Perspektif

Indonesia Emas Rezim Prabowo-Gibran: Militerisme Gaya Oligarki!

Seratus hari kekuasaan Rezim Prabowo-Gibran menggambarkan bagaimana rezim ini akan berjalan kedepannya. Prabowo berhasil mengulangi keberhasilan Jokowi untuk mengkonsolidasikan mayoritas faksi elit politik yang ada. Termasuk semakin menguatkan militer sebagai faksi elit politik terkuat di Indonesia sejak Malapetaka 1965. Konsolidasi tersebut dilakukan berdasarkan atas bagi-bagi kekuasaan politik dan akses ekonomi. Sementara itu faksi elit politik yang berada di luar, PDI Perjuangan, tidak pernah dapat menjadi kekuatan oposisi. Kepentingan mereka sejatinya serupa dengan kepentingan para elit politik secara keseluruhan. “Tongkat dan Wortel” digunakan Rezim Prabowo-Gibran berhadapan dengan PDI Perjuangan dalam masa negosiasi ini. Sementara itu gerakan kembali berkembang dengan hastag #IndonesiaGelap namun masih dengan dominasi karakter spontan yang pertama kali muncul pada Reformasi Dikorupsi.

Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) yang berisi Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Gelora, Garuda serta Prima ditambah dengan bergabungnya PKS, PKB, PPP, Perindo, dan Nasdem mempersiapkan diri untuk terus berkuasa setidaknya hingga 10 tahun kedepan. Prabowo dalam silaturahmi para ketua umum partai KIM+ di kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, Jumat (14/2) menawarkan pembentukan koalisi permanen. Atas nama persatuan dan kesejukan politik namun sejatinya ini merupakan konsolidasi para elit politik untuk memperkuat posisinya.

Persatuan yang dibangun atas dasar bagi-bagi jatah kekuasaan itu membuat Kabinet Merah Putih Rezim Prabowo-Gibran mengalami obesitas. Menurut beberapa media massa 50 persen Kabinet Merah Putih terdiri dari profesional. Namun analisa tersebut tidaklah tepat, pertama karena seolah-olah menganggap bahwa kaum profesional terlepas dari kepentingan politik dan kedua tentara dan polisi dikategorikan juga sebagai profesional, mengabaikan fakta bahwa tentara dan polisi Indonesia merupakan faksi elit politik yang memiliki sejarah haus kekuasaan. Dengan 48 menteri, 5 kepala badan, dan 55 wakil menteri, ini merupakan kabinet terbesar paska Malapetaka 1965 serta anggaran kementerian membengkak lebih dari 100 persen dan menghabiskan dana Rp 777 miliar setahun.

Belum termasuk staf khusus yang juga merupakan cara untuk bagi-bagi jabatan. Dengan asumsi gaji bersih minimal seorang staf khusus sebesar Rp 25 juta per bulan, maka satu kementerian harus menganggarkan Rp 125 juta setiap bulan jika memiliki lima staf khusus. Dengan jumlah kementerian di Rezim Prabowo Subianto yang sebanyak 48 lembaga, maka negara harus mengalokasikan setidaknya Rp 72 miliar per tahun untuk menggaji para staf khusus. Belum termasuk penasehat, utusan dan staf khusus presiden.

Rezim Prabowo-Gibran kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 alias “efsisiensi anggaran”. Melalui kebijakan tersebut Prabowo menargetkan penghematan sebesar Rp 306,69 triliun. Dalam pidatonya di Puncak Perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra pada Minggu (16/2), Prabowo mengatakan bahwa  pada putaran pertama, penghematan anggaran telah mencapai Rp 306,69 triliun. Kemudian, pada putaran kedua, ditargetkan efisiensi anggaran hingga Rp 308 triliun.

Setidaknya terdapat 59 kementerian dan lembaga negara yang terkena pemangkasan. Pemangkasan ini bervariasi, mulai dari yang sangat kecil seperti Kementerian Agama (0,02%) dan lembaga yang mengatur proyek MBG, Badan Gizi Nasional (0,28%), hingga yang paling besar seperti Kementerian Kominfo (38.57%) dan Kementerian Pertanian (41.80%). Namun kita tetap bisa melihat bahwa dua kementerian dengan anggaran terbesar adalah kementerian yang berfungsi untuk melakukan represi terhadap buruh dan rakyat. Itu adalah Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI sebesar Rp139,2 triliun serta Polri dengan besar anggaran Rp106 triliun. Berikutnya adalah kementerian sosial sebesar Rp 78,6 triliun yang sekitar 90 persennya akan digunakan untuk sogokan untuk meredam rakyat berupa bansos. Serta lembaga baru yang dikontrol oleh militer yaitu Badan Gizi Nasional sebesar Rp71 triliun.

Efisiensi Anggaran jelas berakibat salah satunya pada pendidikan yang sebelumnya sudah mahal menjadi semakin mahal. Selama ini Indonesia adalah produsen perguruan tinggi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Ada sekitar 4000 perguruan tinggi di seluruh negeri. Namun, setiap tahunnya rata-rata kenaikan biaya pendidikan di perguruan tinggi naik sebesar 15%. Sedangkan rata-rata kenaikan upah tidak pernah mencapai angka yang sama bahkan melampauainya. Pemotongan anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaran dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah akan semakin memperparah situasi pendidikan di Indonesia setelah berbagai platform beasiswa dengan jumlah lebih dari Rp2,6 triliun hilang karena pemangkasan. Di saat bersamaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional juga dipangkasi lebih dari 50% dan konsekuensinya, 12 organisasi riset di bawah BRIN membeku. Itu baru di isu pendidikan dan riset.

Komnas HAM, anggaran yang awalnya ditetapkan sebesar Rp112,8 miliar dipangkas sebesar 46% menjadi Rp52,1 miliar. Pemangkasan ini berakibat pada membekunya pemantauan situasi HAM di Papua dan ketiadaan akomodasi perjalanan dinas pendampingan kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk berhentinya kerja-kerja penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Pemotongan juga berdampak pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Lembaga ini tidak dapat lagi memberikan bantuan perlindungan karena ketiadaan anggaran.

Dari efisiensi tersebut, akan digunakan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) sekitar 391 triliun. Di dalam program MBG, diatur dalam Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2024, Proyek MBG dikendalikan oleh lembaga bernama Badan Gizi Nasional di mana para purnawirawan TNI banya mengisi jabatan-jabatan pimpinan. Di posisi Kepala, terdapat nama Dadan Handayana. Di posisi Wakil Kepala terdapat Mayjen Purnawirawan Lodewyk Pusung. Di posisi Sekretaris Utama, terdapat Brigjen Purnawirawan Sarwono. Di bagian Inspektorat Utama, ada Brigjen Purnawirawan Jimmy Ginting. Di posisi Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola, ditunjuk Tigor Pangaribuan. Di posisi Deputi Bidang Penyediaan dan Penyaluran Nasional ada Brigjen Purnawirawan Suwardi. Di Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama terdapat Nyoto Suwigno. Terakhir, di Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan terdapat Mayjen Purnawirawan Dadang Hendrayudha.

Kebanyakan dari mereka adalah mantan pejabat Kementerian Pertahanan. Memang dalam jajaran pejabat, purnawirawan (tidak aktif lagi) banyak mengisi jabatan. Kendati demikian, BGN melakukan mobilisasi TNI dalam pembagian makanan. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Hariyanto mengatakan tugas TNI mencakup tiga aspek utama yaitu menyediakan fasilitas logistik, operasionalisasi satuan pelayanan pemenuhan dan monitoring serta evaluasi. Artinya, mereka sendiri yang menyediakan logistik, mereka sendiri yang mendistribusikan, mereka juga yang melakukan evaluasi. Sebagai contoh Korem 043/Garuda Hitam di Bandar Lampung. Dilaporkan oleh Mabes TNI, mereka mengerahkan 351 Komando Distrik Militer (Kodim), 14 Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) dan 41 Pangkalan TNI Angkatan Udara untuk mendukung program MBG.

Di lapangan, program ini telah menghasilkan masalah. Banyak murid yang akhirnya keracunan makanan basi hingga makan daging mentah. Di saat bersamaan, mitra-mitra program BGN banyak yang mundur karena tidak dibayar oleh BGN. Itu masalah di permukaan. Di luar itu, program ini sangatlah berorientasi bisnis. Dijelaskan dalam aturan pelaksananya, bahan pokok untuk program ini minimal 40% harus berasal dari petani di daerah program direalisasikan, sedangkan 60% lainnya tidak disebutkan dengan jelas dan besar kemungkinan prosesnya dilakukan di bawah meja. Ini membuka potensi korupsi. Program ini juga sangat korporatis dengan ditunjukkan secara langsung oleh Menko Kemaritiman dan Investasi pada waktu bahwa perusahaan Tiongkok berminat untuk membangun pabrik produksi alat makan di Indonesia. Sinyal ini tidak menutup kemungkinan juga akan mengundang korporasi pangan lainnya.

Program MBG beda dengan apa yang dijalankan di negara demokratis lainnya. Di Kuba misal, program makan siang secara langsung terintegrasi dengan kurikulum pendidikan dimana murid akan didorong untuk mengetahui jenis-jenis makanan yang dimakan oleh orang-orang di seluruh dunia dan menentukan sendiri makanan mana yang bergizi bagi mereka. Sehingga, dengan begitu perlu perencanaan dan integrasi dengan rantai produksi dan distribusi bahan makanan secara nasional. Contoh ini menunjukkan bahwa program makan siang gratis tidak diorientasikan pada bisnis semata.

Di samping itu, rezim Prabowo juga menggagas Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan ini akan akan mengelola aset perusahaan plat merah hingga US$980 miliar atau setara dengan Rp15.949,5 triliun. Jabatan struktur yang dibentuk pun akan diisi oleh lingkaran oligarki dan dikomandoi langsung oleh Prabowo. SBY dan Jokowi mendapatkan posisi Dewan Penasehat, sementara Erick Thohir dan Muliaman D Hadad di Dewan Pengawas dengan anggota Sri Mulyani dan Tony Blair dan Badan Pelaksana dikepalai oleh Rosan Perkasa Roeslani dengan Holding Operasional/COO: Dony Oskaria dan Holding Investasi/CIO: Pandu Patria Sjahrir. Di belakang mereka ada bisnis seperti ADRO, TOBA, Arsari Grup, Recapital, dsb.

Menurut arahan Presiden Prabowo, investasi terutama akan diarahkan ke tiga sektor: pengelolaan sumber daya alam, pengembangan AI dan digital serta ketahanan energi dan pangan. Dengan kriteria proyek yang bisa disemprot Danantara adalah yang minimal 1 miliar USD atau Rp 16 triliun. Kita sudah bisa menduga bahwa para elit politik, khususnya konglomerat, yang berbisnis di sektor sumber daya alam, AI dan digital serta energi dan pangan akan segera mandi uang Danantara.  Tentunya juga akan ada berbagai macam fee yang bernilai miliar bahkan triliuan dari mengurusi aset ribuan triliun.

Ke depannya, diatur dalam revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, Danantara juga akan mengelola dividen perusahaan-perusahaan plat merah. Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa 99% aset dan dividen BUMN akan sepenuhnya dikontrol oleh Danantara tanpa bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi karena ditempatkan bukan sebagai subjek lembaga negara. Badan ini akan menjadi mesin ATM kebal hukum bagi para elit politik untuk berjudi tanpa tanggungjawab apapun.

Dampak dari Danantara ini juga bisa dirasakan secara langsung oleh kelas buruh dan rakyat. Ke depannya, besar kemungkinan aset-aset milik BUMN digadaikan untuk mendapatkan uang segar dan diputar ke Danantara. Sedangkan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan BUMN tidak diperuntukkan perbaikan-perbaikan pelayanan, sebagai contoh, jika PT. KAI untung dalam operasinya, uang keuntungannya akan disalurkan ke Danantara, bukan untuk penambahan jalur atau gerbong kereta.

Kita bisa lihat pula program-program para elit politik secara keseluruhan sebelumnya. Seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, Proyek Strategis Nasional, Ibu Kota Negara yang selama tahun 2022-202 menghabiskan Rp 124,6 triliun, Revisi UU Minerba yang mempertahankan ormas keagamaan sebagai subjek yang dapat menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus disamping perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD. Selain itu, universitas yang dikabarkan tidak menjadi subjek baru, ternyata tetap dimasukkan dengan skema penerima manfaat, Food Estate, KUHP baru, dsb, dsb.

Dwi Fungsi Gaya Oligarki alias militerisme gaya oligarki semakin menguat. TNI Angkatan Darat tengah menyusun rencana pembentukan 100 batalion baru untuk mendukung MBG dan program Pembangunan lainnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara baru saja mengangkat tentara aktif  Mayor Jenderal Novi Helmy sebagai Direktur Utama BULOG. Posisi BULOG strategis dalam pengadaan barang untuk program MBG ke depan. Sementara itu di bulan Januari, Prabowo melakukan pertemuan tertutup dengan dua ratusan perwira militer berpangkat Kolonel terpilih. Mereka diberikan kursus singkat mengenai manajemen, bisnis, keuangan dan investasi. Ada pembahasan yang fokus pada sektor pangan dan energi. Mereka ditargetkan akan mendapatkan jabatan di perusahaan binaan Kementerian Pertahanan, BUMN hingga BUMD.

Prabowo dalam pidatonya saat peluncuran Danantara mengklaim ini untuk kesejahteraan rakyat. Sementara Ketua Umum PRIMA Agus Jabo Priyono, yang juga Wakil Menteri Sosial mengatakan bahwa kebijakan Prabowo itu progresif dan kerakyatan. Namun sejatinya kebijakan tersebut menguntungkan para elit dan menindas kita, pertama dengan merampas kesejahteraan kita, buruh dan rakyat dan itu akan diikuti oleh penyempitan ruang demokrasi serta meningkatnya represi. Senjatanya adalah militerisme. Agar kita tidak dapat merebut kembali kesejahteraan kita.

Kita tidak bisa berharap Rezim Prabowo-Gibran segera mengambil langkah kongkrit untuk memperbaiki dirinya sendiri demi kepentingan rakyat. Kitapun tidak bisa berharap pada para elit politik di luar mereka untuk menjadi oposisi memperbaiki situasi demi kita. Demikian pula kita tidak ingin kembali ke kondisi sebelumnya dengan tuntutan UKT tidak naik, anggaran pendidikan 20 persen, menuntut transparansi, menuntut adanya riset, dsb, dsb.

Ini adalah politik sana dan sini, mereka dan kita, para elit politik (birokrat, konglomerat dan jenderal) lawan kita (rakyat dan buruh).  Satu-satunya cara adalah kita, buruh dan rakyat merebut kekuasaan dari tangan mereka para elit politik. Memutus hubungan secara menyeluruh dengan mereka para elit politik agar kita dapat menjalankan program-program demi kita sendiri, buruh dan rakyat. Ketika kekuasaan berada di tangan kita, maka seluruh sumber daya akan dibuat efisien dan digunakan untuk fokus pada program pembangunan pondasi dasar yang memungkinkan perkembangan masyarakat Indonesia menjadi maju.

Kebutuhan mendesak kita sekarang adalah di satu sisi memperjuangkan efisiensi terhadap kementerian ataupun lembaga yang tidak terkait dengan pengembangan tenaga produktif masyarakat.  Ini antara lain Kementerian Pertahanan, Kepolisian, Kejaksaan Agung, BIN, DPR, MPR, dsb. Demikian pula kementerian, lembaga, jabatan serta proyek yang tidak berguna harus dihapuskan. Ini antara lain IKN, PSN, Danantara, Wakil Menteri, Kementerian Agama, Staf Khusus, Utusan Khusus, dsb. Selain itu Upah Pejabat Negara, Perwira Tinggi, Pejabat Lembaga Nonkementerian, Komisaris dan Direktur BUMN harus dipotong hingga setara upah buruh rata-rata sementara semua hak istimewanya yang berbentuk tunjangan ataupun lainnya dihapuskan. Langkah mendesak lainnya adalah menangkap, mengadili, memenjarakan serta menyita seluruh aset-aset koruptor dan konglomerat pengemplang pajak.

Buruh dan rakyat juga harus menghentikan perkembangan militerisme Dwi Fungsi ABRI Gaya Oligarki. Keterlibatan militer dalam ranah sipil seperti dalam jabatan ataupun berbagai program pemerintah seperti MBG, pembentukan Batalyon Ketahanan Pangan harus dihentikan. Demikian pula Struktur Komando Teritorial harus dihentikan penambahannya dan dihapuskan secara keseluruhan. Militerisme merupakan penghambat utama demokrasi dan berkembangnya kekuatan buruh dan rakyat.

Negara para elit politik saat ini merupakan parasit besar yang menghambur-hamburkan kekayaan nasional. Ini karena pertama, para elit politik dan birokrasi yang duduk di pemerintahan saat ini tidaklah terlibat dalam kerja-kerja produktif. Kedua karena keseluruhan dari negara saat ini hidup dari hasil kerja buruh dan rakyat. Lihat saja postur APBN dimana bagian terbesar pendapatannya adalah pajak. Ingat! Pajak-pajak yang dikenakan ke para konglomerat itu tetap kita rakyat yang membayarnya ketika membeli sebuah barang atau jasa. Di sisi yang lain hampir 50 persen dari APBN itu akan digunakan untuk membayar utang. Utang-utang yang terutama dibuat di Rezim Militer Orde Baru serta Jokowi. Utang-utang yang tidak menghasilkan kesejahteraan bagi buruh dan rakyat Indonesia.

Parasit itu harus dihancurkan, dibutuhkan struktur kekuasaan yang baru yang dapat menjadi sebuah organisasi yang mengatur kehidupan ekonomi untuk kemajuan dan kesejateraan buruh dan rakyat. APBN dalam Kekuasaan Buruh dan Rakyat akan menjadi lebih sederhana. Ketika parasit itu berhasil dihancurkan maka APBN akan berubah menjadi persoalan umum mengembangkan tenaga produktif masyarakat untuk menghasilkan kelimpahan serta mendistribusikan semua itu. Menjadi menentukan seberapa besar barang dan jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi rakyat, untuk mengembangkan ekonomi dan berapa yang dapat disimpan.

Langkah strategis awal mengembangkan tenaga produktif adalah menasionalisasi aset-aset strategis yang ada. Industrialisasi Nasional yaitu pembangunan industri dengan penekanan pada industri berat yang juga dapat mereorganisasi sektor agrikultur. Proses reorganisasi sektor agrikultur ini juga dilakukan dengan program reforma agraria dimana negara harus melakukan re-distribusi tanah kepada petani-petani penggarap dan gurem sesuai dengan tuntutan mayoritas besar kaum tani dan juga untuk meningkatkan produktivitas mereka. Di saat bersamaan mengumpulkan tanah-tanah dalam jumlah besar untuk dijadikan sebagai sasaran pertanian kolektif. Reforma agraria juga harus dapat menjawab persoalan penghapusan para tengkulak dalam rantai distribusi hasil pertanian. Program ini harus didukung dengan pengembangan teknologi pertanian yang modern. Memenangkan program ini artinya meningkatkan kemampuan kelas buruh dan tani memperbesar produksi hasil pangan dalam negeri. Sehingga pemenuhan pangan semua lapisan masyarakat kelas pekerja, termasuk kaum miskin di perkotaan dapat dilakukan di seluruh negeri. Sehingga, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan dapat dihentikan.

Langkah-langkah strategis tersebut dapat kemudian menjadi pondasi kekuasaan buruh dan rakyat untuk menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis, subsidi serta makan bergizi gratis setidaknya sekali dalam sehari bagi anak-anak dan remaja yang bersekolah.

Kekuasaan yang baru harus menopangkan dirinya pada kekuatan buruh dan rakyat. Hanya dengan begitulan dia akan memiliki kekuatan untuk berkuasa serta menjalankan kebijakan-kebijakan yang membebaskan serta menyejahterakan buruh dan rakyat. Kekuatan tersebut harus dibangun dari sekarang dengan kondisi riil yang kita hadapi saat ini.

Setidaknya sejak 2019, kita melihat berbagai gerakan tagar #ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, #MosiTIdakPercaya, #RakyatBergerak, #SemuaBisaKena, hingga #PeringatanDarurat. Secara umum gerakan tersebut diawali dan didominasi dengan karakter spontan. Apa yang dapat kita pelajari dari gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan spontan tidak dapat terus bertahan dan mencapai tujuannya. Mobilisasinya dapat saja besar di satu, dua atau beberapa kesempatan. Namun tidak semua tuntutannya berhasil dimenangkan. Kondisi yang seperti itu juga sebenarnya merupakan potensi bagi organisasi revolusioner. Kita harus mampu mendorong mereka mengorganisir dirinya. Ini berarti membangun ruang dan struktur yang dibutuhkan agar diskusi, perdebatan serta pembuatan keputusan dimungkinkan. Sehingga jalannya perjuangan tidak secara sepihak diputuskan oleh klik aktivis-aktivis tertentu. Ketika massa spontan tersebut belajar untuk mengorganisir dirinya sendiri, hal tersebut bisa mendorong meningkatnya militansi mereka juga bisa menunjukan ruang-ruang kesadaran revolusioner yang sebelumnya tertutup karena kurangnya ruang untuk menyuarakan perjuangan politik.​​​​​​​

Ditulis oleh Riang Karunianidi, Anggota Resistance dan Kader Perserikatan Sosialis serta Dipo Negoro, Kader Perserikatan Sosialis.

Loading

Comment here