses semua orang secara Gratis!.

Ketiga, sebagaimana dikatakan Andri dan Brahmantya pula, Kartu Prakerja hanya menguntungkan pihak perusahaan daripada tunakarya. Jika kita mengacu pada transaksi digital per 1 Mei 2020 (semenjak 20 hari dibuka pada bulan April 2020), rekening platform Skill Academy-Ruang Guru menerima sebanyak Rp. 82,9 miliar, Pinatria Rp. 6,59 miliar, Sisnaker Rp. 13,14 miliar, Tokopedia Rp. 6,4 miliar, Bukalapak Rp. 4,79 miliar, Sekolahmu Rp. 3,67 miliar, Pijar Mahir Rp. 900 juta, dan Mau Belajar Apa Rp. 1,69 miliar. Semua anggaran tersebut adalah anggaran yang ditanggung oleh Negara. Anggaran yang sebagiannya diperoleh dari pajak yang dibayarkan rakyat pekerja. Sementara, peserta yang mendapatkan transfer dari program tersebut hanya Rp. 600 ribu!. Hal lainnya justru 10 platform tersebut memonopoli lebih 800an kanal pelatihan. Perusahaan-perusahaan mendapatkan jatah tersebut tidak melalui proses tender yang sah melainkan berdasarkan lobi dan kedekatan politiknya dengan rezim penguasa.

Keempat, tidak ada jaminan pasti mendapatkan pekerjaan bagi para pengguna Kartu Prakerja setelah menuntaskan pelatihan.Sebaliknya, kepastian yang ada adalah Kartu Prakerja memperkaya para pengusaha dan konglomerat yang mendapatkan jatah di sana. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 tahun 2020, Jokowi menggelontorkan puluhan juta untuk gaji para bos program Kartu Prakerja. Berikut rinciannya:

  • Direktur Eksekutif Prakerja digaji Rp 77,5 juta/bulan.
  • Direktur Operasi digaji Rp 62 juta/bulan.
  • Direktur Teknologi Rp 58 juta/bulan.
  • Direktur Komunikasi, dan Pengembangan Ekosistem digaji Rp 54,25 juta/bulan.
  • Direktur Pemantauan dan Evaluasi  digaji Rp 47 juta/bulan.
  • Direktur Hukum, Umum, dan Keuangan digaji Rp 47 juta/bulan.

Semua itu gaji bersih setelah dipotong pajak. Itu pun masih ditambah fasilitas biaya perjalanan dinas dan fasilitas jaminan sosial. Ini belum memperhitungkan fakta bahwa terdapat pejabat yang merangkap jabatan di sana. Misalnya Panji W. Ruky yang menjabat Direktur Komunikasi Manajemen Prakerja juga dilantik Erick Thohir menjadi Direktur Transformasi Bisnis BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero). Itu pun ditambah pemberian biaya perjalanan dinas bagi Direktur Eksekutif Program Prakerja setara biaya perjalanan dinas Jabatan Pimpinan Tinggi Madya pada kementerian lembaga (K/L). Sementara fasilitas gaji bagi Direktur Operasi, Direktur Teknologi, Direktur Kemitraan, Komunikasi, dan Pengembangan Ekosistem, Direktur Pemantauan dan Evaluasi, dan Direktur Hukum, Umum, dan Keuangan diberikan setara dengan biaya perjalanan dinas Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.

Selain itu Proyek Kartu Prakerja bukan hanya memperkaya para pejabatnya namun juga konglomerat rekanannya. Menurut catatan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LKPHN) KPK tercatat bahwa kekayaan mantan staf khusus presiden sekaligus CEO Skill Academy-Ruang Guru Belva Devara sebanyak Rp. 1,3 triliun. Wiliam Tanuwijaya yang merupakan pemilik startup Tokopedia, menurut daftar orang terkaya versi Globe Asia 2018 termasuk dalam 150 orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan sebesar Rp. 1,8 triliun. Achmad Zaky yang pada 2019 mudur dan digantikan Rachmat Kaimuddin, merupakan CEO Bukalapak juga termasuk 150 orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan sebesar Rp. 1,5 triliun. Termasuk Wishnutama (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) yang merupakan konglomerat dan pejabat mempunyai total kekayaan 117 miliar rupiah merangkap jabatan sebagai direksi dari platform Tokopedia.

Demikianlah dalam setahun, Kartu Prakerja berubah konsepnya dari reforma berupa tunjangan tunakarya menjadi ajang bagi-bagi jatah raksasa para konglomerat pendukung Jokowi. Apalagi saat ini rakyat pekerja Indonesia tengah menderita akibat wabah virus Covid-19. Kapitalis tidak pernah menyia-nyiakan krisis untuk memperkaya diri dengan anggaran publik. Alih-alih menuntaskan masalah turunnya kesejahteraan akibat ketiadaan jaminan pekerjaan tetap dan layak di masa pandemi, Kartu Prakerja malah memperparah kesenjangan sosial.

Konsep tunjangan tunakarya itu sendiri sebenarnya skema yang pertama kali diperkenalkan di Britania lewat Undang-Undang Asuransi Nasional Tahun 1911 oleh rezim pemerintah Partai Liberal, H.H. Asquith. Tujuannya membendung meningkatnya pengaruh Partai Buruh di antara populasi kelas buruh. Sedangkan Jerman memperkenalkannya tahun 1927 dan khusus di AS dijadikan anjuran pemerintah federal agar diterapkan tiap negara bagian sejak tahun 1935. Setelah Perang Dunia II, dengan menyebarnya gagasan Negara Kesejahteraan, tunjangan tunakarya diadopsi mayoritas negara-negara Eropa. Walaupun sebagai reforma, tunjangan tunakarya bermanfaat mencegah kaum tunakarya dari kelaparan atau kesengsaraan terkait lainnya, namun besaran dan keterjangkauiannya tergantung naik turunnya ekonomi kapitalisme. Saat kapitalisme mengalami krisis, banyak kasus rezim pemerintah bukan hanya mempersulit persyaratan untuk mendapatkan tunjangan tunakarya namun juga memotong besaran yang diterima. Ini belum termasuk kenyataan di beberapa negara, bahwa pendanaan tunjangan tunakarya tidak sepenuhnya ditanggung negara dan atau korporat namun juga pekerja serta rakyat pembayar pajak, yang pengelolaannya melalui bisnis asuransi.

Apa yang dibutuhkan kelas buruh, termasuk tunakarya, adalah full employment atau jaminan lapangan pekerjaan layak dan tetap. Ini tidak bisa diserahkan kepada pasar bebas kapitalisme. Karena kapitalisme mengandalkan keberadaan pengangguran dalam jumlah tertentu. Agar kapitalisme bisa menekan upah buruh. Bahkan kapitalisme mengancam menggantikannya dengan pelamar kerja/tuna karya bila buruh menuntut perbaikan upah dan kesejahteraan.

Berbeda dengan itu, negara buruh, seperti Soviet Rusia, menerapkan full employment dikombinasikan dengan ekonomi terencana yang menempatkan kelas buruh sebagai pemimpin sekaligus pelaksananya. Bukan hanya kebutuhan rakyat terpetakan namun seluruh angkatan kerja mendapatkan pekerjaan sebagai bagian alokasi tenaga produksi untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tak ada tunakarya, tak ada tunawisma, semua pekerja mendapatkan jatah pemenuhan kebutuhan.

Khusus di Indonesia sendiri, jaminan lapangan pekerjaan tetap dan layak bagi seluruh rakyat pekerja itu pun sebenarnya sudah dimandatkan oleh konstitusi. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat (2) menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun karena sistem yang berlaku serta menguasai Indonesia adalah kapitalisme maka rezim pejabat dan konglomerat tidak berkepentingan untuk mewujudkannya.

Dalam pandemi ini, kelas buruh menurun atau kehilangan akses nafkahnya untuk pemerolehan pemenuhan kebutuhan hidup setelah penerapan pembatasan sosial, namun solusinya bukan Kartu Prakerja apalagi pembukaan kembali bisnis berdalih penerapan normalitas baru. Sedangkan pembukaan kembali bisnis hanya akan memperparah wabah namun dengan mengorbankan rakyat pekerja untuk terus memutar bisnis demi mendatangkan laba bagi para majikan. Sebaliknya yang dibutuhkan adalah prioritas penanganan wabah Covid-19. Seluruh sektor kerja non-esensial harus dihentikan namun diiringi penerapan karantina dengan jaminan pasokan seluruh kebutuhan hidup pokok warga. Ekonomi harus direorientasikan untuk menyokong penanganan Covid-19 dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Harus ada pengaturan ulang dan integrasi secara kolektif untuk memproduksi dan menyalurkan barang serta jasa kebutuhan warga. Namun itu tidak bisa terjadi dalam pasar bebas dan selama sistemnya masih kapitalisme. Kelas buruh, rakyat pekerja, termasuk pekerja medis, harus merebut kekuasaan dan menerapkan hal ini. Karena rezim serta kelas penindas berkuasa yang lebih mementingkan laba daripada nyawa manusia, tidak bisa lagi dipercaya sebagai nahkoda bangsa.

Ditulis oleh Basawira Sandayuhan, Kader Perserikatan Sosialis dan Leon Kastayudha, Anggota Sosialis Muda dan Kader Perserikatan Sosialis

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comments (1)

  1. Memang parah si jokowi tai kucing ini

Comment here

%d blogger menyukai ini: