AksiReportase

Deklarasi Rakyat Tolak Oligarki Tambang di Pilpres 2019

Sabtu, (13/4) pukul 08.00 WITA, warga Sanga-Sanga Dalam RT 24 mulai berkumpul di pendopo desa sembari menunggu kedatangan warga lainnya dari kampung Muara Jawa serta mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Jatam, Walhi, dan Pokja dari Samarinda, dalam aksi “Deklarasi Rakyat Tolak Oligarki Tambang di Pilpres 2019”.

Sekitar pukul 10:14 WITA, warga Muara Jawa, berbagai LSM dan mahasiswa tiba di Sanga-Sanga Dalam. Semua massa aksi berkumpul dan menuju lokasi tambang yang telah dipilih.  Lokasi tambang ini dipilih karena telah memakan korban seorang anak. Di lokasi ini pula Wakil Gubernur Kalimantan Timur berjanji memasangi pagar agar tidak lagi memakan korban. Namun sampai saat ini tidak ada hasil yang diterima oleh warga Sanga-Sanga Dalam Rt 24.

Sanga-Sanga Dalam sendiri adalah salah satu kampung yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Perusahaan tambang CV Sanga Perkasa menguasai 42 hektar di antaranya. Pada tahun 2014 ijin perusahaan berakhir, namun dapat beroperasi kembali pada tahun 2018, padahal ijin perpanjangan CV Sanga Perkasa yang diajukan telah melewati batas waktu. CV Sanga Perkasa membuat 2 lubang raksasa seluas 6 hektar dengan kedalaman mencapai 40 Meter dan jarak lubang dengan pemukiman warga hanya 300 meter. Imbas langsung yang dirasakan warga ialah saluran deainase kampung hancur, jalan kampung rusak oleh kegiatan tambang, banjir besar dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi aksi yang telah dipilih, massa aksi menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Setelah sampai, massa aksi mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan juga lagu-lagu perjuangan. Aksi juga diisi dengan orasi-orasi politik oleh warga, organisasi serta mahasiswa yang hadir. Pak Akmal salah satu petani Muara Jawa dalam orasinya menyebutkan bahwa pemerintah merupakan bagian dari perusak lingkungan melalui ijin-ijin usaha yang dikeluarkan. Beliau juga menjelaskan bahwa ini semua merupakan kepentingan untuk memperkaya diri dari para pemodal.  Sedangkan rakyat dihadapkan dengan masalah lubang tambang dan kriminalisasi. Sambil bergantian orasi, sebagian massa aksi membentangkan kain hitam berukuran besar serta bertuliskan sebuah pertanyaan, “Apakah Penghancuran Alam Akan Usai Jika Kami Punya Presiden Terpilih?”

Merah sebagai koordinator Jatam Nasional dalam orasinya menyampaikan bahwa jawabannya adalah penghancuran alam ini akan terus berlanjut. Karena di balik pemilu ini ada oligarki-oligarki ekstraktif yang berkuasa di indonesia. Mereka terbagi dan saling mendukung setiap pasangan calon presiden.

Sekitar pukul 11.00 WITA, sekitar 7 orang polisi datang dan memerintahkan massa aksi bubar dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Namun massa berkeras bahwa tidak ada ketertiban yang diganggu di lubang tambang. Terjadi adu argumen antara massa aksi, salah seorang polisi memaki-maki warga. Sekitar pukul 11:30 WITA massa aksi membubarkan diri dan kembali ke lokasi termpat berkumpul. (pa)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: