Internasional

Elon Musk itu Bangsat

Oleh James Plested

Elon Musk adalah seorang bangsat. Alasan mengapa dia tergolong bangsat luar biasa itu teramat banyak sampai-sampai bisa dijadikan buku. Dia berhasil melakukan pencitraan sebagai seolah seorang pengusaha visioner yang berjuang menggunakan teknologi untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi umat manusia. Kenyataannya, dia hanyalah salah satu dari kapitalis narsis dan orang yang ingin jadi tiran, sosok yang selama ini hidup mewah dari menghisap buruh dan inovasi para pekerjanya, sekaligus pelaku kegaduhan media, yang didorong egonya yang tak pernah terpuaskan dan keserakahannya atas laba.

Bisa dibilang Musk ini adalah Donald Trump bagi orang-orang konsumtif dan sok yang membeli model smartphone terbaru tiap tahun. Musk dan Trump sama-sama untung besar dari pencitraannya selama ini seolah mereka para pembangkang yang melawan kelesuan politik dan mandeknya inovasi dalam bisnis. Keduanya terkenal terus-menerus mengoceh di Twitter – dari hal-hal dangkal-pasaran hingga komentar menyesatkan bahkan seringkali  provokatif. Keduanya, dalam konteks pandemi COVID-19 berpihak penuh pada kebijakan pro-kapitalis yang amat membahayakan, mengecil-kecilkan ancaman virus saat masih baru dan sekarang mendorong ekonomi AS agar dibuka secepatnya terlepas peringatan tenaga medis dan ilmuwan bahwasanya tindakan demikian berisiko membahayakan ribuan orang lebih.

“Panik gara-gara coronavirus itu bodoh,” tweet Elon Musk pada 7 Maret 2020, tepat saat skala krisis kesehatan pandemi telah terlihat jelas. “Menurut tren sekarang, paling-paling angka kasus baru akan hampir mendekati 0 di akhir april,” kiranya pada 20 Maret 2020. Dalam dua bulan setelahnya, dia telah menjadi salah satu kritik paling vokal melawan pembatasan sosial — satu suara dengan Trump dan bahkan sampai mendukung protes anti-lockdown kaum ekstrem kanan.

29 April 2020, hari saat menurut New York Times sebanyak 2.514 orang di AS meninggal akibat COVID-19 dan lebih dari 26.000 kasus baru diumumkan, Musk mengoceh di Twitter “BEBASKAN AMERIKA SEKARANG”, dan merespon rencana pemberhentian lockdown di Texas, mencuit “Bravo, Texas!” Pada 12 Mei dia mengumumkan’ “Tesla akan membuka kembali pabrik produksi melawan peraturan Alameda County. Aku akan bertanggung jawab dengan semua orang. Jika ada yang harus ditangkap, aku minta aku saja.”

Terlepas dari kehadirannya saat menyuruh para buruh Texas kembali bekerja di tengah-tengah lockdown, Musk kenyataannya tidak ditahan. Sekelompok buruh Tesla dan para pendukung mereka memprotes keputusan Musk di luar pabrik. Satu pekerja, Carlos Gabriel, berkata pada para reporter bahwa dia menolak masuk kerja. “Aku khawatir dengan kesehatanku,” katanya, “Aku sangat kecewa dengan sikap Elon Musk mengutamakan laba dibandingkan kesehatan para buruhnya.”

Ketidakpedulian Musk perihal kesehatan para buruh pabriknya dalam pandemi memang tidak mengejutkan. Tesla dikenal karena catatan buruknya dalam kesehatan dan keselamatan kerja. “Ambulans telah dipanggil [ke Pabrik Tesla di Fremont, California] lebih dari seratus kali sejak 2014 untuk buruh akibat kelelahan, kejang, hingga gangguan pernafasan,” tulis Julia Carrie Wong, seorang reporter di The Guardian pada tahun 2017. Jonathan Galescu, teknisi produksi di pabrik itu berkatanya padanya, “Aku pernah melihat seseorang pingsan, jatuh dengan wajah menghantam lantai duluan hingga berdarah-darah. Mereka menyuruh kita kembali bekerja padahal orang itu masih tergeletak di lantai.”

Suatu pos blog di 2017, ditulis oleh buruh Tesla Jose Moran berjudul, “Waktunya Tesla Mendengar” menjelaskan kondisi kerja yang tidak layak dan upah rendah. “Kebanyakan buruh produksi Tesla menerima antara $17 sampai $21 per jamnya.” dia tulis. “Sementara upah rata-rata buruh otomotif di negara kita menerima $25.58 per jamnya, dan tinggal di area yang tidak begitu mahal… Banyak kawan kerjaku yang sampai terpaksa berangkat satu sampai dua jam sebelum dan setelah bekerja karena mereka tidak bisa membayar uang sewa untuk tinggal lebih dekat ke pabrik.”

Musk secara bengis juga anti-serikat. Upaya-upaya buruh Tesla untuk berserikat telah direpresi parah. Beberapa buruh langsung dipecat begitu manajemen menemukan mereka berusaha mengorganisir. Banyak lainnya yang diancam sampai bungkam. Menurut Moran, sebagai respon upaya buruh untuk berserikat di 2017, “Setiap buruh diharuskan untuk menandatangani kebijakan yang mengancam jika kita memakai hak kita untuk berbicara tentang upah dan kondisi kerja kita.” Dari bukti ini Badan Hubungan Ketenagakerjaan AS menemukan Tesla telah melanggar hak-hak perburuhan. Hingga hari ini, upaya membangun serikat bagi 40,000 buruh Tesla masih gagal.

Para pendukung Musk mungkin merespon bahwa, berbeda dari mayoritas kelas borjuasi, dia adalah “milyuner mandiri” yang membangun kekayaan $36 milyar dari kerja keras dan ide inovatif dan semangat entrepreneurnya. Omong kosong. Seperti Trump, Musk berasal dari latar belakang keluarga kaya raya. Ayahnya Errol, adalah pebisnis Afrika Selatan yang sukses besar, pengembang dan konsultan properti yang menurut laporan Business Insider Afrika Selatan, membeli setengah dari saham tambang zamrud Zambia untuk “membiayai gaya hidup mewah keluarganya di kapal pesiar, resor ski, dan komputer-komputer spek tinggi.”

Musk adalah penggemar komputer sejak usia muda dan saat ikut Ibunya pindah ke kanada pada 1989, tumbuh menjadi programmer handal. Namun perkembangan ini tidak berbeda daripada ratusan dan ribuan, bahkan jutaan orang di dunia. Jutaan yang sangat sedikit sekali dari mereka yang bisa berakhir menjadi anggota kelas milyarder. Apa yang membuat Musk istimewa bukanlah pekerjaan keras, bakat, atau ide. Dia hanya berada di waktu dan tempat yang tepat, dengan banyak koneksi.

Musk membangun perusahaan pertamanya, Zip2 —software atau piranti lunak pemandu kota bagi koran-koran lokal — pada 1995, dengan bantuan sebesar US$28.000 (senilai dengan $US48.000 di masa sekarang) dari ayahnya. Ini bertepatan dengan awal booming dotcom, saat investor menggelontorkan uang untuk semua dan setiap start-up atau rintisan internet dan komputer yang muncul pada masa itu. Di 1999, di puncak kesuksesan booming dotcom, Zip2 terjual dengan nilai $307 juta, yang mana darinya Elon Musk mengantongi US$22 juta. Dia lalu menggunakan setengah dari uang ini untuk membuat perusahaan layanan bank online atau dalam jaringan, X.com yang akhirnya merger dengan Confinity menjadi PayPal. Saat PayPal dibeli Ebay pada 2002, Elon Musk mendapat penghasilan US$180 juta.

Status Musk menurut para penggemarnya, sebagai seorang visioner yang berdedikasi untuk membuat dunia yang lebih baik sebagian besar berasal dari apa yang lakukan selanjutnya. Dia membangun SpaceX di 2002, perusahaan yang bertujuan menjadi pemain besar di industri pesawat luar angkasa, memfasilitasi perjalanan luar angkasa dengan harga terjangkau, dan yang paling utama, menyediakan basis proses kolonisasi planet Mars. Di 2003, dia menyumbang $30 juta untuk modal Tesla Motors. Di 2004, dia menjadi pimpinan Tesla dan akhirnya menjadi CEO di 2008 ketika para pendiri perusahaan Martin Eberhard dan Marc Tarpenning keluar dari perusahaan

Kekayaan hebat Musk yang sekarang mayoritas bersumber dari kesuksesannya untuk mengubah mobil Tesla menjadi simbol status bagi kaum elit global yang peduli lingkungan. Mobil Tesla Model S baru berharga dari $125.000 hingga $165.000 — kisaran harga yang jauh dari budget aktivis lingkungan rata-rata. Penjualan mobil ini mencakup pendapatan terbesar perusahaan, hampir $20 milyar dibandingkan profit total sebesar US$24.5 milyar di 2019. Sementara itu, penghasilan dari produk pembangkit dan penyimpanan energi Tesla hanya sekadar usaha sampingan, menghasilkan $1,5 milyar, yaitu 6% dari total laba Tesla tahun lalu.

Jika tujuan Musk memang mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghambat bencana pemanasan global, ada banyak hal yang dua bisa lakukan dengan uangnya daripada memproduksi mobil listrik untuk segelintir orang kaya. Setiap pengurangan emisi yang diraih dari penggunaan mobil Tesla malah sia-sia bahkan terhapus karena ulah perusahaan Musk yang membangun dan menyebarkan budaya mobil pribadi daripada mendorong peralihan menuju transportasi publik.

Tetapi Musk adalah laki-laki pecinta mobil pribadi sampai titik darah penghabisan. Pada sebuah konferensi di 2017, menjawab penonton yang menanyakan bagaimana sikapnya terhadap tata kota dan transportasi umum dia berkata: “Menurutku transportasi umum itu menyebalkan. Kenapa kamu ingin naik satu kendaraan dengan orang banyak, yang tidak pergi saat kamu mau pergi, dan tidak berhenti saat kamu mau turun? Benar-benar merepotkan.”

Dalam biografi yang dibuat dengan sepersetujuannya, Elon Musk, Tesla, SpaceX, and the Quest for A Fantastic Future, Ashlee Vance mengklaim tujuan awal proposal transportasi kereta “Hyperloop”nya Musk di California adalah untuk menghambat proyek kereta cepat yang rencananya akan menghubungkan Los Angeles dan San Fransisco. “Musk mengeluarkan proposal Hyperloop hanya agar publik dan pembuat kebijakan berpikir dua kali untuk membangun kereta cepat,” tulis Vance. “Dia tidak pernah berniat untuk membangun transportasi umum apapun…Hanya agar proposal kereta cepat itu dibatalkan. Itulah kata-kata Elon Musk kepadaku lewat serangkaian panggilan telepon dan e-mail atau surel ketika mendekati tanggal pengumumannya.” Rencana itu berhasil. Proyek untuk membangun rel kereta, dahulunya direncanakan sejak 2008 dan didukung mayoritas penduduk California, akhirnya ditunda.

Kalau ada yang menganggap krisis iklim bisa diselesaikan dengan orang-orang membeli mobil-mobil Tesla, atau bahkan dengan membuat lebih banyak baterai raksasa, maka kepalanya perlu diperiksa dan dompetnya disita. Mobil listrik dan baterai adalah bagian yang amat sangat kecil dari solusi. Hal yang lebih penting justru hal-hal yang Musk lawan, seperti pengembangan jaringan transportasi umum, atau mengubah tata kota untuk kehidupan yang lebih ramah lingkungan dan hemat tempat.

Sementara SpaceX, paling tidak dapat disebut sebagai proyek remeh temeh mahal nan destruktif. Bukannya mengembangkan perjalanan luar angkasa yang lebih murah, perusahaan ini sedang fokus pada proyek Starlink, yang berambisi untuk menerbangkan lebih dari 40.000 satelit untuk menyediakan akses broadband internet di seluruh dunia.

Terdengar  bagus secara teori, tetapi banyak ilmuwan yang menunjukkan kesalahan besar dalam rencana Musk. Jika visinya tercapai, proyek ini akan menempatkan delapan kali lipat lebih banyak satelit pada orbit daripada total yang kita miliki sekarang. Itu baru permulaan saja. Inisiatif Musk menginspirasi beberapa perusahaan lain, termasuk Amazon, untuk memproduksi jaringan broadband satelit mereka sendiri. Hasilnya adalah langit yang penuh sesak. Saking ramainya bahkan dapat mengganggu seluruh bidang astronomi (“Itu akan terlihat seperti satu angkasa penuh dengan bintang,” ujar astronomer James Lowenthal di New York Times). Tabrakan di antara satelit-satelit privat ini hanya akan memperkaya pengacara borjuasi. Akhirnya, banyaknya sampah angkasa yang dihasilkan satelit ini bahkan dapat mengancam kemampuan kita untuk meninggalkan bumi!

Tujuan Musk untuk mengkoloni Mars tidak bisa dianggap serius. Sama seperti bualan Space Force atau “Angkatan Luar Angkasa”nya Trump, proyek ini hanya kesempatan promosi profilnya yang hanya didasari dan dimotori ego Elon Musk. Sesuatu yang bisa dia keluarkan ketika dia merasa kurang diperhatikan media. Pada 2015, dalam wawancara dengan acara Late Show with Stephen Colbert, dia berkata Mars dapat diubah menjadi planet mirip bumi hanya dengan menjatuhkan bom nuklir di kedua kutub Mars. Agustus 2019, Musk mengulangi lagi ulah itu dengan mengoceh di Twitter “Ayo nuklir Mars!”, dan beberapa jam kemudian mencuit, “Kaos segera siap,” dengan rancangan desain kaos yang dimaksudnya. Tentu saja, tidak ada bukti ilmiah bahwa rencana ini dapat melakukan apapun untuk meningkatkan kondisi hidup di planet tersebut.

Barangkali ada yang mau berbaik sangka bahwa terlepas dari itu, Musk sebenarnya punya niat yang bagus, hanya salah paham? Tidak. Bahkan dalam level personal pun, Musk lebih bangsat daripada aktivitas bisnisnya. Dia doyan menggunakan jargon dan sentimen-sentimen yang identik dengan golongan reaksioner alt-right. Seperti dari contoh tweetnya di 18 Mei , “Take the red pill“, istilah umum yang sering digunakan untuk aktivis hak pria (istilah ini sering bermaksud sebagai mendukung seksisme dan melawan kembali hak-hak dasar yang telah diraih perempuan dan minoritas lainnya). Elon Musk percaya “orang pintar” harus berkembang biak lebih banyak, sikap eugenis yang menyiratkan hal yang sangat buruk mengingat latar belakangnya sebagai kaum elit Afrika Selatan yang diuntungkan selama apartheid. Jika itu tidak cukup, Musk dan pasangannya (sekarang mantan), penyanyi kanada Grimes — menamakan bayi mereka “X Æ A-12 Musk”, tindakan yang menunjukkan jauhnya mentalitas, kedewasaan dan bahkan “kemanusiaan” Elon Musk daripada banyak orang.

Singkatnya, Elon Musk adalah seorang bangsat— hanya satu dari sekian banyak borjuis hina yang mendorong planet dan masyarakat dimana kita hidup menuju kehancuran. Hal terbaik yang bisa katakan tentang karya hidupnya adalah mungkin, saat revolusi terjadi, kita bisa pakai roket SpaceX untuk membuang Musk dan seluruh kelas milyarder dunia ke Mars, dimana mereka punya kebebasan penuh untuk membangun surga pengusaha yang mereka harapkan.

Naskah diambil dari website Red Flag. Dapat diakses melalui Elon Musk is a shithead dimuat pada 25 Mei 2020. Diterjemahkan oleh Susie, anggota Lintas Komunal.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: