Opini Pembaca

Jika Transparansi UKT Tak Kunjung Direalisasikan, Bisa Jadi Indikasi Korupsi

Penggunaan pengalokasian anggaran yang berasal dari mahasiswa atau biasa dikenal dengan UKT menjadi sorotan di kampus UIN Alauddin Makassar. Aliansi Mahasiswa UINAM (ALMAUN) Melawan Takdir, sudah beberapa kali melayangkan surat untuk melakukan audiensi dengan pimpinan yang dalam agendanya juga mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan kampus selama perkuliahan semester genap di masa pandemi, namun sampai saat ini permintaan kejelasan tersebut belum direalisasikan oleh pimpinan UIN Alauddin Makassar.

Tuntutan itu adalah jalan untuk menemukan aliran pengalokasian dana UKT selama masa pandemi yang menuai tanda tanya, dimana mahasiswa telah menunaikan pembayaran UKT secara penuh namun itu tidak dibarengi oleh kewajiban kampus untuk mengalokasikan fasilitas yang masuk dalam komponen BKT yang harus terbayarkan oleh mahasiswa. setelah wabah mulai merebak secara luas dan mengharuskan institusi negara melangsungkan aktivitasnya di rumah atau work from home, tak terkecuali institusi pendidikan. UINAM sebagai kampus negeri islam merespon hal tersebut saat perkuliahan tatap muka di semester genap baru berjalan kurang lebih dua minggu.

Dari kebijakan tersebut perkuliahan yang sebelumnya dilakukan dengan tatap muka dialihkan ke sistem daring atau virtual, sejak saat itu fasilitas yang disediakan kampus tidak lagi diakses oleh mahasiswa, sehingga kampus mesti memberi fasilitas dalam bentuk lain sesuai dengan sistem perkuliahan yang dijalankan. Namun alih-alih hak mahasiswa yang mestinya teralokasikan lewat fasilitas seperti akses gratis perkuliahan online, subsidi kuota, namun dalam kenyataan biaya tersebut kembali ditanggung oleh mahasiswa di tengah kondisi yang mengharuskan mereka berhemat di masa  pandemi karena berdampak pada kemerosotan kondisi ekonomi masyarakat secara umum. Ini seperti peribahasan sudah jatuh tertimpa tangga. Namun tentu fasilitas yang dimaksud harus menjangkau semua mahasiswa, jika hanya kuota tentunya akan bermasalah dikarenakan pembangunan infrastruktur masing-masing daerah berbeda-beda, akibatnya ada daerah yang sangat sulit untuk mengakses jaringan internet.  

Kondisi yang dimaksud akhirnya melahirkan tanda tanya, kemanakah gerangan UKT yang dibayarkan?, sementara layanan fasilitas tidak teralokasi secara menyeluruh kepada mahasiswa. Untuk lebih mudah bagaimana hak kita yang mesti dituntut, terlebih dahulu menjelaskan bagaimana UKT itu bisa menjadi beban yang di kenakan kepada setiap mahasiswa.

BOPT merupakan unit cost yang dibayarkan oleh mahasiswa dapat dibagi kedalam dua kategori biaya langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL). Namun dalam konteks UINAM sendiri data pasti soal infromasi tersebut sangat sulit untuk diakses oleh mahasiswa, kampus berusaha menutupi realisasi apapun soal komponen tersebut. Karenanya mahasiswa tidak mengetahui jenis-jenis apa yang mereka bayarkan dalam UKT, ini seperti membeli kucing dalam karung, seperti membeli ikan dalam empang yang keruh, sama tidak jelasnya, disaat tenaga pengajarnya kerap mengecam praktik transaksi yang mengandung maghrib (maysir, gharar dan riba) di dalamnya, disaat bersamaan pula kontradiksi itu berlangsung dan inheren dalam tubuh UINAM.

Biaya keseluruhan operasional kepada setiap mahasiswa selama melangsungkan perkuliahan (BOPT). BOPT dipengaruhi lagi berdasarkan, indeks mutu perguruan tinggi dan indeks mutu program studi, indeks pengelolaan keuangan, serta indeks kemahalan wilayah. Hingga hasil kalkulasi keempat entitas tersebut melahirkan SSBOPT atau akrab kita kenal dengan istilah BKT. Sementara UKT sendiri ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi penanggung terhadap komponen-komponen yang hadir dalam BKT, sementara kekurangannya akan di tutupi oleh negara lewat BOPTN.

Adapun komponen dalam BOPT sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 7 tahun 2018 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, akan menggunakan perhitungan activity-based costing yang di dalamnya diurai menjadi Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL). Biaya langsung merupakan biaya operasioanal yang terkait langsung dengan penyelenggaraan kurikulum program studi, biaya yang di maksud terbagi ke dalam empat bentuk; kegiatan kelas (kuliah tatap muka, tutorial, matrikulasi untuk program afirmasi, stadium generale, PR, kuis dsb.), kegiatan laboratorium/studio/bengkel/lapangan (praktikum, tugas gambar/desain, bengkel, kulih lapangan, praktikum lapangan, dan KKN), kegiatan tugas akhir/proyek akhir/skripsi: Tugas akhir (TA), proyek akhir, skirpsi, seminar, ujian kompherensif, sidang skripsi, dan wisuda), Bimbingan konseling dan kemahasiswaan (orentasi mahasiswa baru, ekstrakulikuler, dan pengembangan diri).

Sedangkan biaya tidak langsung diantaranya; biaya adminstrasi (gaji dan tunjangan tenaga kependidikan, tunjangan tambahan untuk dosen yang menduduki jabatan struktural (rektor/direktur, pembant rektor/pembantu direktur, kepala pusat dan lembaga, dekan, wakil dekan, ketua jurusan, bahan habis pakai dan perjalanan dinas), pengoperasian dan pemeliharaan/perbaikan sarana dan prasarana (pemeliharaan/perbaikan gedung, jalan lingkungan kampus dan peralatan, bahan bakar generator dan angkutan kampus, utilitas seperti air, listrik, telepon, langganan bandwith koneksi internet), pengembangan isntitusi (penyusunan renstra dan RKAT, operasional Senat, pengembangan koleksi perpustakaan), biaya operasional lainnya (pelatihan dosen dan tenaga kependidikan, perjalanan dinas, penjaminan mutu, career center, office consumables (bahan habis pakai-ATK).

Dari uraian di atas kita mendapati komponen yang dibayarkan mahasiswa tidak teralokasi selama perkuliahan daring berlangsung, itu artinya ada hak mahasiswa yang mesti dikembalikan oleh kampus.

Kampus telah mengeluarkan kebijakan keringanan UKT lewat KR nomor 491 tahun 2020, sebesar 10% diikuti dengan syarat yang terlalu ketat di masa pandemi dan tidak sebanding dengan keringanan yang diberikan. Nominal tersebut dinilai sangat rendah dan tidak memiliki alasan yang jelas. Pertama, tidak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang mengalalami penurunan dan menjadikan PMA nomor 7 tahun 2018 tentang Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) sebagai landasannya.

Tuntutan demi tuntutan dilakukan oleh mahasiswa untuk mempertanyakan alokasi pembayaran UKT yang telah di bayarkan mahasiswa selama semester genap, namun sampai saat ini tuntutan tersebut tidak kunjung dipenuhi oleh rektor Hamdan Juhannis sebagai pemangku keputusan tertinggi.

Tidak adanya tanggapan untuk mempublikasikan realisasi anggaran UIN Alauddin Makassar selama masa pandemi dapat diduga sebagai bentuk menutupi keburukan. Padahal keterbukaan informasi publik (UU KIP) UU Nomor 14 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dari penjelasan tersebut kita dapati komitmen yang harus dijalankan oleh institusi negara yang membidangi pendidikan sebagai fasilitas publik untuk mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat dalam bentuk transparansi penyelengggaraan pengelolaan keuangan dalam hal ini alokasi pembayaran UKT selama masa pandemi.

Pada pasal 7 ayat (1) UU KIP lebih jelas bahwa Badan Publik wajib menyediakan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain infromasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu jelas bahwa informasi tersebut merupakan hak bagi masyarakat yang berada langsung di bawah kewenangannya dan kewajiban bagi institusi tersbut. Dalam lingkungan pendidikan transparansi dan akuntanbilitas mewujud dalam UUPT nomor 12 tahun 2012 pasal 63 poin a dan b, tentang otonomi pengelolaan perguruan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntanbilitas dan transpransi.

Belum lagi berbicara soal pendapatam UINAM di luar APBN, kita ketahui bahwa UINAM adalah institusi pendidikan yang berstatuskan Badan Layanan Umum, yang dalam praktinya di beri kewenangan untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain berdasarkan prinsip tertentu untuk menambah pemasukann kampus dalam pengalokasian sektor-sektor tertetntu, termaasuk pada sektor pendidikan, lain lagi hibah dan sumbangan-sumbangan lainnya yang merupakan komponen pendapatan PNBP. Oleh karenanya, bukan saja pemotongan yang direalisasikan, lebih dari itu kondisi penggratisan UKT adalah suatu kemungkinan dimasa pandemi ini.

Kita ketahui bersama bahwa transparansi adalah ruang yang diberikan kepada masyarakat dan pengawas yang berwenang untuk menjamin pengelolaan keuangan secara jujur dan adil hingga menjadi bagian dari upaya untuk mencegah tindakan korupsi, dalam lingkup universitas pengawalan tersebut dilakukan oleh mahasiswa untuk menghindari penyelewengan anggaran. Namun hal itu tidak akan terwujud bilamana pimpinan kampus tak kunjung merealisasikan transparansi anggarannya.

Bisa jadi bahwa kondisi pandemi hanya dalih untuk memanfaatkan kealpaan pengawalan secara fisik demokratisasi kampus oleh mahasiswa di lingkungan universitas yang memberikan keleluasaan korupsi itu dimungkinkan. Sehingga pimpinan UINAM yang tak kunjung memberikan transparansi di masa pandemi adalah afirmasi dari indikasi teresebut.

ditulis oleh Tkupas, mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: