Pojok

Mogok Nasional Yang Benar; Senjata Ampuh Kemenangan Kaum Buruh!

 

 

Mogok Nasional 2

Mogok Nasional Yang Benar; Senjata Ampuh Kemenangan Kaum Buruh!

Bangun Komite-Komite Mogok Kawasan, Daerah, hingga Nasional!

(Pernyataan Sikap dan Seruan KPO-PRP)

 

Perlawanan terhadap kenaikan harga BBM berikut kebijakan pemiskinan rakyat lainnya belum akan selesai. Walau ‘kelas menengah ngehek’ mencoba terus bercuap membersihkan presiden kesayangan, kaum buruh dan rakyat pekerja tidak ada pilihan lain selain melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang melempar kaum buruh, tani kecil, kaum muda dan rakyat mayoritas ke jurang penderitaan yang tak berkesudahan. Setelah upah tidak naik (secara riil), lalu harga BBM yang naik, kesulitan mengakses pendidikan, kesehatan dan perumahan juga sedang dialami oleh rakyat mayoritas.

Atas alasan itu, Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) meresponnya pada 26 November dengan aksi serentak nasional dan menyerukan mogok nasional, setidaknya bagi pembatalan kenaikan harga BBM dan kenaikan upah. Tiga konfederasi serikat buruh (KSPSI, KSBSI, dan KSPI) pada 28 November kemudian menyerukan mogok nasional tanggal 10 dan 11 Desember bagi tuntutan yang lebih banyak, yaitu revisi UMK/UMP, penolakan kenaikan harga BBM, perbaikan BPJS, penghapusan outsourcing di BUMN dan jaminan pensiun.

Dengan ‘berniat’ mengeluarkan senjata terampuh, tentu ada hal yang perlu diapresiasi dari seruan dan rencana mogok nasional khususnya bagi pembangunan kesadaran terhadap kapasitas kaum buruh secara ekonomi maupun politik. Namun dalam goresan sejarah mogok nasional yang telah terjadi sebanyak 2 kali, senjata (mogok nasional) ini senyatanya belum digunakan secara maksimal dan matang oleh kaum buruh. Penggunaan senjata yang tidak maksimal bahkan terbukti berkonsekuensi pada pukulan balik bagi kaum buruh yang mengakibatkan berbagai kemunduran: demoralisasi, perpecahan, penghianatan, dan sebagainya. Ini dicatat dengan baik saat Mogok Nasional 2 dimana mogok bukan hanya gagal memenangkan tuntutan, sebaliknya justru korban dari kaum buruh yang berjatuhan—baik yang terkena kekerasan saat mogok maupun yang terkena sanksi dan PHK setelah mogok.

Ironisnya lagi saat itu, ‘pemimpin tinggi’ (baca: elit) serikat buruh yang mendorong mogok, yakni KSPI, justru mencabut laporan yang telah lengkap dan diserahkan pada Kejaksaan (P-21) oleh beberapa pihak yang secara sukarela mengadvokasi kasus kekerasan dalam mogok tersebut. Tentu menjadi tanda tanya besar jika para elit serikat buruh sebagai pemimpin mogok justru lebih rela ‘berdamai dengan musuh’ dibanding ‘memberi pelajaran’ bagi musuh-musuh kaum buruh.

Ditambah juga, setelahnya, elit serikat buruh pula yang menentukan sepihak intervensi keblinger dalam Pemilu 2014 lalu –dengan mendukung salah satu calon— dan menempatkan kepala kaum buruh pada pertaruhan yang hanya diketahuinya sebatas program diatas kertas. Ini konsekuensi jika elit serikat buruh merasa bahwa pengetahuan perjuangan dan pengetahuan politik hanya milik para pimpinan serta takut jika massa (anggota) serikat buruh mendapat pengetahuan dan pendidikan politik yang sama dan setara dengannya.

Namun untungnya, dalam rencana dan niat mogok nasional jilid 3 yang telah diumumkan, para elit serikat buruh seakan tersadar pada belum matangnya persiapan sehingga menunda jadwal mogok bagi persiapan-persiapan menuju mogok. Kita pun mengakui dari awal bahwa pengumuman mogok 10-11 Desember merupakan sesuatu yang prematur. Namun keanehan baru tercipta disaat persiapan mogok oleh 3 konfederasi ‘besar’ justru dilakukan di tempat yang jauh dari pabrik-pabrik yang dihuni para buruh yang belum sadar pada esensi mogok dan belum pernah terlibat dalam mogok nasional. Ini penting untuk diluruskan.

Mempersiapkan Mogok; Mempersiapkan Kesadaran dan Struktur Mogok

Sejarah dapat berubah. Mogok nasional yang ‘kalah’ dapat diubah menjadi mogok nasional dengan kemenangan yang menentukan. Tetapi perubahan itu hanya mungkin terjadi jika ada syarat-syarat pula yang berubah dari sekedar mogok nasional yang dikoarkan di media massa oleh para pimpinan serikat buruh tanpa persiapan yang memadai di tingkat pabrik dan kawasan.

Oleh karenanya, dalam rangka memaknai 10-11 Desember sebagai persiapan menuju mogok nasional, kita perlu dan harus mempersiapkan kesadaran kaum buruh dan rakyat pekerja dari tingkat pabrik, kawasan, perkampungan dan kota, BUKAN dengan mobilisasi massa ke pusat-pusat pemerintahan atau bahkan ke bunderan HI. Kaum buruh sadar kelas harus menyebarkan pengetahuannya tentang kebutuhan mogok nasional melalui konvoi kawasan, selebaran massal, dan merangkul sebanyak-banyaknya kaum buruh yang telah berserikat maupun yang belum berserikat dari tiap pabrik dan kawasan bagi pembentukan komite-komite mogok serta perencanaan mogok nasional secara bersama. Tapi bukan berarti tanggal 10-11 Desember kaum buruh dilarang untuk mogok. Pabrik-pabrik yang dikunjungi atau menyatakan diri akan ikut dalam pemogokan nasional dapat membangun latihan-latihan mogok di tiap pabrik, minimal dalam waktu setengah hari. Tiap pabrik yang buruhnya (baik berserikat ataupun tidak berserikat) bersepakat membangun komite mogok kawasan harus dicatat dan dikumpulkan dalam suatu Rapat Akbar. Dengan pra-kondisi tersebut, syarat mogok yang benar bagi kemenangan yang menentukan semakin mungkin dicapai.

Syarat itu meliputi beberapa hal yang (sengaja) diabaikan elit serikat buruh dalam 2 kali mogok nasional sebelumnya, yaitu:

Pertama, Mogok Nasional harus menjadi milik bersama kaum buruh dan rakyat Indonesia secara keseluruhan: ditentukan bersama, dirancang bersama, dipimpin bersama, dikawal bersama hingga diakhiri bersama. Yang dimaksud tentu saja bukan kebersamaan para elit pimpinan serikat semata, melainkan kebersamaan massa buruh dalam merencanakan mogok nasional. Sebagai formulasinya, di tiap-tiap kota/daerah dan kawasan-kawasan industri, harus dibangun komite-komite mogok yang mencakup unsur-unsur buruh dari tiap pabrik (baik yang berserikat maupun tidak) yang bersepakat untuk menggelar mogok nasional. Pembangunan komite-komite mogok ini juga akan memetakan dan mengantisipasi dengan matang hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dari pengalaman mogok selama ini.

Kedua, Mogok Nasional harus melumpuhkan sebagian besar produksi dan distribusi barang khususnya yang penting dan menentukan dalam perekonomian. Keampuhan mogok nasional bagaimanapun sangat ditentukan oleh tekanan dari lumpuhnya produksi dan distribusi yang beroperasi mengakumulasikan modal para pemodal. Adanya komite-komite mogok dari tingkat kawasan akan mempermudah pencapaian hal tersebut.

Ketiga, Mogok Nasional harus dilakukan sampai menang. Bukan diukur dalam 1 hari, bukan 2 hari, bahkan bukan 1 minggu jika belum mendapat kemenangan. Senjata terampuh adalah untuk memenangkan tuntutan yang jelas dan tegas, bukan alat kampanye, apalagi kampanye dan loby para elit serikat buruh. Sehingga, tidak boleh ada satu pemimpin serikat buruh pun yang dengan seenaknya menghentikan mogok tanpa capaian kongkret yang telah disepakati secara bersama.

Untuk mencapai pemenuhan poin ketiga, penting merumuskan tuntutan tidak hanya secara umum, atau dalam kata lain tuntutan yang mudah dipertukarkan satu sama lain (baca: tukar-guling) oleh para pimpinan serikat, melainkan tuntutan minimal yang dijadikan desakan utama mogok diluar tuntutan lainnya. Dan bagi kita, pembatalan kenaikan harga BBM, revisi UMP/UMK, serta penghapusan outsourcing penting menjadi tuntutan yang utama bagi mogok nasional sampai menang. Keutamaannya dibentuk dari keterhubungan langsung tuntutan tersebut pada seluruh elemen buruh dan elemen rakyat lain diluar buruh, yang memungkinkan mogok nasional berkembang dan didukung oleh berbagai elemen rakyat; dalam arti tuntutan yang paling mungkin memaksimalkan kekuatan gerakan. Di titik ini gerakan buruh harus meninggalkan egoisme sektoral-nya bagi masa depan kepemimpinan terhadap perjuangan seluruh rakyat.

Namun diluar itu, perlu juga menghadirkan tuntutan-tuntutan lain sebagai kampanye (dan perspektif pencapaian gerakan berikutnya) yang meliputi perubahan peraturan mengenai kompenen upah, pendidikan gratis, kesehatan gratis (tanpa iuran seperti BPJS), perumahan gratis, serta kebebasan dan demokrasi bagi rakyat dalam banyak segi.

Tentu saja perubahan dalam syarat-syarat mogok nasional diatas terutama bukan diemban oleh elit serikat buruh yang selalu gagal mendemokratiskan keputusan dari tingkat bawah dan hanya gemar melakukan konferensi pers, namun oleh kaum buruh sadar kelas, apapun pabriknya, apapun serikatnya.

Jika mempersiapkan mogok adalah mempersiapkan kesadaran, maka memenangkan tuntutan sama perlunya dengan kebutuhan menampilkan ekspresi kaum buruh sadar kelas yang tidak terkooptasi dan terilusi pada elit-elit politik pemodal yang sampai sekarang masih bertengkar mendapatkan jatah ekonomi-politiknya dalam negara sekaligus mencari muka pada rakyat. Maka dari itu, gerakan mogok nasional ke-3 perlu mengajukan slogan politik:

“Bukan Jokowi, Bukan Prabowo, Tapi Kekuasaan Rakyat!”; “Tidak pada Jokowi, Tidak pada Prabowo, Tapi pada Kekuatan Rakyat!”

Demikian sikap kita menjelang mogok nasional ke-3 yang ditugaskan mencapai kemenangan yang menentukan sekaligus mengangkat kepemimpinan kelas buruh terhadap gerakan rakyat keseluruhan sebagai salah satu syarat dari penghancuran sumber dari segala sumber masalah: kapitalisme. Akhir kata, ingatlah selalu di setiap arena perjuangan kita: Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!

 

Kongres Politik Organisasi

Perjuangan Rakyat Pekerja

(KPO-PRP)

 

Kontak:

Email: kpo_prp@yahoo.com

Website: www.arahjuang.com

Telp: 089650544939/087889327281

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here