Perspektif

Masalah Dengan Elit Birokrasi Serikat Buruh

KSPI Dukung PrabowoDalam membangun sebuah kekuatan politik alternatif dari klas buruh saat ini salah satu hambatan yang terbesar adalah dari dalam gerakan buruh itu sendiri. Sebelumnya kita sudah melihat bagaimana posisi kaum Kiri yang pada dasarnya tidak meyakini peran dari klas buruh dalam perjuangan revolusioner.

Mereka mengharapkan gerakan buruh dapat membangun kekuatan politiknya sendiri. Namun bukannya mengerahkan energi untuk membangun kekuatan politik tersebut mereka justru mengharapkan klas buruh untuk mendukung elit politik yang dinilai populis. Elit politik yang populis/kerakyatan itu sendiri adalah ciptaan yang mereka buat. Karena borjuasi di Indonesia jangankan membawa program-program kerakyatan, melihat mobilisasi rakyat saja sudah ketakutan.

Hambatan terbesar saat ini juga berasal dari dalam gerakan serikat buruh itu sendiri. Yaitu para elit-elit birokrasi serikat buruh. Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, 1 Mei, Presiden KSPI, Said Iqbal mendeklarasikan dukungan KSPI kepada Prabowo Subianto untuk maju dalam Pilpres 2014 nanti. Dukungan tersebut disebutkan karena pertama Prabowo adalah satu-satunya calon presiden yang bersedia menandatangani kontrak politik dengan buruh yang berisi 10 tuntutan. Kedua Prabowo menjanjikan posisi menteri tenaga kerja kepada Said Iqbal.

Terlepas dari ironi menggelikan bahwa Prabowo lupa menandatangani kontrak politik tersebut (Sumber : Merdeka.com) namun mungkinkan 10 tuntutan tersebut dipenuhi? Jawabannya adalah tidak. Karena tuntutan-tuntutan tersebut mensyaratkan pengurangan keuntungan borjuis nasional (dimana Prabowo juga merupakan bagian darinya) dan atau kekuatan imperialis (salah satunya bisa dalam bentuk nasionalisasi aset-aset strategis yang mereka kuasai). Dan sejarah telah menunjukan bahwa borjuasi nasional Indonesia didalam peta politik global hanyalah menjadi rejim boneka dari kekuatan imperialis. Tidak ada satu posisi independenpun yang bisa mereka mainkan. Demikian pula militer Indonesia telah memainkan peran dengan baik untuk menjaga modal internasional hingga kini. Tidak heran jika kemudian muncul pernyataan bahwa dari Partai Gerindra bahwa 10 point tersebut belum tentu dipenuhi. (Sumber : Detik.com)

Tawaran posisi menteri itu juga tidak akan menghasilkan perubahan apapun terhadap nasib buruh. Tidak perlu juga mengharapkan bahwa orang yang ditunjuk kedalam posisi tersebut adalah kawan-kawan anggota serikat yang paling berkomitmen dan didukung serta dipilih oleh seluruh anggota KSPI. Konsep seperti itu sudah ditolak oleh Said Iqbal sendiri saat menentukan siapa-siapa yang akan dititipkan sebagai caleg didalam Pileg lalu. Silahkan tebak sendiri siapa yang akan menduduki jabatan itu jika benar diberikan.

Karakteristik Elit-elit Birokrasi Serikat Buruh

Salah satu karakteristik dari elit-elit birokrasi serikat adalah kepentingannya yang bertentangan dengan massa buruh. Pada saat Rejim Militer Soeharto, elit-elit birokrasi SPSI dipilih, diangkat dan dibentuk oleh perusahaan dengan intervensi militer tentunya. Mayoritas dari mereka berasal dari buruh-buruh level menengah atau bahkan level manajemen itu sendiri. Termasuk juga personil-personil atau mantan personil militer menjadi pengurus serikat. Tujuan utama mereka tentunya bukan untuk memperjuangkan kepentingan buruh, melainkan mengontrol klas buruh agar “harmonis” sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila. Sesuai dengan konsep “massa mengambang” maka mereka dididik untuk anti terhadap segala bentuk mobilisasi massa klas buruh. Reformasi yang berhasil membuka ruang demokrasi, juga memungkinkan kemunculan lapisan-lapisan elit-elit birokrasi serikat yang baru. Namun kemunculan ini tidak terkait dengan perjuangan membuka ruang demokrasi melawan Orde Baru.

Saat ini kesejahteraan buruh terus menerus menurun. Sebagai contoh bisa dilihat bahwa upah riil buruh sejak 1998 selalu menurun. Kondisi yang membuat buruh semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Ditambah dengan krisis kapitalisme global serta kesenjangan sosial yang semakin besar akan mengakibatkan meningkatnya perlawanan dari klas buruh. Sementara sedikit sekali bahkan tidak ada konsesi yang bisa diberikan oleh borjuasi bagi gerakan buruh. Kondisi tersebut akan mendorong penggunaan elit-elit birokrasi serikat buruh oleh borjuasi untuk merendam pelawanan klas buruh. Elit-elit birokrasi serikat buruh tersebut ditopang oleh berbagai konsesi dan hak istimewa yang diberikan oleh borjuasi.

Sebelum Mogok Nasional II sebenarnya kita sudah bisa melihat kecenderungan dari beberapa elit birokrasi serikat buruh untuk bergerak semakin ke kanan. Pergerakan ke kanan tersebut dapat dilihat dari semakin dipersempitnya ruang demokrasi internal didalam serikat tersebut. Beberapa contoh seperti pembubaran ataupun dihalang-halanginya pendidikan-pendidikan ataupun sekolah-sekolah buruh yang berperspektif maju. Disingkirkannya individu-individu ataupun kelompok-kelompok yang dinilai terlalu radikal ataupun memiliki perspektif politik yang berbeda. Pelarangan penggunaan sekretariat serikat buruh oleh mereka yang dinilai berbeda. Dukungan Said Iqbal kepada Prabowo telah menunjukan bagaimana elit-elit birokrasi serikat buruh bersedia bergerak kekanan bahkan hingga membangun aliansi dengan militerisme.

Apa yang dilakukan oleh Said Iqbal dan elit-elit birokrasi KSPI lainnya merupakan bahaya bagi gerakan buruh. Seketika pengumuman itu dilakukan di GBK, seketika itu juga muncul penolakan-penolakan dari massa buruh anggota serikat (Sumber : Sydney Morning Herald). Sebenarnya sebelum hal itu terjadi sudah beredar berbagai rumor bahwa banyak basis-basis KSPI, terutama FSPMI yang menolak dukungan kepada Prabowo. Namun menghadapi berbagai macam tindakan tidak demokratis diinternal sendiri. (Sumber : Max Lane Online)

Melawan Elit-elit Birokrasi Serikat Buruh?

Demikian pula kaum revolusioner tidak dapat berdiam diri terhadap elit-elit birokrasi serikat buruh yang menghancurkan gerakan buruh. Dan membiarkan jutaan buruh berada dibawah kepemiimpinan elit-elit birokrasi serikat buruh. Semangat dan militansi buruh tidaklah seperti menabung di bank yang dapat bertambah terus ataupun dapat kita gunakan sewaktu-waktu. Kebijakan-kebijakan elit-elit birokrasi serikat buruh dapat melemahkan gerakan buruh. Melemahkan peran serta buruh dalam perjuangan, menyingkirkan mereka yang berbeda pandangan untuk kemudian meletakan buruh dibawah kontrol borjuis.

Satu yang paling dasar dan penting bagi kaum revolusioner dalam bekerja didalam serikat buruh adalah pemahaman bahwa tujuan utama kita untuk memenangkan kepemimpinan Partai Revolusioner dihadapan massa buruh. Artinya memenangkan keyakinan dan dukungan sadar dari massa buruh terhadap tujuan-tujuan revolusioner kita.

Dukungan sadar dari massa buruh tersebutlah juga yang akan menjadi kekuatan penentu dalam berhadapan dengan elit-elit birokrasi serikat buruh. Kita dapat saja memenangkan Perjanjian Bersama yang menguntungkan buruh. Kita dapat saja memiliki jabatan atau posisi penting tertentu didalam serikat buruh. Ataupun memiliki kesepakatan diatas kertas atau didalam rapat dengan para elit-elit birokrasi serikat buruh tersebut. Namun para elit-elit birokrasi serikat buruh tersebut dapat membalikan semua hal tersebut, bekerjasama dengan borjuasi dan menghancurkan apa yang telah dicapai.

Bukan keinginan kita untuk meninggalkan massa buruh kedalam kepemimpinan elit-elit birokrasi serikat buruh. Yang pada akhirnya justru memperkuat kontrol borjuasi terhadap klas buruh. Lalu membuat serikat buruh sendiri yang bebas dari pengaruh elit-elit birokrasi serikat buruh tersebut. Sebuah serikat buruh dimana kaum revolusioner bisa menghindari semua kesulitan dalam berhadapan dengan elit-elit birokrasi serikat buruh. Bukan-bukan itu yang harus kita lakukan.

Untuk mendapatkan dukungan sadar dari klas buruh maka kaum revolusioner akan mendorong independensi klas buruh berhadapan dengan borjuasi, demokrasi di internal serikat buruh dan persatuan klas buruh.

Bagaimana memberikan dorongan tersebut? Penekanan utama harus dilakukan lewat propaganda kaum revolusioner. Tentunya dengan alat propagandanya yaitu koran. Elit-elit birokrasi serikat buruh akan terus berupaya mengilusi anggota-anggota serikat buruh dan klas buruh secara keseluruhan bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan perjuangan klas buruh. Koran akan memberikan keuntungan mampu memberikan pemahaman yang lebih utuh atas dorongan kaum revolusioner diatas, mampu menjangkau massa anggota serikat buruh lebih luas serta menjadi alat pengorganisiran buruh yang memiliki kesadaran maju.

Politik Kolaborasi Klas dari Elit-elit Serikat Buruh

Semakin kecil konsesi yang bisa diberikan oleh borjuasi kepada gerakan buruh maka akan semakin besar usaha borjuasi untuk menggunakan elit-elit birokrasi serikat buruh dalam meredam gerakan buruh. Disisi yang lain para elit-elit birokrasi serikat buruh tersebut juga akan semakin mendekat dengan borjuasi untuk mempertahankan hak istimewa yang mereka dapatkan. Mereka akan mendorong buruh untuk mengambil jalan kolaborasi klas dengan para borjuasi. Seperti yang dilakukan oleh KSPSI Andi Gani dengan merayakan Hari Buruh Sedunia dengan melakukan agenda-agenda yang membangun harmonisasi antara Pemerintah dengan Pengusaha, seperti jalan sehat, dsb. Atau disisi yang lain mereka akan memoderasi atau menghambat gerakan buruh itu sendiri. Ini terlihat dari bagaimana dahulu beberapa serikat-serikat buruh bekerjasama dengan elit-elit politik di Karawang menghadang Mogok Nasional II (Sumber : Blog Kebenaran Sejati)

Di Bekasi, Ketua SPSI Bekasi, R Abdullah memberikan instruksi kepada anggotanya untuk tidak segan-segan melawan sweeping saat Mogok Nasional. Di Batam, SPSI bahkan mengerahkan anggota Brigade untuk menjaga pabrik-pabrik dari sweeping. Disisi yang lain kita juga melihat beberapa konfederasi-konfederasi yang tidak mendukung Mogok Nasional II. Klas buruh yang berpengalaman dalam pemogokan menuntut hak-haknya tentunya memahami bahwa jika dalam sebuah pemogokan terdapat beberapa buruh yang menolak terlibat maka itu sama saja memberikan signal bagi borjuasi untuk dapat menghancurkan pemogokan itu sendiri.

Sejatinya kepentingan klas buruh dan borjuasi adalah bertolak belakang sepenuhnya. Klas buruh berkepentingan untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan (upah) agar dapat hidup lebih baik. Disisi yang lain borjuasi bisa berkembang dan bertahan ketika terus menerus melakukan akumulasi modal. Kedua-duanya sulit sekali dilakukan secara bersamaan, peningkatan kesejahteraan klas buruh berarti pengurangan akumulasi modal borjuis, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu sejak kapitalisme muncul ratusan tahun lalu, yang berati juga kemunculan klas buruh, pertarungan diantara keduanya terus terjadi hingga sekarang. Pertarungan yang tidak akan pernah selesai jika kapitalisme masih ada.

Saat ini politik kolaborasi klas yang sangat berbahaya sedang dijalankan oleh Said Iqbal, menundukan gerakan buruh dibawah kekuatan militerisme. Dalam pembelaan, jauh sebelumnya, Said Iqbal terhadap Prabowo dikatakan bahwa isu HAM jauh dari kehidupan klas buruh (Sumber : Tribunnews). Namun pembelaan tersebut tidak akan membodohi siapapun, akhir-akhir ini Prabowo dalam rangka membangun koalisi dengan Golkar justru menegaskan bahwa dirinya juga merupakan bagian dari Orde Baru seperti Golkar (Sumber : Inilah.com).

Rejim Militer Soeharto mempertahankan kekuasaannya dengan pilar ABRI dan Golkar. Yang ingin dibangun oleh Rejim Militer Soeharto adalah mengembalikan kekuatan modal internasional ke Indonesia. Untuk melakukan hal itu semua kekuatan dan perspektif kerakyatan yang berkembang kuat di era Soekarno harus dihabisi. Dan itulah yang pertama kali terjadi, ratusan ribu hingga jutaan rakyat Indonesia dihabisi. Analisa lebih lanjut akan menunjukan bahwa sasaran utama dari pembantaian tersebut adalah mereka-mereka yang menjadi pendukung utama Soekarno. Termasuk didalamnya adalah aktivis-aktivis serikat buruh yang militant memperjuangkan kepentingan buruh.

Dalam konsepsi pembelaan Said Iqbal tersebut mirip dengan cara pandangan Prabowo dengan Gerindranya dan juga Rejim Militer Soeharto. Pada dasarnya konsep tersebut beranggapan bahwa ekonomi harus dipisahkan dari politik. Bahwa fungsi buruh adalah bekerja di pabrik yang jauh dari urusan HAM. Keinginan mereka adalah memaksa agar buruh menjadi robot yang patuh bagi para pemilik modal. Urusan HAM, berpolitik atau berdemokrasi itu merupakan hak istimewa dari elit-elit birokrasi serikat buruh ataupun elit-elit politik. Demikian maka buruh hanya berkepentingan pada urusan perut (ekonomi) semata dan tidak berhubungan dengan urusan politik (ataupun HAM).

Dari pandangan yang memisahkan antara ekonomi dengan politik. Pandangan yang melihat bahwa peran berpolitik, peran memimpin adalah milik segelintir orang berhak istimewa munculah kebijakan “massa mengambang” yang dielaborasi oleh seorang Jenderal bernama Ali Moertopo. Konsekwensinya didalam gerakan buruh adalah pertama pelarangan terhadap semua bentuk organisasi buruh, khususnya serikat buruh. kedua campur tangan kuat dari militer dalam persoalan perburuhan. Ketiga adalah hubungan industrial pancasila yang berarti buruh selalu salah dihadapan pengusaha dan Rejim Militer Soeharto.

Gerakan buruh bisa berkembang pesat, bisa memiliki kekuatan selalu berkaitan dengan kepentingan untuk membuka ruang demokrasi seluas-luasnya. Reformasi telah memberikan kemudahan, kemudahan bagi Said Iqbal juga tentunya, untuk bisa membangun serikat, melakukan pemogokan, menuntut hak-haknya. Tanpa itu maka para aktivis buruh akan mengalami seperti yang dialami oleh pejuang buruh Marsinah. Ataupun hilang entah kemana hingga sekarang seperti yang dialami oleh 13 aktivis 1998.

Demikian butuhnya klas buruh atas demokrasi yang sejati-sejatinya sehingga pembebasannya (dan juga pembebasan seluruh rakyat) menyaratkannya untuk lepas dari “demokrasi” palsu kapitalisme. Klas buruh (dan rakyat Indonesia) hanya bisa sejahtera ketika semua alat produksi, aset-aset strategis, pendidikan, kesehatan, dsb itu (berkebalikan dengan kapitalisme yang memprivatisasi segalanya) didemokratiskan. Tidak lagi berada ditangan segelintir orang yang memiliki modal namun berada ditangan klas buruh. Untuk kemudian digunakan untuk memajukan umat manusia. Hal tersebut tentunya membutuhkan juga sistem politik yang demokratis sejati. Kaum revolusioner harus memblejeti politik kolaborasi klas dari para elit-elit birokrasi serikat buruh. Menunjukan kepada massa buruh secara jelas bahwa klas buruh memiliki kepentingan yang berbeda dan sejatinya bertentangan dengan borjuasi.

Demokrasi Internal Serikat Buruh

Point kedua dalam dorongan kita dalah demokrasi di internal serikat buruh. Disatu sisi ini bermakna bahwa dalam setiap perjuangan serikat buruh kita selalu mendorong partisipasi aktif dari semua anggota serikat. Partisipasi aktif tersebut termasuk juga kebebasan menentukan kapan mogok dilancarkan dan kapan mogok diberhentikan. Kita menentang setiap upaya dari elit-elit birokrasi serikat buruh yang ingin membuat pasif buruh dengan menitipkan nasibnya. Demikian juga kita menentang upaya dari elit-elit birokrasi serikat buruh untuk mengambil sendiri keputusan-keputusan penting perjuangan buruh tanpa melibatkan massa anggota buruh.

Disisi yang lain harus juga ada kebebasan bagi kaum revolusioner untuk berpropaganda didalam serikat buruh, termasuk juga membuat pengelompokan politik didalam serikat buruh. Kebebasan bagi kaum revolusioner untuk membuat pendidikan-pendidikan revolusiner, untuk menyebarkan propaganda revolusioner diantara anggota serikat buruh. Karena pada dasarnya pelarangan ataupun hambatan terhadap aktivitas politik kaum revolusioner di dalam serikat buruh hanya akan berarti memperkuat pengaruh politik borjuis diantara klas buruh.

Tentunya mendorong demokrasi internal di serikat buruh tersebut juga berarti bahwa kaum revolusioner didalam serikat buruh akan tunduk pada disiplin serikat buruh juga.

Persatuan Klas Buruh

Persatuan klas buruh adalah dorongan kita ketiga. Tentunya perjuangan klas buruh akan semakin kuat dengan semakin banyak klas buruh yang terlibat. Kaum revolusioner selalu mendorong buruh dari berbagai spektrum, laki-laki-perempuan, tetap-kontrak-PHK, garmen-metal, dsb, dsb untuk terus bersatu dan saling bersolidaritas dalam perjuangannya. Disini harus ditekankan juga bahwa persatuan luas massa buruh dalam perjuangan memberikan keuntungan bagi kaum revolusioner. Karena dengan begitu akan semakin banyak telinga massa buruh yang ada untuk menerima propaganda kaum revolusioner.

Namun kaum revolusioner tidak akan jatuh pada seruan-seruan elit-elit birokrasi serikat buruh tentang persatuan untuk tujuan-tujuan reaksioner, seperti memecah belah gerakan buruh atau memperkuat pengaruh mereka diantara massa buruh.

Sering sekali demi alasan persatuan maka terdapat keengganan untuk memblejeti elit-elit birokrasi serikat buruh. Disatu sisi yang ekstrim adalah mengabaikan sepenuhnya kebutuhan untuk menyadarkan massa buruh yang berada dibawah pengaruh mereka. Disisi yang lain membayangkan bahwa dekat pada elit-elit birokrasi serikat buruh maka akan terbuka akses untuk masuk ke massa buruh mereka. Betul bahwa dalam beberapa kasus akses tersebut terbuka. Namun tanpa satupun pelajaran yang bisa didapatkan oleh massa buruh mengenai elit-elit birokrasi serikat buruh yang menghancurkan gerakan buruh.

Demikian persatuan tidak bisa dimaknai sebagai persatuan semata. Karena untuk membangun serikat buruh yang mampu melawan kepentingan borjuasi maka sisi lain dari persatuan tersebut adalah dorongan untuk menghancurkan “persatuan” elit-elit birokrasi serikat buruh dengan massa kaum buruh.

Kelemahan Kita

Satu hal yang masih menjangkiti kaum revolusioner adalah lemahnya propaganda. Persoalannya sekarang bukanlah bahwa propaganda tidak berhubungan dengan massa, buruh khususnya dalam hal ini. Namun persoalannya adalah kecenderungan aktivisme yang menjangkiti kaum revolusioner. Beranggapan bahwa berhubungan dengan massa adalah menjadi “pahlawan” yang mengadvokasi persoalan-persoalan normatif klas buruh ataupun ikut-ikutan dalam perjuangan politik klas buruh. Kemudian mengabaikan tugas-tugas untuk menjelaskan kepentingan sejati dari klas buruh untuk menghancurkan kapitalisme secara revolusioner.

Kecenderungan aktivisme juga meremehkan peran teori dalam perjuangan revolusioner. Minim sekali propaganda kaum revolusioner yang didistribusikan ke massa buruh. Minimnya penjelasan tentang perspektif revolusionernya berakibat pada kecenderungan untuk mencoba membangun kepemimpinan revolusioner bukan berlandaskan atas dukungan sadar terhadap perspektif politik dan ideologi namun kebijakan-kebijakan yang bersifat organisasional.

Itu justru menjatuhkan kaum revolusioner pada meniru tindakan-tindakan elit-elit birokrasi serikat buruh itu sendiri. Kepemimpinan dimenangkan dengan instruksi organisasi, sanksi, pembatasan-pembatasan dan cara-cara birokratis lainnya. Dengan begitu maka ruang demokrasi ditutup, semua yang memiliki perspektif yang berbeda disingkirkan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Dorongan untuk tidak berdebat, dengan alasan bahwa berdebat membuat konflik. Penekanan pada mekanisme organisasional, jenjang jabatan untuk menggantikan perdebatan yang jujur, terbuka, demokratis dan substantif.

Ketika kepemimpinan kaum revolusioner dibangun berbasiskan atas kebijakan-kebijakan bersifat organisasional maka yang menjadi penting adalah perebutan posisi-posisi strategis didalam serikat buruh. Melupakan sepenuhnya perspektif dasar untuk mendapatkan dukungan sadar dari massa buruh. Kaum revolusioner tidak menolak jika ada kaum revolusioner yang menduduki posisi penting didalam serikat buruh. Namun posisi strategis tersebut didapatkan harus berdasarkan atas dukungan sadar dari klas buruh. Sehingga kaum revolusioner akan menjelaskan kepentingan-kepentingan klas buruh dalam perjuangan klas. Bukan dengan manuver-manuver birokratis seperti menurunkan program perjuangan, mengkombinasikan siapapun dengan latar belakang kepentingan apapun yang penting mendapatkan dukungan, menyebarkan intrik dan gosip kepada massa buruh untuk mendiskreditkan saingan, dsb, dsb. Manuver-manuver yang sering kali ditutupi dengan alasan bahwa penting dilakukan dalam rangka membangun perjuangan buruh setelah menduduki posisi strategis tersebut.

Kesimpulan-kesimpulan organisasional yang sering kali diambil tanpa memperjelas perspektif politik dan ideologi tersebut juga berkontribusi pada dorongan untuk menyerukan pembangunan serikat buruh “merah”nya sendiri. Hal tersebut terjadi terutama ketika kesulitan menerpa saat berhadapan dengan elit-elit birokrasi serikat buruh yang semakin ke kanan.

Diatas sudah disinggung bahwa tindakan tersebut berarti meninggalkan massa buruh berada didalam pengaruh borjuis melalui elit-elit birokrasi serikat buruh. Disisi yang lain dorongan tersebut penuh dengan kontradiksi. Fungsi dasar sebuah serikat buruh adalah untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi dari klas buruh. Serikat buruh muncul dari perjuangan spontan akibat ketidakadilan yang selalu ada didalam sistem kapitalisme. Keefektifannya dalam perjuangan ekonomi sangat bergantung dari jumlah anggotanya. Jika kemudian sebuah serikat buruh ingin dijadikan “merah” dengan mengusung program-program revolusioner maka akan berakibat sedikitnya buruh yang dapat terlibat dalam serikat buruh tersebut. Tentunya karena ideologi yang dominan adalah ideologi dari klas yang berkuasa, yaitu borjuis, bukan ideologi revolusioner. Jika begitu maka akan melemahkan fungsi dasar dari serikat buruh tersebut. Dan mempersempit kesempatan bagi kaum revolusioner untuk bisa mempropagandakan posisinya. Disisi yang lain jika serikat buruh dipaksa menjadi revolusioner lalu akan dikemanakan peran dari partai revolusioner itu sendiri? Yang biar bagaimanapun karena tingkat ideologi, politik dan tradisinya tidak dapat digantikan oleh serikat buruh apapun.

Penutup

Sebagai kelompok yang menyandarkan perjuangannya pada klas buruh, yang mempercayai bahwa hanya kekuatan klas buruhlah yang mampu menghancurkan kapitalisme dan membangun sosialisme, maka ketepatan dalam menghadapi elit-elit birokrasi serikat buruh juga akan menunjukan ketepatan kaum revolusioner dalam memimpin klas buruh.

Ketepatan kaum revolusioner ditentukan pertama dan terutama dari kejelasan perspektif ideologi dan politik mereka. Tujuan utama kaum revolusioner berada didalam serikat buruh adalah memenangkan dukungan sadar dari massa buruh. Dukungan sadar klas buruh terhadap kepemimpinan idologi dan politik dari kaum revolusioner. Mengambil kesimpulan organisasional tanpa memperjelas perspektif berakibat pada tindakan sektarian dan meniru elit-elit birokrasi serikat buruh itu sendiri.

Mendapatkan dukungan sadar dari kaum buruh juga berarti merebut kepemimpinan dari tangan elit-elit birokrasi serikat buruh. Yang dibangun dengan cara memperkuat gerakan dan serikat buruh melalui dorongan independensi klas buruh, demokrasi internal serikat buruh dan persatuan klas buruh. Itu semua hanya dapat dilakukan dengan efektif jika kaum revolusioner menjelaskan perspektif revolusionernya secara utuh. Dan tidak membuntut dibelakang perjuangan ekonomi klas buruh ataupun perjuangan politik (reformis) yang muncul dari perjuangan ekonomi tersebut. Menjelaskan bahwa pembebasan klas buruh sejatinya hanya bisa dilakukan dengan perjuangan menghancurkan kapitalisme dan membangun tatanan masyarakat sosialis. Tentunya kaum revolusioner akan menjadi yang paling konsisten dalam perjuangan tersebut.

Oleh : Ignatius Mahendra Kusumawardhana, Kontributor Arah Juang dan Anggota KPO-PRP.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: