Perspektif

Enam Tahun KPO PRP: Bangun Partai Sosialis Revolusioner

Ultah VI KPO PRP 2Enam tahun lalu KPO PRP berdiri dari perpecahan di dalam Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). PRP sendiri sebelumnya berdiri justru diatas pondasi unifikasi (persatuan) kiri. Trotsky mencatat bahwa persatuan dan perpecahan adalah metode yang mirip dalam membangun partai revolusioner.  Hanya dengan syarat ketika perpecahan ataupun persatuan tersebut memiliki motivasi yang tepat. Jika tidak motivasinya tidak tepat serta tidak dipersiapkan dengan baik justru bisa menghasilkan akibat yang mengganggu serta mengacaukan.

Kini untuk memperkuat perjuangan revolusioner yang kita lakukan, ada baiknya melihat kebelakang perjalanan yang sudah kita lalui.

Saat itu pimpinan organisasi melalui Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) telah melakukan proses seni menjalankan organisasi yang tidak lagi berlandaskan prinsip-prinsip politik kelas, sebagaimana tujuan awal kelahiran PRP. Seni dalam menjalan organisasi telah diselewengkan dengan menunjukkan inkonsistensi, dimana Prinsip-prinsip Sentralisme Demokratik telah dibungkam oleh formalisme pengambilan kebijakan dalam tubuh organisasi, dan pada saat yang bersamaan telah membuat kecenderungan munculnya benih otoritarian dalam tubuh organisasi, yang secara serampangan telah mempertontonkan cara pengambilan keputusan yang sama sekali tidak mencerminkan praktik sebuah organisasi politik kelas yang berlandaskan sosialisme ilmiah.

Secara umum itulah yang menjadi landasan perpecahan kita waktu itu. Pertimbangan utama serta dorongan yang kuat dalam perpecahan kita adalah persoalan-persoalan di bidang organisasional. Ini dapat kita lihat dalam dokumen deklarasi kita: http://partaipekerja.blogspot.co.id/2011/06/deklarasi-komite-penyelamat-organisasi.html. Bahkan evaluasi dalam bidang Ideologi dan Politik sekalipun sebenarnya lebih bersifat organisasional. Dalam Bidang Ideologi kritik yang dimunculkan adalah adanya upaya menghalang-halangi kritik terhadap pendidikan internal PRP. Sementara itu dalam Bidang Politik terdapat kritik terhadap Komite Pusat (KP) PRP yang menutup-nutupi upaya membentuk partai untuk ikutserta dalam pemilu 2014, melalui konsolidasi Komite Persiapan Pembentukan Pergerakan  Rakyat (KP3R).

Kita tidak pernah benar-benar masuk dalam perdebatan mengenai persoalan ideologi dan perspektif. Kita berkutat pada persoalan-persoalan organisasional dari ketidakdemokratisan KP PRP, pemecatan secara sepihak, pembangunan klik, dsb, dsb. James Cannon mengatakan dalam karyanya Struggle for a Proletarian Party: “…metode perjuangan itu tidaklah baru. Sejarah gerakan buruh revolusioner sejak hari-hari Internasional Pertama adalah kronik terus menerus dari usaha pengelompokan dan tendensi borjuis kecil dari berbagai jenis untuk menutupi kelemahan mereka dalam hal teoritis dan politik dengan serangan berapi-api terhadap “metode organisasional”… Dan dibawah judul metode organisasional itu, mereka memasukan semuanya dari konsep sentralisme revolusioner hingga persoalan rutin administrasi: dan melampaui itu hingga persoalan personal dan metode dari musuh prinsipil mereka yang mereka gambarkan sebagai “buruk”, “kasar”, “tirani”…”

Kami tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh KP PRP pada saat itu. Namun kelemahan kita (KPO PRP) pada saat itu adalah kita tidak menjawabnya dengan pertarungan ideologi dan politik. Namun kita membangun persatuan atas dasar persoalan-persoalan organisasional. Ini adalah salah satu hal yang mempengaruhi KPO PRP kedepannya. Karena persoalan-persoalan organisasional biar bagaimanapun jarang sekali berdiri secara independen. Ataupun memiliki makna yang setara dengan persoalan ideologi ataupun perspektif politik. Garis ideologi biar bagaimanapun akan membelah dan mendominasi persoalan-persoalan organisasional setiap saat. Ini adalah ABC dari partai politik yang sudah terkonfirmasi dari pengalaman kita, KPO PRP sendiri.

Kita melihat konfirmasi tersebut, secara khusus dalam hal rapuhnya persatuan berdasarkan atas persoalan organisasional, pertama kali dengan keluarnya kader-kader KPO PRP yang menjadi pimpinan serikat buruh (KASBI). Walau dikatakan bahwa mereka keluar karena sudah tidak memiliki kesamaan perspektif namun hingga kini tidak ada kejelasan perbedaan perspektif seperti apa.

Kedua, kegagalan upaya kita untuk membangun persatuan revolusioner dengan Politik Rakyat beberapa tahun lalu berakar pada perbedaan perspektif. Kita ingin membangun sebuah partai revolusioner yang berlandaskan atas propaganda (koran Kibar Juang) dan lingkar-lingkar sosialis. Upaya tersebut kemudian kandas di tengah jalan. Landasannya adalah karena Politik Rakyat sendiri sudah secara terbuka dalam deklarasinya menyatakan tidak mempercayai kerja-kerja propaganda.

Ketiga, adalah pertarungan terus menerus berbagai perspektif di internal KPO PRP. Pertarungan ini sekarang semakin terpolarisasi dengan munculnya pertarungan faksional.

Kita melihat kecenderungan borjuis kecil yang kuat, yang dibawa oleh Kelompok MKD dan BNV (KMB). Dalam persoalan dengan keluarnya mayoritas kader KPO PRP yang juga merupakan pimpinan KASBI, KMB bersama mayoritas kader justru mengambil keputusan untuk keluar dari KASBI dan membentuk serikat buruh merahnya sendiri (SGBN). Kita mengulangi kesalahan KP PRP sebelumnya yang melihat kepemimpinan partai dalam sebuah serikat buruh adalah pada persoalan organisasional seperti posisi di dalam struktur sebuah serikat buruh ataupun serikat yang sepenuhnya berada di bawah kendali partai. Sementara mereka masih mempertahankan posisi bahwa kegagalan persatuan dengan Politik Rakyat adalah sekedar persoalan ketidakdisiplinan rapat Dewan Redaksi Kibar Juang.

Semua pandangan di KPO PRP berbicara mengenai Partai Revolusioner. Namun partai revolusioner bukanlah sekedar persoalan penyebutan ataupun klaim. Faktanya ada pandangan yang sejatinya tidak revolusioner namun, sengaja atau tidak, ditutupi dengan kalimat revolusioner. Kekaburan tersebut, selubung yang terus menutupi berbagai macam pandangan semakin lama semakin terbuka dengan perjalanan perjuangan internal KPO PRP.

Sekarang kita melihat KMB berupaya untuk menggalang persatuan dengan PRP ketimbang menjalankan keputusan Kongres yaitu Persatuan Revolusioner. Tidak mengherankan karena KMB tidak dapat menemukan landasan ideologi dan politik dalam perpecahan yang terjadi enam tahun lalu.

Adalah konsekwensi logis dari posisi KP PRP 6 tahun lalu dengan mendorong pembangunan partai untuk terlibat dalam Pemilu 2014 serta posisi “sosialisme dengan jalan damai dan demokratis” pada dukungan Partai Rakyat Pekerja (PRP) untuk Jokowi pada Pemilu 2014 kemarin. Ataupun dorongan mereka untuk terlibat dalam Pemilu 2019 besok. Ini bertemu dengan kecenderungan KMB yang sebenarnya memundurkan partai revolusioner dan mendorong pembangunan partai kiri luas ataupun partai massa.

Sementara itu kami memandang bahwasanya perjuangan kelas buruh untuk menggulingkan kapitalisme dan segala bentuk penindasan membutuhkan pembangunan revolutionary vanguardism atau kepeloporan revolusioner. Ini adalah strategi dimana lapisan kelas buruh yang paling sadar kelas dan paling maju mengorganisir diri ke dalam organisasi politik revolusioner demi menarik lapisan-lapisan lebih luas dari kelas buruh serta memenangkannya ke politik revolusioner sekaligus menjalankan perannya sebagai perwujudan kekuatan politik proletariat melawan musuh-musuh kelasnya. Organisasi ini tidak bisa tidak, harus berupa partai buruh revolusioner yang dipandu ideologi Bolshevik Leninisme.

Strategi ini lahir dari pemahaman bahwa dalam gerakan sosial apapun, terlebih lagi dalam gerakan kelas buruh, selalu ada dua entitas yaitu pelopor dan massa. Keduanya bukanlah hal berbeda yang saing terasing satu sama lain melainkan keduanya merupakan bagian integral yang saling membentuk satu sama lain dalam gerakan. Pelopor adalah sekumpulan orang yang lebih berkomitmen dan lebih teguh, lebih terorganisir dan lebih berdisiplin, serta mampu memainkan peran kepemimpinan dalam perjuangan. Sedangkan massa di sisi lain adalah orang-orang yang bukan hanya senasib dan seperjuangan namun juga terjun berpartisipasi dalam perjuangan tersebut sesuai posisi sosial mereka namun kurang reguler dan kurang terorganisir namun seringkali terlibat dalam momentum-momentum perjuangan yang menentukan.

Ini disebabkan fakta bahwa dalam kapitalisme, kelas buruh secara luas memiliki tingkat kesadaran kelas yang beraneka ragam. Ada buruh-buruh maju yang sadar kelas bahkan bukan hanya menganut ideologi revolusioner; Sosialisme, namun juga mencurahkan hidupnya untuk memperjuangkannya. Ada buruh-buruh dengan kesadaran di atas rata-rata, mereka sudah mampu berpikir kritis, mengkritik keserakahan majikan, keberpihakan negara dan aparatnya terhadap majikan, dan menuntut pemenuhan hak-hak buruh, bahkan menyerukan perjuangan melawan penindasan, progresif, namun belum menganut Sosialisme. Ada buruh-buruh dengan kesadaran rata-rata, kesadaran yang awam. Ada buruh-buruh dengan kesadaran terbelakang, dihegemoni bukan hanya oleh ideologi kapitalistis namun juga ideologi-ideologi reaksioner lainnya; sauvinisme, rasisme, seksisme, bahkan juga fundamentalisme.

Kepeloporan revolusoner sekali lagi BUKANLAH suatu organisasi yang terpisah dari kelas buruh yang berusaha menempatkan dirinya pada pusat pergerakan dan perjuangan melawan tirani serta menungganginya kemudian menyetirnya sesuai kemauan, agenda, dan kepentingannya sendiri. Sebaliknya kepeloporan revolusioner adalah suatu bagian organis dari kelas buruh yang mencapai kesadaran kelas dan ideologi sosialis sebagai buah dialektika perjuangan kelas. Tentu saja tertanamnya, tumbuhnya, berbuahnya, dan masaknya kepeloporan revolusioner ini tidak bisa diserahkan dengan memuja spontanitas massa melainkan juga harus diiringi kerja-kerja propaganda dan agitasi, edukasi, serta ideologisasi.

Kepeloporan Revolusioner ini dikenal dengan banyak istilah; partai revolusioner, partai pelopor, partai pelopor revolusioner, partai buruh revolusioner, partai sosialis revolusioner, dan sebagainya. Namun yang pasti organisasi ini harus dibangun berdasarkan model Partai Bolshevik; organisasi politik proletarian yang pertama kalinya mampu memimpin kelas buruh dalam revolusi sosialis menumbangkan kelas penindas yang berkuasa serta mendirikan negara buruh yang mampu bertahan dan mengalahkan gelombang kontra revolusi dimana belasan pasukan tentara Imperialis membantu Tentara Putih untuk menggulingkan kekuasaan buruh.

Mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus diakui bahwa Kepeloporan Revolusioner demikian belum ada di Indonesia. Saat kita bicara partai, khususnya Partai Revolusioner, kita tidak bisa sekadar bicara sekumpulan orang yang mendirikan organisasi lalu dinamai partai. Tidak. Suatu Partai Revolusioner harus mampu memainkan peran kepemimpinan di perjuangan kelas buruh dan perlawanan rakyat pekerja dalam melawan segala bentuk penindasan. Dengan pengertian tersebut, suatu organisasi yang hanya terdiri dari belasan atau bahkan puluhan anggota belum bisa disebut partai. Demi bisa memimpin massa maka partai revolusioner masih belum cukup hanya memiliki anggota ratusan dan ribuan melainkan harus mencapai jumlah kader puluhan ribu. Partai Bolshevik punya keanggotaan lebih dari 10.000  dalam konteks Rusia tahun 1910 yang memiliki populasi buruh industri sekitar 2,3 juta jiwa. Khusus konteks Indonesia, dimana jumlah buruh Industri diperkirakan mencapai 16,3 juta jiwa di tahun 2017 ini, partai revolusioner di Indonesia harus memiliki kader yang jauh lebih besar bahkan berlipat-lipat jumlahnya dibandingkan Partai Bolshevik.

Maka kita disini bicara mengenai meta-organisasi politik sosialis. Kita bicara tahapan mengenai pembangunan partai revolusioner. Seperti manusia dewasa yang harus melalui tahapan embryo, janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, hingga kemudian menjadi dewasa, maka partai revolusioner juga tidak bisa tiba-tiba muncul langsung besar. Pembangunan partai pelopor revolusioner harus dimulai dari pembangunan lingkar-lingkar studi kemudian menjadi grup propaganda lalu bertransformasi menjadi skala massal yang bisa disebut partai—partai ini pun formatnya harus diawali dari partai kader terlebih dahulu baru kemudian menjadi partai massa. Lingkar-lingkar studi, kelompok-kelompok belajar, atau sel-sel sosialis yang menghimpun buruh-buruh paling maju dan paling sadar kelas perlu diorganisir dari mereka yang ada di pabrik-pabrik maupun pemukiman-pemukiman buruh untuk mengkaji apa itu kapitalisme, bagaimana melawannya, serta apa yang diperjuangkan sosialisme sebagai jalan sejati pembebasan rakyat pekerja, dan sebagainya. Ini dasar. Fundamental. Kerja-kerja membangun fondasi untuk menegakkan kejelasan ideologis. Saat lingkar-lingkar studi ini bertransformasi menjadi grup propaganda maka grup propaganda ini menjalankan tugasnya memblejeti serta menganalisis berbagai perkembangan penindasan, dinamika kapitalisme, dan perlawanan yang ada. Ini bukan berarti embryo-embryo partai revolusioner ini memisahkan diri dari massa buruh dan menolak berpraktik. Sebaliknya kader-kader sosialis dalam tahapan embryonis ini tetap terlibat dalam berbagai perjuangan kelas namun membagi prioritasnya untuk membangun partai serta bukannya alih-alih menghabiskan segala masa, tenaga, dan dana dalam kecenderungan hiperaktivisme. Perkembangan kuantitas dan kualitas pertumbuhan ini yang kemudian dipuncaki berupa transformasi menjadi partai.

Ini tugas berat dan tidak mudah. Enam tahun KPO PRP berdiri berusaha mengemban dan menjalankan tugas ini di tengah kepungan topan badai revisionisme serta berbagai ideologi dan wacana lain yang menyerang dan berusaha mengalihkan kaum sosialis dan kelas  buruh dari tugas pembangunan keloporan revolusioner. Gagasan-gagasan kolaborasi kelas, ekonomisme, oportunisme, hiperaktivisme, partai kiri luas (PKL), gerakanisme, dan sebagainya terus merongrong dan mengganggu tugas-tugas pembangunan kepeloporan revolusioner ini. Namun kami, KPO PRP, yakin bahwa meskipun luar biasa beratnya tugas ini, kepeloporan revolusioner adalah satu-satunya strategi yang sudah teruji dan Partai Bolshevik adalah format terbaik yang sudah terbukti mampu memimpin kelas buruh memenangkan revolusi sosialis menggulingkan tirani kelas penindas yang berkuasa.

Kami, dengan rendah hati dan tangan terbuka, mengajak lapisan-lapisan termaju dari kelas buruh dan pemuda untuk bergabung bersama kami mengemban dan melaksanakan tugas ini. Mari bersama-sama kita bangun partai pelopor revolusioner yang mendukung perjuangan kelas buruh menggulingkan kapitalisme dan mendirikan sosialisme, mendukung perjuangan kaum tani melawan pemonopoli-perampas tanah-serta perusak lingkungan, mendukung perjuangan pelajar-mahasiswa melawan komersialisasi pendidikan, mendukung perjuangan kaum miskin kota melawan rezim-rezim pejabat yang bersekutu dengan para konglomerat dan menggusuri ruang hidup demi bisnis kapitalistis, mendukung perjuangan pembebasan perempuan melawan seksisme, mendukung pembebasan Lesbian Gay Biseksual Transgender dan Interseks (LGBT) untuk kesetaraan hak melawan homophobia dan heteroseksisme, mendukung perjuangan demokratis rakyat melawan militerisme, fasisme, dan fundamentalisme, mendukung perjuangan pembebasan nasional bangsa-bangsa tertindas di dunia—termasuk Palestina dan West Papua, serta segala bentuk perjuangan melawan semua tirani dan penindasan.

 

Bangun Partai Sosialis Revolusioner!

Galang Persatuan Sosialis Revolusioner!

Bangkitkan Internasionalisme Proletar dan Solidaritas Antar Kaum Tertindas Sedunia!

 

ditulis oleh Leon Kastayudha dan Dipo Negoro, Kader KPO PRP

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: