Pernyataan Sikap

Junjung Tinggi Kesetaraan, Hapuskan Segala Bentuk Eksploitasi dan Kekerasan Terhadap Perempuan

[Aksi Momentual Penyikapan Internasional Women’s Day (IWD) 2019]
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Aufklarung – Teknik – UMM

Salam Perjuangan !!!

Salam perempuan yang melawan !!!

Salam pergerakan perempuan !!!

Momentum 8 Maret 1977 hari dimana disahkan oleh PBB sebagai Internasional Women’s Day. Setelah sebelumnya gerakan perempuan di Amerika melakukan perlawanan dalam menuntut kesetaraan upah buruh perempuan dan pengurangan jam kerja. Penindasan terhadap buruh khususnya buruh perempuan terjadi hampir di seluruh negara yang menggiatkan industrialisi. Mulai dari Maria Otis yang meminta Amerika menuntut  UUD Amerika mengakui hak hak perempuan, kemudian 8000 perempuan di Paris menuntut diberi roti untuk mengisi perutnya yang lapar, dan juga tuntutan buruh atas pengurangan jam kerja dari 20 jam kerja sehaari menjadi 8 jam kerja setiap harinya yang telah ditetapkan.

Pada 8 Maret 1857, para buruh perempuan pabrik pakaian tekstil di New York, Amerika Serikat mengadakan protes menentang kondisi tempat kerja yang tidak manusiawi dan upah yang rendah, namun polisi datang dan menyerang para pemrotes kemudian membubarkan mereka.  Kemudian paa 1859 para perempuan kembali mendirikan serikat buruh untuk memperjuangkan hak dasar mereka di tempat kerja. Pada tahun tahun berikutnya masih banyak tuntutan atas pengurangan jam kerja dan kesetaraan upah, kesejahteraan, pendidikan, hukum dan aktivitas politik. Kemudian peringatan Hari Perempuan Internasional  mulai diperingati di beberapa negara dengan melakukan aksi dan mendorong perempuan menjadi lebh vokal dan aktif untuk menyuarakan penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam pemberian hak-hak perempuan.

Tak terpisahkan dari perjuangan perempuan internasional dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, gerakan perempuan di Indonesia juga menuntut kesetaraan hak baik di bidang pendidikan, pekerjaan dan politik. Mulai dari perjuangan secara individu oleh Cut Nyak Dien, RA Kartini sampai perjuangan secara keorganisasian seperti GERWANI dll.

Meskipun sejarah tidak terhapus, realitanya masih banyak masyarakat Indonesia saat ini yang bahkan tidak mengetahui dan mengenali tonggak sejarah perjuangan perempuan yang telah diukir para pendahulu di masa silam. Perjuangan tanpa ampun yang tak kenal balas kasihan untuk melepas belenggu subordinasi (penomorduaan) kaum perempuan seluruh dunia dan penindasan yang memasung mereka selama berabad-abad.

Hari ini kita pahami bersama bahwa perempuan adalah bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Namun mau tidak mau kita harus mengakui bahwa masyarakat dunia hari ini masih menganggap perempuan sebagai manusia nomor dua dalam keseluruhan sektor kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, maupun institusi keluarga sebagai bagian masyarakat terkecil sekalipun. Peran perempuan di masyarakat dianggap remeh, dianggap bukan peran-peran pemegang kendali. Di lain sisi, sejarah telah banyak mencatat kisah-kisah heroik perempuan yang telah mengubah dunia. Sadarkah kita akan hal itu? Dan bagaimana kondisi kaum perempuan hingga hari ini? Sudah sepantasnya kita memahami kondisi dan problematika yang dialami kaum perempuan dan masalah akan kesetaraan gender yang ada.

Problematika kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi yang dialami kaum perempuan hari ini

Kondisi perempuan saat ini jika dilihat dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2018 perempuan masih mendapatkan bentuk-bentuk kekerasan. Setiap tahun kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat. Yang terbagi menjadi tiga ranah yaitu :

  • Ranah Privat/Personalyaitu kekerasan terhadap seseorang yang memiliki hubungan darah atau memiliki hubungan intim seperti pacar. Kekerasan di ranah privat/personal  yaitu  kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebnayak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus. Di ranah privat/personal, presentase tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.982 kasus), didikuti kekekrasan seksual 31% (2.979 kasus), kekerasan psikis 15% (1.404 kasus), dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus).
  • Ranah Publik / Komunitasyaitu kekerasan yang dilakukan pada suatu perkumpulan. Kekerasan di ranah publik mencapai angka 3.528 kasus (26%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat perama  sebanyak 2.670 kasus (76%), diikuti berturut-turut: kekerasan fisik 466 kasus (13%), kekerasan psikis 198 kasus (6%), dan kategori khusus yakni trafficking 191 kasus (5%), dan kasus pekerja migran 3 kasus. Tiga jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (708 kasus) , dan perkosaan (669 kasus).
  • Ranah Negarayaitu kekerasan yang menjadi tanggung jawaab Negara, dari sebanyak 247 kasus adalah kasus kriminalisasi dalam konflik sumber daya alam, termasuk diantaranya penggusuran di wilayah Bali, Jawa Barat, Jakarta, dan Sulawsi Selatan.

Problematika perempuan juga tidak terlepas dari bentuk-bentuk eksploitasi. Salah satunya yang terjadi awal 2019 ini , berdasarkan analisis Komnas Perempuan, terkait masalah prostitusi online yang melibatkan artis VA banyak media massa yang cenderung melanggar kode etik jurnalisme dengan pemberitaan yang cenderung mengeksploitasi perempuan. Masih banyak media yang memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan tidak mempertimbangkan pihak perempuan yang terduga sebagai korban dengan menyebut nama secara lengkap dan menunjukkan wajah. pemberitaan seringkali mengeksploitasi korban, misalnya dengan pemilihan judul yang menyalahkan korban. Hal itu membuat masyarakat menghakimi dan berpikir bahwa korban pantas menjadi korban kekerasan. Padahal dalam kasus ini yang terlibat bukan hanya pihak perempuan tetapi semua pihak termasuk yang pemesan dan mucikari juga terlibat. Sehingga tidak seharusnya hanya menghakimi satu pihak saja.

Tak hanya itu, masih mempergunakan perempuan sebagai objek utama dalam iklan juga merupakan bentuk eksploitai yang masih eksis, baik eksploitasi dalam bentuk tubuh, ekspresi atau mimik wajah bahkan suara. Kerap kali perempuan dijadikan objek seksual, dimana tubuh perempuan dijadikan alat untuk memancing daya tarik para konsumen. Serta mengeksplor sensualitas tubuh perempuan guna memanfaatkannya sebagai alat untuk menjual produk ataupun jasa yang di iklankannya. Contoh beberapa kasusnya adalah dalam iklan sabun menunjukan bagian – bagian tubuh perempuan yang mulus dan putih. Pengeksploitasian tubuh perempuan dalam iklan menimbulkan ketidakadilan gender, diantaranya pelecehan seksual, stereotype dan subordinasi. Seharusnya, para insan media lebih menyadari tentang pengelolaan media massa dengan mengedepankan perspektif gender guna menempatkan perempuan dalam posisi semestinya dan tidak termarginalkan oleh insan media massa sehingga tidak terjadinya kesalahpahaman masyarakat terhadap dunianya perempuan dan menghilangkan ketidakadilan gender yang sebagian besar dirasakan oleh kaum perempuan.

Hari ini perempuan juga masih terjerat kasus kekerasan yang masih marak terjadi, seperti halnya kasus kekerasan terhadap pekerja perempuan di Tuban, yang diberi hukuman fisik ketika tidak mencapai target penjualan. Tak hanya di sektor pekerjaan, di sektor pendidikan pun juga terjadi kekerasan seksual terhadap siswa SD Kauman 3 Malang yang dilakukan oleh guru olahraga yang dilakukan di sekolah seusai jam pelajaran olahraga selesai. Sampai saat ini ada 18 saksi dan sudah ada lebih dari 20 korban kekerasan seksual oleh guru tersebut. Selain itu diranah masyarakat juga masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan baik secara verbal maupun non verbal.

Tempo.co, 8 Maret 2018 Di Pondok Gede Jakarta i pondok Gede Jakarta Timur seorang remaja puteri berusia 15 tahun yang pada tahun 2015 lalu menjadi korban kekerasan seksual oleh pelaku yang masih kerabat dekatnya alias incest. Padahal sudah hampir tiga tahun berlalu, orang tua korban masih sering cemas dan susah tidur. Karena putrinya masih trauma akibat peristiwa pemerkosaan yang dialaminya. Ibu korban masih mengajak korban untuk berobat ke psikiater setiap bulan untuk memantau kondisi psikisnya. Karena tidakadanya tindak lanjut peristiwa pemerkosaan oleh pemerintah maka ibunya yang berusaha sendiri untuk menyembuhkan putrinya sampai rela mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah, meninggalkan rumah beserta seluruh harta bendanya dan pergi menetap di lokasi baru dan juga berhenti bekerja agar bisa mendampingi anaknya. Seharusnya pemerintah menyediakan layanan pemulihan bagi korban kekerasan seksual agar korban dapat penanganan yang sesuai dan bisa melanjutkan hidup kedepannya sesuai dengan yang sediakala, sebagaimana Sistem Peradilan  Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (PPPT-PKKTKP).

Belum lagi permasalahan mengenai bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh perempuan. Yaitu pembatasan peran-peran perempuan dalam segala hal pekerjaan ataupun di ranah organisasi. Beberapa diskriminasi yang terjadi sebagai berikut :

  1. Diskriminasi di ranah pekerjaan

Beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Hal tersebut dianggap mengganggu produktivitas perusahaan, sehingga beberapa perusahaan mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila diterima bekerja. Meski sudah diatur di UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 82, tentang pemberian cuti melahirkan selama 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Masih sering perempuan yang hamil dan melahirkan dipecat ketika sedang cuti. Perempuan sering ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan upah rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype gender yang ‘menjebak’ bahwa perempuan identik dengan “penampilan menarik”, yang seringkali dicantumkan sebagai kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Hal tersebut menjurus pada pelecehan, perusahaan menetapkan agar memakai rok mini dan cenderung menonjolkan kewanitaannya. Perempuan diberi upah lebih rendah daripada laki-laki sekalipun pada bidang dan kapasitas yang kemampuan yang sama.  Periode Februari 2017, pada sektor pertanian, upah yang diterima laki-laki sebesar Rp 1,93 juta per bulan dan upah yang diterima perempuan setiap bulannya sebesar Rp 1,14 juta. Secara rata-rata upah buruh laki-laki lebih tinggi dibandingkan rata-rata upah buruh perempuan yaitu Rp 2,95 juta per bulan, dan perempuan Rp 2,27 juta. Begitu juga dengan sektor pertambangan, upah untuk laki-laki Rp 4,5 juta dan perempuan Rp 3,15 juta. Industri, upah laki-laki mencapai Rp 2,7 juta dan perempuan Rp 2 juta. Sektor keuangan, upah laki-laki Rp 3,7 juta dan perempuan Rp 3,6 juta. Selanjutnya untuk jasa, upah laki-laki Rp 3,4 juta dan perempuan yaitu Rp 2,4 juta. Pada penempatan promosi pula, perempuan menempati tempat terendah atau menengah dan jarang ada yang mencapai posisi eksekutif. Inti masalahnya oleh karena adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik dan dianggap bukan pencari nafkah utama. Hal ini bertentangan dengan UU No.7 Tahun 1984 pasal 11 ayat , “Hak atas upah yang sama, termasuk manfaat dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan yang nilainya sama, seperti juga kesetaraan perlakuan dalam menilai kualitas pekerjaan”.

tirto.id – Tahun 2019, rupanya keadilan belum juga terwujud bagi buruh perempuan . Cuti haid telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan menjadi hak pekerja perempuan. Namun, menurut Ketua Umum KASBI, Nining Elitos, para buruh justru sulit untuk mendapatkan hak tersebut.
Ketika buruh perempuan haid dan meminta apa yang menjadi haknya itu harus melalui pemeriksaan dokter di klinik-klinik perusahaan. Hal tersebut justru membingungkan, karena haid juga tidak dianggap sakit oleh dokter. Ada pula beberapa perusahaan yang justru tetap memaksakan mereka yang sedang haid untuk masuk, tetapi diperbolehkan untuk beristirahat di tempat kerja. Bahkan  pada akhirnya salah satu jalur yang ditempuh adalah memperlihatkan darah haidnya melalui kapas ke dokter. Padahal hal tersebut dapat menimbulkan pelecehan terhadap perempuan.  Sejumlah jalur yang ditawarkan, justru membuat para pekerja perempuan enggan untuk mengambil cuti haid. Karena mereka ada ketabuan ketika alat reproduksi mereka harus diperiksa apalagi harus dicek, ini ada rasa risih pada pekerja perempuan. masih banyak terjadi bahkan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bekasi dan kota besar lainnya.

  1. Diskriminasi di ranah organisasi

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari sila ke-5 Pancasila tersebut sangat jelas bahwa ideologi bangsa ini menyiratkan akan kesetaraan hak bagi seluruh kaum, baik itu perempuan maupun laki-laki. Hak dan kewajiban bukan hanya dimiliki oleh satu kalangan tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi setiap elemen masyarakat. Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai konsep kesetaraan gender. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Walaupun aturan mengenai kesetaraan gender tersebut sudah ada, namun masih sangat minim peran perempuan dalam pendidikan, berorganisasi, ketenaga kerjaan dan lain sebagainya, padahal kesempatan bagi kaum perempuan sudah sangat terbuka lebar dalam berbagai ranah.

Tetapi dalam contoh realita yang salah satunya di kalangan mahasiswa, untuk jabatan sebagai seorang pemimpin khususnya di bidang-bidang dalam organisasi di kalangan mahasiswa masih didominasi oleh sosok laki-laki. Ada banyak sekali organisasi mahasiswa yang terdiri dari beberapa organisasi, baik organisasi intra maupun ekstra kampus, dan berbagai UKM, yang notabene pemimpin dari masing-masing organisasi tersebut di dominasi oleh seorang laki-laki. UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa sama halnya seperti kegiatan ekstrakurikuler yang adalah di lembaga sekolah, di mana aktivitas kegiatannya dilakukan di luar jam pembelajaran. Hal ini masih sangat kontras dengan berbagai aturan mengenai konsep kesetaraan gender, di mana seorang perempuan masih berkutat pada ranah urusan rumah tangga (sekretaris, bendahara) dan bukan memperoleh kesempatan sebagai seorang pemimpin (ketua/ kepala).

Kebebasan berbicara atau berpendapat juga sudah jelas merupakan suatu hal yang di jamin oleh negara kita. Bukti akan hal itu tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 E Ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Namun, apa yang terjadi dalam realitanya justeru sebaliknya. pelanggaran-pelanggaran ham mengenai kebebasan berpendapat masih kerap terjadi. Tanggal 12 April 2017, ELSAM merilis sebuah berita tentang pembubaran aksi buruh. Sebagaimana yang di laporkan, para buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) tangerang raya, yang menuntut penyelesaian kasus-kasus yang berkaitan dengan perburuhan justeru di bubarkan secara paksa.

Pada senin 8 Mei 2017, Detikcom melaporkan terkait dengan pembubaran pameran kesenian di Daerah Istimewa Yogyajarta (DIY). Pameran seni ini menampilkan karya-karya seni seniman andreas Iswanarto. Menurut pengakuan Andreas, dia dengan kawan-kawanya sedang mempersiapkan karya sampai akhirnya datang 30-an anggota ormas yang kemudian membubarkan pameran kesenian bertema “Aku masih utuh dan kata-kata belum binasa”. Bukan Cuma itu, pembubaran ini pun di warnai dengan penyitaan dan perampasan beberapa karyua Andreas dan beberapa lembar puisi Wiji Thukul di ambil. Menurut informasi dari tempo, pada 9 Mei 2017, ormas yang membubarkan acara kesenian ini adalah Pemuda Pancasila. Dan masih banyak lainnya, yang didalamnya termasuk adanya kaum laki-laki maupun perempuan.

Insiden-insiden di atas jelas menunjukan bobroknya demokrasi kita hari ini. Indonesia yang sudah dengan berani menyatakan diri sebagai negara demokrasi, sudah sepantasnya menerapkan secara ekstensif dan tidak hanya sebatas pada kontetasi elektrolal semata yang hanya bersifat lima tahun sekali. Sudah seharusnya, indonesia menerapkan demokrasi seluas-luasnya, Mewujudkan kebebasan berpendapat yang semestinya bagi rakyat.

Sejatinya setiap individu baik perempuan maupun laki-laki pantas mendapatkan hak yang sama atas dirinya dalam perwujudan hak-hak asasi manusia.Sepantasnya perempuan terbebas dari segala bentuk kekerasan baik fisik maupun no fisik, diskriminasi dan eksploitasi. Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia yang pengaturannya secara eksplisit terdapat di dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia RI No. 30 Tahun 1999 pada Pasal 46 sampai dengan Pasal 51. Dari pasal-pasal tersebut dapat diintisarikan mengenai hak-hak perernpuan di bidang politik dan pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran, ketenagakerjaan, kewarganegaraan, dalam ikatan dan putusnya perkawinan serta dalam melakukan perbuatan hukum, walaupun secara teori mengenai hak-hak perempuan dijamin oleh pernerintah, namun dalam prakleknya seringkali hak-hak tersebut terabaikan. Hak apa saja? Berikut lima di antaranya merupakan hasil dari Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang ditandatangani pada 1979 dalam konferensi yang diadakan Komisi Kedudukan Perempuan PBB.

  1. Hak dalam ketenagakerjaan, yaitu setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki. Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, dan hingga hak untuk menerima upah yang setara. Selain itu, perempuan berhak untuk mendapatkan masa cuti yang dibayar, termasuk saat cuti melahirkan. Perempuan tidak bisa diberhentikan oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan maupun status pernikahan.
  2. Hak dalam bidang kesehatan, yaitu perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh negara. Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan.
  3. Hak yang sama dalam pendidikan,setiap perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan, dari tingkat dasar hingga universitas. Harus ada penghapusan pemikiran stereotip mengenai peranan laki-laki dan perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan, termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa.
  4. Hak dalam perkawinan dan keluarga, perempuan punya hak untuk memilih suaminya secara bebas, dan tidak boleh ada perkawinan paksa. Perkawinan yang dilakukan haruslah berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam keluarga, perempuan juga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, baik sebagai orang tua terhadap anaknya, maupun pasangan suami-istri.
  5. Hak dalam kehidupan publik dan politik, setiap perempuan berhak untuk memilih dan dipilih.Setelah berhasil terpilih lewat proses yang demokratis, perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasinya.

Melihat kondisi perempuan saat ini yang banyak tidak menyadari adanya praktek-praktek diskriminasi, eksploitasi, kekerasan seksual dan juga kekerasan verbal atau non verbal yang marak terjadi disekitar kita dan sangat dekat sekali dengan kehidupan kita, bahkan korban tidak sempat berfikir bahwa itu adalah hal-hal pelecehan.

Kita sebagai masyarakat Indosnesia sudah sewajibnya membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan mengenai kesetaraan gender dan juga saling memahamkan antara sesama bahwa masih adanya peraktik- praktik kekerasan terkhusus kepada perempuan. Perempuan dan laki-laki mempunyai semangat perlawanan yang tinggi dalam berjuang bersama, dan sudah sepantasnya saling memahamkan satu dengan lainnya.

Dalam menyuarakan perampasan hak hak perempuan hari serta bentuk perwujudan akan karakter gerakan pembebasan dan keberpihakan terhadap kaum mustadh’afin perempuan, IMM Aufklarung Teknik memperingati Momentum Hari Perempuan Internasional, melakukan penyikapan dengan menggelar aksi long march dan Mimbar bebas di tiga titik berbeda yaitu depan perpustakaan UMM, depan kampus UMM dan depan Terminal Landungsari secara berurutan. Metode dalam penyampaian propaganda yaitu dengan melalui orasi politik dan puisi. Aksi penyikapan yang dilakukan bertujuan untuk mempropagandakan dan menyuarakan kepada masyarakat luas akan problematika ketidakadilan terhadap perempuan yang terjadi dan bentuk bentuk perjuangan perempuan , serta menghimpun kekuatan massa luas untuk mengajak dan menyatakan sikap dengan perwujudan :

Hapuskan segala bentuk Eksploitasi dan Kekerasan terhadap Perempuan

  1. Hapuskan segala bentuk eksploitasi terhadap kaum perempuan;
  2. Hapuskan kekerasan berbasis gender di lingkungan masyarakat, pendidikan, dan pekerjan;
  3. Berikan hak hak normatif buruh perempuan
  4. Wujudkan akses pemulihan terhadap korban pelecehan seksual

#HidupPerempuanYangMelawan 
#SalamPembebasan

Narahubung: Siska (085705701099)

Rinda (085843616505)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: