Aksi

Peringatan Empat Tahun Paniai Berdarah di Jayapura

4 Tahun Paniai BerdarahPada tanggal 8 Desember 2014, empat pelajar tewas terkena timah panas di Paniai oleh aparat kepolisian. Mereka yang tewas adalah Apinus Gobay, Yuliana Yeimo, Simon Degei dan Alfius Youw. Di saat rakyat Papua sedang mempersiapkan diri untuk menyambut perayaan natal, aparat kepolisian justru memberikan luka batin yang tak bakal dilupakan oleh masyarakat Paniai hingga saat ini. Beberapa minggu setelahnya, pada tanggal 25 Desember, Presiden Jokowi merayakan Natal di Papua dan dihadapan banyak orang di Stadion Mandala, Jokowi berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM ini. Tim Ad Hoc telah dibentuk oleh Komnas HAM untuk menyelidiki kasus ini namun tak ada pihak yang bersedia membiayai Tim Ad Hoc untuk bekerja. Entah disengaja atau tidak kami tak tahu. Penyelesaian kasus ini hanya janji palsu Presiden Jokowi.

Empat Tahun Paniai Berdarah 2Sekarang, tiga tahun sejak 2014, organisasi pemuda dan mahasiswa di West Papua, Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GEMPAR-PAPUA), Forum Independen Mahasiswa (FIM), Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (SONAMAPPA) serta Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi bisu dengan berjalan kaki dari Perumnas 3 Waena hingga Taman Imbi, Kota Jayapura. Dalam aksi ini, mahasiswa dan pemuda menggunakan kaos hitam sebagai bentuk rasa duka yang masih terasa hingga saat ini di hati masyarakat Paniai secara khusus dan rakyat West Papua secara umum. Aksi bisu ini membawa sebuah spanduk bertuliskan “MELAWAN LUPA, PANIAI BERDARAH 8 DESEMBER 2014”.

Empat Tahun Paniai BerdarahMenurut Nelius Wenda, Aktivis Gempar-Papua yang juga adalah Koordinator Aksi, bahwa tidak ada jaminan kehidupan dengan Indonesia. ” Sebagai bentuk duka kami atas peristiwa Paniai Berdarah, 8 Desember 2014, hari ini kami tahu bahwa keluarga korban yang ada di Paniai belum mendapatkan keadilan. Keluarga berduka di sana, kami pun rasa berduka.  Aksi jalan kaki kami tak seberapa dengan duka yang dialami keluarga di Paniai. Kami rasa bahwa tidak ada jaminan kehidupan dengan Indonesia. Aksi kami merespon hanya satu kasus sementara masih banyak kasus lainya mulai dari tahun 1963 hingga saat ini. Begitu banyak  kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua tetapi tidak terselesaikan hingga kini.” tutur pria yang akrab disapa Neli.

Sementara itu Pilipus Robaha, Wakil Ketua Sonamappa menyindir hadirnya Komisioner HAM. “Komisioner HAM tak akan mampu menyelesaikan kasus Paniai bahkan Presiden-pun. Wasior Berdarah, Wamena Berdarah, Abe Berdarah, Deiyai Berdarah, banyak sekali kasus pelanggaran HAM di Papua tetapi presiden ganti presiden tidak pernah tersentuh dan diselesaikan, apalagi dengan Komisioner HAM sekeci itu. Negara tak mampu menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Papua, maka saudara-saudara kami di Pasifik turut bersuara untuk kami di Sidang HAM maupun Sidang Umum PBB.”

Empat Tahun Paniai Berdarah 3Sekjen FIM, Alex Mujijau, mengatakan kasus Paniai sudah genap empat tahun. Mereka meminta agar presiden menyelesaikan kasus-kasus HAM di tanah Papua. “Pemerintah segera membuka ruang demokrasi untuk kami menyampaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, untuk diketahui dunia internasional”

Aksi ini berakhir dengan pembakaran lilin di Taman Imbi, Kota Jayapura. (agf)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: