Opini Pembaca

Pendidikan Tinggi Dalam Cengkeraman Sistem Neo-liberalisme

 

Pendidikan Tinggi

Oleh : Bustamin B. Tato — Anggota KPO-PRP

Neoliberalisme adalah ketika subsidi dicabut, privatisasi perusahan-perusahan negara, dan segala yang berhubungan dengan publik seperti pendidikan dikomersilkan, pembentukan regulasi-regulasi yang memihak pada pengusaha bukan memihak pada kepentingan rakyat begitu kira-kira..!

Sudah banyak kritika berupa tulisan ilmiah, dan aksi-aksi penolakan atas penerapan sistem pendidikan hari ini, pendidikan sebagai tolok ukur perkembangan suatu bangsa dan masyarakatnya, kini telah terinjeksi virus neoliberalisme. segala aktivitas manusia telah dikapitalisasi termasuk aktivitas akademik/pendidikan,Apa yang menyebabkan semua ini? jika kita hidup pada masa sekarang tentunyakita akan dapat melihat secara kasat mata penyebab-penyebab rusaknya sistempendidikan kita yang sarat akan mengejar sumeber profit (ke-untungan).

kitatelah lama terjerumus dalam aktivitas konsumtif dan mengabaikan segala apa yang terjadi secara substansial pada diri kita dan generasi pelanjut kita nantinya. Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang saat ini telah disahkan menjadi Undang-undang Pendidikan Tinggi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dijalankan oleh instansi pendidikan negara, baik itu pendidikan (Pendidikan Tinggi) dibawah naungan pemerintah, maupun dalam bentuk yayasan (swasta). masih menuai banyak kontroversi didalam masyarakat. Karena dalam UU PT ini dinilai masih serupa dengan konsep yang ada dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010 kemarin. Maka dari itu, UU PT tersebut perlu dikaji dan ditelaah kembali landasan-landasan yang mendasari pemikiran ke beradaan Undang-Undang ini (UU Pendidikan Tinggi).

Jika dilihat dari segi filosofis, UU ini dinilai masih jauh dari cerminan pembukaan UUD 1945. Dari segi yuridis, keberadaan Undang-Undang ini secara garis besar dapat menimbulkan dis-harmonisasi peraturan perundang-undangan yang menyebabkan terjadinya kerancuan dan kesimpang-siuranundang-undang yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan. Dari segi sosilogis, dapat menimbulkan gejolak penolakan dari masyarakat karena UU ini justru membuka peluang bagi adanya kepentingan perseorangan dalam hal ini adalah orang-orang yang ingin merauk keuntungan sebesar-besarnya dalam industri pendidikan yang telah dikapitalisasi dan mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama, pemerintah yang didukung para investor mengabaikan kepentingan mayoritas rakyat yang tidak mampu secara ekonomi.

Dan sebenarnya pendidikan kita sudah sejak jatuhnya ordelama yang dipimpin oleh presiden soekarno, sistem pendidikan kita telahterjerumus dalam dunia bisnis, peraturan sejak pemerintahan orde lama sangatsyarat dengan kepentingan rakyat mayoritas dan ditetapkan dalam unudang-undangsistem pendidikan tahun 1965. Seiring dengan masuknya kepentingan asing dinegara ini setelah naiknya soeharto ketampuk kekuasaan, ini terbukti denganpengesahan UU PMA (Penanaman Modal Asing) termasuk sistem pendidikan  yang merupakan industri jasa yang banyakmenyumbang terhadap kepentingan asing.

PendidikanTinggi Beratifikasi Hotel Dengan Simbol Bintang

keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan bisnissemata dilihat dari banyaknya Pendidikan Tinggi baik negeri maupun swastamendapat berlabel bintang bak hotel berbintang. Ratifikasi universitasbelakangan ini tidak ubahnya dengan ratifikasi hotel, yakni dengan menggunakansimbol bintang. Bagaimana tidak, sebuah laman dengan nama QS Star TopUniversity meratifikasi puluhan universitas di Indonesia dengan memberikan skormenggunakan simbol bintang. Adapun poin yang dinilai yakni penelitian,kepegawaian, pengajaran, infrastruktur, internasionalisasi, inovasi, dan keadministrasian. Berikut daftar Universitas paling Top versi QS STARS, yangdikutip, Selasa (6/9/2011) :

  1. Institut Teknologi Bandung (ITB). ITB mendapat skor bintang paling tinggi, yakni empatbintang. Kampus Ganesha ini mendapat lima bintang pada poin internasionalisasi dan teknologi engineering, empat bintang pada poin infrastruktur, dan inovasi,tiga bintang untuk penelitian, kepegawaian dan administrasi, serta satu bintanguntuk pengajaran.
  2. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). ITS mendapat tiga bintang pada QS STARS Rated forExellence 2011, dengan perolehan bintang tertinggi pada poin infrastruktur,inovasi, dan administrasi, yakni sebanyak lima bintang. Empat bintang pada poinkepegawaian, tiga bintang untuk poin internasionalisasi, dua untuk pengajaran,serta satu binitang untuk penelitian.
  3. Institut Pertanian Bogor (IPB). Kampus ini merupakan kampus “bintang dua” padaQS STARS, dengan perolehan bintang terbanyak pada poin internasionalisasise banyak lima bintang, dan masing-masing empat bintang pada poin infrastrukturdan inovasi, tiga bintang untuk administrasi, masing-masing dua bintang untuk kepegawaian dan pengajaran, serta masing-masing satu untuk Pertanian danpenelitian.
  4. Universitas Diponegoro (Undip). Meski mendapat dua bintang, undip unggul di infrasturkturdan administrasi dengan memperoleh lima bintang. sebanyak empat bintang untukpoin internasionalisasi, tiga bintang untuk kepegawaian, dan masing-masing satubintang untuk penelitian, pengajaran, serta inovasi.
  5. Universitas Padjadjaran (Unpad). Mendapat dua bintang secara keseluruhan, dengan bintangterbanyak pada poin internasionalisasi dan administrasi, empat bintang padainfrastruktur, tiga bintang untuk kepegawaian, dua bintang untuk penelitian danmasing-masing satu bintang untuk pengajaran dan inovasi.
  6. Universitas Jember (Unej). Unjem menyandang kampus bintang dua dengan penyebaran bintang terbanyak pada poin infrastruktur dan administrasi, yakni sebanyak limabintang. Masing-masing tiga bintang untuk internasionalisasi dan kepegawaian,dan masing-masing dua bintang untuk pengajran dan penelitian.
  7. Universitas Gunadarma (Gundar). Termasuk salah satu kampus bintang dua dengan perolehanskor lima bintang pada administrasi, maing-masing empat pada ke-pegawai-an dan inovasi, tiga bintang untuk infrastruktur, dan masing-masing.

Diatas membuktikan betapa pendidikan hari ini tidak ubahnya bisnis yang siap bertarung demi mendapatkan keuntungan (profit), dengan banyaknya prasyarat untuk memenuhi standar internasional seperti kekayaan yangdimliki oleh Pendidikan Tinggi tersebut, dan ini pasti akan mengorbankan mahasiswa untuk memenuhi persyaratan dengan pembayaran yang sangat mahal.seperti yang terjadi disalah satu Pendidikan Tinggi negeri di makassar UNM(Universitas Negeri Makassar) dimana mahasiswa baru berkewajiban membayar uang pembangunan sebanyak 1-3 juta diluar dari biaya semester, biaya kost, biaya makan dan sebagainya.

Ada Apa dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT)?

Data BPS tahun 2012 menunjukkan, jumlah penduduk miskin seseorangyang pengeluarannya kurang dari Rp 248.707 per bulan 29,1 juta jiwa.Pengeluaran sebesar itu adalah untuk biaya makan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan belum cukup bahkan jauh dari kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Apabila ditambah dengan orang hampir miskin yang pengeluarannya kurang dari 1,2 dari nilai tersebut, jumlahnya lebih dari 55 juta jiwa bahkan lebih.

Bandingkan dengan jumlah penduduk Singapura yang hanya2,5 juta jiwa dan Malaysia 24 juta jiwa. Sementara itu, ada sekitar 50 juta penduduk menengah atas yang mampu membeli mobil dan barang-barang berharga lainnya. Di antara 50 juta orang tersebut terdapat 40 orang terkaya di Indonesia yang kekayaannya mencapai Rp 870 triliun. Sementara lebih dari 55 juta rakyat harus mengencangkan ikat pinggang untuk bisa bertahan hidup. Biaya pendidikan yang mahal tak masalah bagi golongan kaya untuk bisa menyekolahkan anaknya. Namun, bagaimana dengan golongan ekonomi lemah?

Bagi rakyat miskin, tidak ada kesempatan mendapatkan beasiswa.Beasiswa Bidik Misi yang diperuntuhkan bagi rakyat miskin berprestasi (hanya yang berprestasi dan yang tidakberprestasi tidak akan mendapatkan beasiswa Bidik Misi) untuk menempuh pendidikan di Pendidikan Tinggi itupun sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada hanya sebagai konsep retorik yang tidak memiliki langkah kongkrit dan hanya dinikmati anak-anak orang mampu. Saat ini, setelah berjalan tiga tahun, jumlah mahasiswa yang mendapat beasiswa ini mencapai 90.000 orang, atau sekitar 30.000 orang per tahun dan itupun mayoritas yang mendapatkan beasiswa adalah anak-anak dari yang sudah terbilang mapan secara ekonomi. Dan ironisnya setiap tahunnya 19 juta rakyat yang tidak mengenyam pendidikan tinggi.

Namun, bagi rakyat dengan kondisi perekonomian sedang dan menengah yang tak masuk kriteria untuk mendapat beasiswa, UKT yang nilainya sama untuk semua mahasiswa dirasa tak adil dan memberatkan. Seorang PNS golongan IV dengan gaji dan tunjangan sebesar Rp 5 juta per bulan akan kesulitan untuk menyekolahkan anaknya di PT. Apalagi, kalau jumlah anak yangkuliah lebih dari satu. Gaji Rp 5 juta per bulan habis untuk biaya hidup yang semakin tinggi. Namun, sebagai orangtua mereka punya harapan untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya agar kehidupan mereka bisa lebih baik di kemudian hari meski dengan berbagai cara, termasuk utang sana utang sini. Kalau PNSgolongan IV saja kesulitan untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya, bagaimana dengan masyarakat yang pendapatannya lebih rendah, tetapi tidak termasuk miskin atau buruh yang upahnya dibawah UMP/UMK? bahkan UMK/UMP yang disepakatipun belum mencukupi.

Pendidikandan kemiskinan

Data BPS tahun 2011 menunjukkan, jumlah penduduk usia19-24 tahun (usia seseorang menempuh pendidikan tinggi) sekitar 24 juta jiwa. Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) PT adalah 18 persen. Artinya,penduduk usia tersebut yang mengenyam pendidikan tinggi 4,3 juta. Berarti ada19,7 juta yang tidak bisa melanjutkan pendidikan di PT, sebagian besar karena tidak mampu membiayai biaya pendidikan tinggi yang sangat mahal, ini barusurvei dari Badan Pusat Statistik yang mengsurvei rakyat negara yang mengambil KTP, bagaimana dengan lembaga-lembaga survei lainnya pasti akan lebih tinggidari hasil survei BPS.

PT dan pemerinta memiliki peran yang sangat besar dalam pengentasan rakyat miskin dan mengantarkan bangsa menjadi lebih maju danberwawasan luas. Tetapi pemerintah hanya tinggal diam dan tidak mau ambilpusing persoalan apa yang dihadapi rakyatnya. Banyak contoh dalam kehidupan dilingkungan kita yang menunjukkan kebobrokan sistem pendidikan kita dan hanyamenghasilkan manusia kerdil dan menjadi muruh murah bagi suatu perusahaan. Ini tujuan dari pendidikan kita hari ini. Kita dibiarkan miskin dan bodoh agar nantinya tidak ada banyak yang berani mengkritisi kinerja pemerintah yang memang tidak bertujuan men-sejahterah-kan rakyatnya. Jika rakyat negara miskin maka konsentrasi rakyat akan berputar pada bagaimana makan esok harinya tanpa memikirkan apa yang sebenarnya (pemerinta) lakukan untuk rakyatnya. Jika itu terjadi maka mereka dengan seenak-enaknya menguras tenaga kita untuk kesenangan mereka.

Kemiskinan dan tingginya biaya pendidikan menyebabkan tingkat pendidikan rakyat miskin rendah, prestasi akademik kurang baik,sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan layak. Banyak di antara mereka yang bekerja sebagai pekerja serabutan, buruh bangunan, pengamen, pedagang asongan,dan bahkan menjadi pengemis di perempatan jalan. Lebih parah lagi, banyaknya penduduk miskin berpendidikan rendah yang tidak punya pekerjaan bisa menyebabkan berbagai masalah sosial, seperti tingginya angka kriminalitas, perampokan,penjambretan, pencurian, peredaran narkoba, prostitusi, teroris, dan tindakan negatif lainnya.

Perlu orang atau institusi PT yang berani berkorban dengan menyelenggarakan pendidikan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Kemudian, kita evaluasi apakah dengan biaya pendidikan murahkualitas pendidikan akan menurun. Memang, ini tantangan untuk berani melawanarus dan membuktikan bahwa kita mampu memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsa (Sumber : Kompas)

 

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: