Kebudayaan

Puisi-Puisi Samah Sabawi

Samah SabawiSamah Sabawi adalah generasi baru pemikir Palestina yang menganggap kata-kata penting dalam mengungkapkan hak-hak rakyat Palestina, terutama kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan penjajahan Israel. Bahasa adalah alat penting perjuangan pembebasan. Dia terus menerus menggunakan kata ‘apartheid’ dan ‘pemusnahan etnis’ untuk menggambarkan realitas hidup sehari-hari rakyat Palestina. Tapi editor surat kabar selalu mengedit-hapus kata-kata ini karena dianggap “terlalu kuat”.

Dia meresponnya dengan puisi berikut:

 

KATA-KATA

 

Aku berdiri, dirampas

Tak ada kongres di belakangku

Tak ada negarawan di sekelilingku

Tak ada lobi menghirup api neraka

Tak ada media tuk memuaskan

Tak ada sirkus tiga lapis

dari para intelektual

badut-badut akademis

dan pakar kebijakan

yang benar-benar tidak melihat

gajah besar di dalam ruangan

Tak ada akrobat ahli hukum

menari untukku

di atas tali tipis kesopanan

Tak ada politisi

Penindasan tipuan

dan hak asasi

atas namaku

Tak ada studi banding

Bagi anggota parlemen dan istri-istri mereka

Tak ada film propaganda

Tak ada siaran radio

Tak ada mitos

Tak ada kebohongan

Tak ada para hasbarat

Tak ada militer

Tak ada negara

Bahkan tak ada satupun pemimpin

untuk dipercayai

Yang aku punya hanya kata-kata

Untuk menceritakan kisahku

Suaraku

Untuk menuntut keadilan

Tapi kau bilang

Bahasaku terlalu kuat

 

Nakba

Pengasingan

Pemusnahan etnis

Apartheid

Kata-kata

dipilih dengan seksama

diucapkan dengan sengaja

Ini adalah kata-kata

yang menjadi dasar

bahasa pembebasanku.

 

Sebagai penyair dan aktivis politik, Samah Sabawi terkenal dengan penderitaan para pengungsi di pengasingan yang dialami orang tuanya dan ratusan ribu orang Palestina lainnya pada tahun 1967. Puisi Samah berikut tentang bagimana perasaan orang Palestina yang berada di luar Palestina menghadapi agresi Israel yang terjadi pada keluarganya, puisi yang ditulis untuk suaminya, Monir.

 

MENENTANG ALAM SEMESTA

 

Apa orang-orang yang kau cintai terperangkap di balik tembok

Apa mereka butuh ijin tentara

Agar doa-doa mereka mencapai angkasa

Agar cinta mereka menyebrang samudra

Dan menyentuh hatimu yang dahaga

Apa orang-orang yang kau cintai terperangkap?

 

Apa kau rindu berada di rumah keluargamu

Dan tiap kau menghubungi, bukankah mereka selalu berkata

“Kami baik-baik saja, alhamdulillah.”

Apa itu mengejutkanmu, bahwa mereka utuh

Sedangkan kau, hancur berkeping-keping

 

Haruskah mereka selalu mencemaskanmu?

Mendesakmu bersabar dalam pengasingan

Haruskah mereka selalu mengasihanimu?

Karena tidak mampu menghirup udara

Dari tanah leluhurmu.

Haruskah mereka selalu menenangkanmu?

Bahkan ketika bom-bom berjatuhan.

 

Pernahkah kau mempertanyakan siapa sebenarnya yang terperangkap dinding

Apa itu kau… ataukah mereka

Dan ketika pada akhirnya kau menyadari

Martabatlah yang membebaskan mereka

Apakah kau malu akan kebebasanmu

 

diterjemahkan oleh Nadia Aghnia, anggota Solidaritas Rakyat untuk Pembebasan Palestina (SRuPP)

Loading

Print Friendly, PDF & Email

Comment here

%d blogger menyukai ini: