Opini Pembaca

Merawat Amarah Pati Menuju Cita-cita Sosialis

Butuh 334 hari setelah tragedi yang bermula dari salah paham antara warga dan pemilik mobil rental  di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo bagi  warga Pati untuk membalik keadaan dari yang sebelumnya menjadi sasaran hujatan nasional justru  menjadi sorotan yang memantik solidaritas rakyat yang muak dengan arogansi kekuasaan.

Semua bermula dari Bupati Owedus. Dalam satu momen, Owedus panggilan bangsat bupati Sadewo, sesumbar mengatakan akan menindak seseorang yang menganggu pemerintahannya, namun bagaimana jika banyak orang?Aksi massa 13 agustus 2025 sudah menjadi saksi ternyata antara perbuatan dan tindakan owedus tidak sinkron.

 Padahal aksi massa itu adalah jawaban dari tantangannya terhadap rakyat pasca kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan sebesar 250 % yang berkontradiksi dengan janji saat kampanye pilkada 2024.  Namun dalam demokrasi borjuis, persoalan janji politisi memang  hanya untuk diucapkan kemudian dikhianati sebagaimana kata Frederich Engels dalam Letter of august bebel (1892). 

Kenaikan pajak 250 % yang tidak pro rakyat itu kemudian memantik pengalangan donasi dan masa aksi sejak juni yang justru mendapat kejutan represi sehari sebelum perayaan ulang tahun Pati  ke 702 , saat itu Satpol PP atas arahan Riyoso selaku sekretaris daerah menyita barang-barang donasi untuk aksi atas alasan menganggu ketertiban umum. Dua koordinator aksi kemudian melawan tindakan semena-mena itu hingga terjadi konfrontasi yang semakin memantik amarah publik. Meskipun di kemudian hari salah satu dari mereka yang berkonfrontasi memilih berdamai dengan kelas berjouis

Meskipun kenaikan pajak bumi dan bangunan sudah dibatalkan oleh Owedus, namun aksi massa sudah terlanjur terjadi dengan tuntutan agar owedus mengundurkan diri.  Saat artikel ini ditulis, publik masih menunggu keputusan terkait pengunduran diri Owedus yang rencananya akan digarap oleh DPRD melalui hak angket.

 Pada dasarnya perjuangan rakyat Pati tidak boleh terhenti hanya karena hak angket bergulir, apalagi ketidakpercayaan terhadap mekanisme yang katanya konstitusional itu sangat tinggi di kalangan rakyat. Toh dilevel nasional saja sempat ada pengguliran hak angket dari salah satu partai yang seharusnya menjadi oposisi namun  ujung-ujungnya tidak jadi, apalagi hanya sebatas hak angket ditingkat kabupaten.

Berhenti aksi artinya memperpanjang arogansi penguasa apalagi  pasca aksi Bupati Owedus yang terindikasi bagian dari ternak mulyono itu masih muncul dipublik.  Dengan percaya diri, ia  menolak untuk mengundurkan diri dengan berkata , “ ini menjadi pembelajaran bagi saya dan masyarakat”, katanya padahal dalam konteks ini justru masyarakatlah yang sudah memberinya pembelajaran.  

Jika mengingat owedus dengan arogansinya itu, saya jadi teringat dengan tulisan dari Semaun dalam Hikayat Kadirun tentang karakter Raden Panji Tumenggung yang keduanya memiliki kemiripan, Semaun sendiri menulis tentang karakter Raden panji dengan “Tabiatnya sangat berani luar biasa, kalau menghadapi orang kecil dan yang ada di bawahnya. Jadi wajar jika ia suka berbuat sewenang-wenang. Tetapi jika ia menghadapi para pembesar yang ada di atasnya, atau lebih kuat dibanding dirinya, dia menjadi amat penakut dan sangat bersikap hormat. Bahkan saking hormatnya, martabat dirinya sendiri sering direndahkan seperti seekor anjing. Wajar jika ia punya watak penjilat. Memang sudah lumrah jika watak penjilat biasanya disertai dengan watak sewenang-wenang”, tulis Semaun.

Apakah Owedus adalah seorang penjilat ? jawabannya sudah tentu, owedus adalah seorang penjilat yang tunduk di hadapan mulyono dan para elite borjuis. sampai-sampai dirinya juga dikabarkan menerima suap dari proyek pembangunan yang saat ini menjadi target aksi massa rakyat Pati yang akan berangkat ke Jakarta.

 Beralih dari persoalan Owedus, mari kita membahas perihal amarah Pati yang perlu dirawat agar efek domino yang diasumsikan itu dapat terjadi, tetapi bagaimana cara merawat amarah pati.

Memahami aksi massa melalui Sosialisme

Ada hal lucu selepas aksi , seorang anggota dewan dari partai yang sering menjual agama berkata people power tidak mampu menumbangkan penguasa. Si anggota dewan itu lupa jika dikolong langit ini sudah terjadi banyak  people power yang berujung pada revolusi rakyat yang bukan saja menumbangkan kekuasaan bahkan sampai membunuh penguasa yang menindas seperti yang terjadi di revolusi prancis dan  revolusi oktober rusia.

Dalam konteks Sosialisme, aksi massa memang amat penting untuk memobilisasi  kelompok proletar meruntuhkan tirani yang menjadi penindas. S.J Rutgers dalam tulisannya “Mass action and socialism” (1918) menyebut jika aksi massa merupakan Ekspresi mental dari kesatuan kekuatan proletar. Sosialisme memandang aksi massa menjadi bagian penting dalam  memperjuangkan cita-cita Sosialis.

Menurut teori Marxis, seperti yang diuraikan oleh Lenin dalam What Is to Be Done? (1902), aksi massa, seperti pemogokan, demonstrasi, atau revolusi, adalah wujud nyata dari kesadaran kelas yang terorganisir  yang memungkinkan proletariat untuk menantang dominasi borjuis dan merebut kekuasaan politik.

Aksi massa bukan hanya alat untuk menekan sistem yang ada, tetapi juga sarana untuk membangun solidaritas, memperkuat identitas kelas, dan menciptakan momentum untuk perubahan struktural. Tanpa aksi massa, sosialisme kehilangan daya dorongnya, karena perubahan sistemik memerlukan mobilisasi luas yang hanya dapat dicapai melalui tindakan kolektif yang terkoordinasi dan berakar pada kesadaran bersama akan ketidakadilan kapitalisme.

Langkah merawat amarah PATI

Kita yang sudah muak dengan kondisi saat ini pasti mengharapkan dari Pati akan memunculkan bara yang lebih besar di daerah-daerah lainnya bahkan sampai level nasional.  Setidak itu terjadi di Bone dan mungkin akan berlanju didaerah lain.

Revolusi  kemudian menjadi kata yang sering diucapkan, baik diranah aksi maupun wacana namun untuk sampai pada kondisi revolusi yang perlu kita lakukan terlebih dahulu adalah merawat amarah Pati.

Dari Pati kita belajar, jika solidaritas rakyat yang sifatnya inklusif, mampu menciptakan gerakan rakyat yang kuat dari dari segi logistik dan gelombang massa. Tinggal bagaimana setelahnya, daerah-daerah lain perlu mencontoh yang sudah masyarakat Pati lakukan. Untuk merawat amarah Pati kita perlu melakukan agitasi dan propaganda lebih massif yang mendasarkan pada ajaran Sosialisme lewat dua cara, cara yang pertama dengan  menghubungkan agitasi dan propaganda Sosialis dengan tiga aspek pra-kondisi perlawanan dari James C scoot dalam bukunya Domination and the arts of resistance yang terdiri dari  (1). Adanya krisis multidimensional  yang tidak kunjung terselesaika,(2). Adanya unsur dari dalam pemerintah yang mempertontonkan sikap tidak professional dan peka terhadap kemanusiaan, (3). Adanya kegagalan pemerintah dalam memastikan kesejahteraan. Agitasi dan propaganda Sosialis yang mengkombinasikan ketiga hal itu akan merawat amarah Pati.

Dan cara yang Kedua, aksi massa perlu diarahkan ketindakan ekonomi dan politik yang pro terhadap proletar dengan kesadaran kelas sebagai penguatnya.  Dalam konteks aksi di Pati, jika mendasarkan pada  tiga fase aksi dari tulisan revolusi Sosialismenya  Louis C. Fraina yaitu fase aksi ekonomi, aksi politik, dan aksi proletar . maka gerakan Pati baru memasuki fase aksi ekonomi dikarenakan berbagai aspirasi yang muncul dilapangan seputar ekonomi dengan ciri utama masih sporadis belum terlalu terorganisir seperti pada fase Kedua yaitu aksi politik.  Oleh karena itu  untuk sampai pada fase ketiga, yaitu aksi proletar yang sudah wujud kesadaran sosialisnya, maka aksi ekonomi dan aksi politik tadi perlu dipertajam kearah penumbangan sistem sampai ke akar-akar mungkin reformasi yang hanya menganti satu penindas ke penindas lain.

ditulis oleh Mansurni Abadi, Penggerak di Aliansi Mahasiswa Penggugat

Loading

Comment here